Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Analisa Sikap Mendua Partai Keadilan Sejahtera

23 September 2012   04:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:53 1390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilgub DKI sudah mengantarkan Jokowi duduk di kursi DKI-1. Bila Jokowi "tak berkutik" oleh kehebatan Sang DKI-2 Ahok, maka PKS tak ingin "belepotan dosa". Apalagi bila kelak Jokowi tergoda untuk meninggalkan jabatan DKI-1 untuk mencalonkan atau dicalonkan ke kursi RI-1 atau RI-2, maka PKS bertambah merasa "berlumuran dosa". Karena sesuai aturan perundangan jika Gubernur "pergi" maka Wakil Gubernur menggantikan posisi Gubernur.

3) PKS ikut gerbong koalisi gajah karena memang sudah tabiatnya sejak tahun 2004. PKS sudah "masuk" koalisi gajah sejak Pilpres 2004 kemudian Pilpres 2009, juga Pilwako Solo 2011. Ketakutan kehilangan "kursi" setelah berjibaku memperoleh dukungan cukup signifikan di level nasional itulah yang membuat PKS selalu mesra di koalisi gajah. Walaupun pada level daerah bisa saja mereka bermesraan dengan PDI-P dan Gerindra.

Itu analisa saya mengenai sikap mendua Partai Keadilan Sejahtera. Analisa saya tersebut mengabaikan faktor-faktor yang lain, semisal persoalan negosiasi mahar yang "dikehendaki" PKS kepada Jokowi-Basuki, "tidak bisa bertemunya" Jokowi-Basuki dengan petinggi PKS, dan lain-lain yang sempat ramai diberitakan.

Sikap mendua PKS itulah yang membuat orang-orang yang sedari awal melihat "kebersihan" PKS itu laksana setitik cahaya di tengah kegelapan "kekotoran" di Republik ini kemudian kemudian mengalihkan dukungan ke partai politik lain atau bahkan sangat mungkin jadi pengikut Partai Golongan Putih (PGP). Bahkan beberapa orang mengatakan PKS sebagai partai bunglon.

Melihat sepak terjang PKS, saya tidak bisa menyembunyikan perasaan campur-aduk terhadapnya. Namun demikian saya tidak berani mengatakan PKS sebagai partai bunglon, karena tidaklah mudah "tetap bersih" di tengah "kekotoran" ini. PKS tentu memiliki seabreg pertimbangan-pertimbangan sehingga bersikap seperti bunglon.

Dengan sikap PKS tersebut, saya juga tidak mengatakan PKS sebagai partai Islam. PKS hanyalah partai yang berbasis massa Islam, tetapi bukan Islam itu sendiri. Islam dalam arti ideal tentu bukanlah seperti yang ditampilkan PKS. Meskipun PKS sudah berusaha untuk menampilkan Islam, tetapi belum bisa dikatakan Islam secara kaffah.

Oleh karenanya saya tidak menjadi pendukungnya hingga detik ini meskipun saya beragama Islam. Dukungan saya hanyalah pada figur atau tokoh, bukan partai politik. Walaupun demikian saya harus berterus terang bahwa memang PKS setitik cahaya "kebersihan" di tengah "kekotoran". Bila ada figur atau tokoh PKS yang oke tentu saja saya akan mendukungnya. Buktinya pada Pilbup Sleman 2010 silam saya mencoblos pasangan Hafidz Asrom - Sri Muslimatun, karena saya mengakui "kebersihan" keduanya.

Salam Indonesia Kita!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun