Makrifatullah :
Barang siapa mengenali dirinya, dia telah mengenali Tuhannya.
Barangsia mengenali Tuhannya, maka dia telah mengenali makhlukNya.
Pernahkan kita sadari, bahwa apa yang kita lihat,
sebagaimana yang disampaikan oleh Sayyidina Ali Karromallaaahu Wajhah,
adalah apa yang ada dibalik kepala kita.
Yang kita lihat, sangat dipengaruhi oleh keobjektifan/keadilan kita.
Begitu kita mempunyai sentimen positif atau negatif, fakta yang terungkap tidak real lagi.
Mari kita merenungkan gambar-gambar berikut :
Foto ke-1 : Renungan Pertama
Adikku Mengenalkan Aku pada Ilmu Makrifat
Saat itu, 27 September 2009, aku silaturrahim ke adik, di Laboratorium Teknik Informatika, Politeknik Elektronika, Negeri Surabaya, dimana, kakak ke-2 dan adik ke-6 dari 7 bersaudara, mengajar. Sebenarnya aku sangat mengantuk, dan suntuk, hingga adikku menarikku ke depan LCD monitor kompoter berukuran 29 inch, mengaktifkan program applikasi lensa kamera dan klik....... Wow, surprise, jadilah gambaran diriku, yang sama sekali asing.
Foto ke-2 : Renungan Kedua
Hanya Karena Lensa, Wajahku Menjadi Begini (Dok. Pribadi)
Foto ke-3 : Renungan Ketiga
Walau pun cute n imut, tetap saja bukan Aku (Dok. Pribadi)
Foto ke-4 : Renungan Keempat
Agung, Tetapi Tetap Saja Bukan Saya (Dok. Pribadi)
Foto Ke-5 : Renungan Kelima
Sama Dengan Asli, Tapi Ganda (Dok. Pribadi)
Foto ke-6 : Renungan Keenam
Saya Jawa, Pandangan Anda Membuatku Jadi Papua (Dok Pribadi)
Foto ke-7 : Renungan Ketujuh
Saya Tertawa, Bukan Mengancam (Dok. Pribadi)
Foto ke-8 : Renungan Kedelapan
Saya Sederhana, Kecanggihan Lensa Anda Yang Membuat Rumit (Dok. Pribadi)
Banyak permasalahan, semakin rumit, karena analis meninjau dari efek negatifnya. Semakin canggih keilmuannya, semakin banyak, aib dan kebobrokan yang terekspose dari suatu masalah. Padahal, pada kaidah Fikih tatanegara, ada ulama menyatakan: musibah kekosongan kepemimpinan sehari, melebihi, musibah 30 tahun dipimpin amir yang dlolim.
Hampir semua permasalan di negeri ini, pisau analisanya : masalah ini nggak benar, hentikan .... bukan sibuk mencari solusi ........... Contoh : kasus tabung gas 3 kg, anak negeri yang pandai menggunakan kepandaiannya untuk menunjukkan betapa berbahayanya konversi gas, menggalang kekuatan rakyat untuk menolak tabung gas 3 kg. Padahal, yang lebih bijak adalah, bagaimana kita menjadi penengah, antara policy pemerintah dan kepentingan rakyat. Bagaimana rakyat dapat mamahami penggunaan tabung gas 3 kg secara aman, dan membantu pemerintah mengatasi permasalahan kualitas, terutama, oknum-oknum yang dulu disebut Habibie, pelaku subversi ekonomi.
Foto Ke-9 : Renungan Kesembilan
[caption id="attachment_234269" align="aligncenter" width="500" caption="Beberapa Bulan Kemudian, Jagungnya Memang 2 (Dok. Pribadi)"][/caption]
Berikan kesempatan pemerintah berkarya dalam periode kepemimpinannya. Setidaknya, kita berhasil memiliki stabilitas politik dan kita tidak mengekspose keburukan bangsa ini kepada musuh. Dua poin penting bagi stabilitas makro ekonomi kita. Para pemikir dan rakyat kritis, memposisikan diri sebagai UMMATAN WASATHON, ummat penengah, yang menjadi saksi tingkah laku pemimpin dan rakyar, atau antara 2 pihak yang berselisih paham. Umat yang menjadi stabilisator, aktivator, motivator dan inspirator dalam membangun negeri,
..................bangunlah jiwanya......................
..................bangunlah badannya.......................
..................untuk Indonesia Raya....................
KESIMPULAN
Untuk membangun negeri ini, diperlukan analisa yang tepat
Sederhanakan analisa, agar fakta terungkap sebagai realita
Dan ada tindakan nyata
Untuk membangun negeri ini
Yassir ....wa laa tuassir.....
Permudah ...jangan diperumit.....
Basysyir.....Wa laa Tunadzdzir...........
Carikan solusi, jangan cekoki masalah (terus)
(al Hadits)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H