Mohon tunggu...
Banu Zahid
Banu Zahid Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pikiran adalah kekuatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengejar Waktu

5 Oktober 2021   14:35 Diperbarui: 5 Oktober 2021   14:44 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sering kita mendengar kalimat bijak "Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya". Kalimat sederhana namun memiliki makna yang luar biasa. Seperti biasa pagi yang cerah dua sahabat itu menjelajah sebuah bukit yang penuh misteri. 

Masyarakat sekitar menyebutnya bukit keindahan, mitosnya setiap orang yang berhasil menemukan bukit itu akan terpesona keindahannya. 

Zaman dahulu ada seorang pemuda berani yang berhasil menemukan bukit itu, di sana banyak bunga-bunga dan harum wanginya. Pemuda itu tidak tahu kalau bunga-bunga itu hanya mekar setahun sekali. Bunga yang begitu cantik tersebut membuat pemuda jatuh -cinta, pikirannya terbang membayangkan bunga-bunga itu menghiasi alam raya ini. 

Setiap pagi dan sore pemuda itu rajin mengunjungi bukit misteri hanya untuk memastikan semuanya aman. Walaupun jarak tempat tinggal dan bukit cukup jauh namun karena cintanya bagi pemuda itu hal yang mudah. Setiap hari terus berkunjung tanpa henti sampai suatu saat hujan deras turun dan menghancurkan bunga-bunga tersebut. 

Betapa kecewanya pemuda itu kepada semesta, mengapa engkau ciptakan keindahan? Lalu engkau pula merusaknya?. Sambil menangis dan kecewa dengan keadaan tersebut pemuda itu pulang. Setelah kejadian tersebut pemuda masih tetap mengunjungi bukit untuk melihat kenangan-kenangan yang sudah di laluinya. Sesekali mencoba mencari  sisa-sisa bunga yang sudah hancur dan bercampur dengan tanah. 

Tak habis pikir bagi pemuda itu pertemuan yang singkat membekas kenangan yang begitu dalam. Hari-hari sudah berlalu namun ingatan yang indah tidaklah mudah untuk dilupakan dan dibuang begitu saja. 

Pemuda itu kemudian pergi jauh agar ingatan yang membekas itu pudar, kini ia menetap di balik bukit indah itu dengan berjalan lima hari lima malam. Setelahnya ia sampai, kemudian ia mencoba berdamai dengan dirinya sendiri. Ia mencoba mengenal dirinya sendiri lebih dekat dibanding yang lainnya. 

Sudah hampir setahun setelah meninggalkan bukit indah, ia akhirnya berhasil mengenal dirinya sendiri. Ia mengerti bahwa semesta juga memiliki perasaan, walaupun sulit dibayangkan bagaimana sistem kerjanya, namun ia menyadari selama ini ia hanya mencintai keindahan bunga-bunga itu dan lupa siapa yang menciptakan keindahan tersebut. 

Ia begitu menyesal dengan perasaannya selama ini yang lebih banyak mencintai ciptaan dari pada sang penciptanya. Setelah ia menyadari kesalahan tersebut kemudian pemuda itu memohon dan berdoa untuk dimaafkan segala keegoisan selama ini. 

Ia berkata "Wahai sang pencipta keindahan, hamba telah ingkar selama ini terhadap nikmat engkau, hamba telah lalai hidup sehingga hamba melupakan engkau, hamba sadar bahwa segala sesuatu yang engkau ciptakan begitu indah hanya bukti bahwa engkaulah maha keindahan itu sendiri, engkaulah yang patut hamba cintai, engkaulah yang patut hamba rindukan setiap detiknya". Setelah kejadian ini pemuda itu kembali datang ke bukit yang membuatnya lupa dan ingkar terhadap sang pencipta. 

Setahun berlalu setelah ia tinggalkan ternyata bukit itu tumbuh bahkan jauh lebih indah dari yang sebelumnya ia lihat. Betapa bahagianya pemuda itu menyaksikan keindahan bunga-bunga seolah-olah ia dihidupkan kembali oleh pencipta hanya untuk dirinya. 

Pemuda itu tersenyum bahagia dan bersujud dengan bercucuran air mata, lalu ia mengatakan "Hamba pikir engkau telah merusak kebahagiaan hamba dengan merusak bunga-bunga itu melalui hujan, tetapi kini hamba sadar bahwa engkau hanya cemburu saat itu, betapa hina dan malunya hamba berburuk sangka padamu sang maha pencipta". Setelah lama sujud dan memohon pemuda itu akhirnya meninggal dengan sujud terakhirnya yang membahagiakan. 

Setelah mengetahui cerita ini, dua sahabat itu semakin penasaran dengan mitos bukit keindahan tersebut. Banyak masyarakat yang melarang untuk melihat bukit itu, karena butuh iman yang kuat untuk dapat melihatnya. Masyarakat khawatir dua pemuda itu justru akan berantem dan saling membenci setelah melihat bukit keindahan. 

Setalah berdiskusi dua sahabat itu kemudian bergegas untuk segara menemukan bukit yang indah itu. 

Selama perjalanan dua sahabat itu tidak menunjukkan egoisnya masing-masing, justru mereka saling mendukung dan memotivasi agar cepat menemukan bukit spesial tersebut. Sudah hampir seminggu dua pemuda tersebut belum menemukan tanda-tanda keberadaan bukit itu, ia kemudian bermalam di suatu pondok. Dua pemuda itu membuat kesepakatan bahwa mereka harus berpencar, dengan berpencar kemungkinan menemukannya semakin cepat. S

etelah mereka bersepakat, satu pemuda mengatakan siapa yang lebih dahulu menemukan maka ia berhak memberi nama bukit keindahan itu. Esok hari sebelum sang surya terbit dua pemuda itu bergegas untuk berjalan ke jalan masing-masing. 

Satu mengarah ke matahari terbit yang satu lagi mengarah ke matahari terbenam. Sama seperti halnya kisah pemuda dahulu mereka berdua tidak mengetahui bahwa bunga-bunga yang indah itu hanya mekar setiap tahun sekali. Tiga hari tiga malam dua pemuda itu belum menemukan di mana lokasi bukit keindahan itu berada. Akan tetapi dengan semangat yang tinggi dua pemuda itu tidak menyerah begitu saja. 

Setalah hampir lima hari pemuda yang melalui jalur matahari terbenam justru semakin tidak jelas ke mana arah jalannya. Sementara yang melalui jalur matahari terbit ia sudah menemukan keberadaannya dengan wangi-wangian yang menghampiri karena tertiup angin. 

Akhirnya ia melihat hamparan kebun bunga yang sangat indah, ia terdiam karena takjub akan indahnya warna merah mudah bunga-bunga itu. 

Karena ia sudah berjanji untuk memberi tahu temannya makan ia petik satu bunga dan kelopaknya ia tiup hingga terbang ke arah angin. 

Setelahnya teman yang satunya melihat kelopak-kelopak bunga terbang, kemudian ia bergegas menuju lokasi tersebut. Tiga hari perjalanan akhirnya mereka berdua kembali bertemu dan bersama-sama melihat keindahan kebun bunga merah mudah itu. Pemuda yang pertama menemukan ia memberikan nama bunga-bunga itu dengan nama bunga Peony, menurutnya bunga-bunga ini tidak menyukai senja, maka ia hanya tumbuh di bagian bukit yang hanya disinari mentari terbit. 

Setelah mereka berdua berkeliling, pemuda yang memberi nama bunga itu menemukan jejak-jejak keberadaan wanita. Ia menemukan selendang yang masih bersih di atas ranting-ranting bunga. 

Kemudian tak jauh dari itu mereka menemukan tulang-tulang manusia yang sudah terkubur tanah. Tak lama dua pemuda itu terkejut dengan kedatangan seorang nenek tua yang memakai kebayan berwarna merah muda. 

Nenek tua memanggil dua pemuda itu, kemudian menceritakan asal usul kebun bunga yang indah ini. Ia sembari menatap bunga-bunga itu mengatakan bahwa dahulu ada seorang wanita cantik yang baik hati. Ia wanita yang enerjik dan tidak pernah sedih dalam hidupnya. 

Namanya Lone, ia sangat senang dengan mentari terbit ia selalu berdoa ketika pagi, ia menginginkan kehidupan yang bahagia, tanpa kebencian. 

Suatu saat ia bermimpi melihat dua pemuda yang berkelahi merebutkan dirinya, setelah bangun ia menangis dan memohon kepada sang pencipta agar dirinya tidak pernah dilihat oleh lawan jenis. Ia takut karena dirinya harapan kehidupan yang bahagia justru melahirkan kebencian-kebencian. 

Wanita cantik itu tak suka keramaian, ia menyukai kesepian dan kesendirian, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke bukit di mana orang-orang tidak bisa menemukan dirinya. Sejak saat itu mimpinya terwujud tak satu pun ada keberadaan orang-orang yang memungkinkan mengatur hidupnya. Ia kini bebas hidup sendiri bersama tanaman dan pohon yang ia rawat setiap hari. 

Di ujung hidupnya ia berdoa kepada sang pencipta, "Wahai sang pencipta kelak jika engkau mengambil jiwa ini, hamba memohon untuk separuh jiwa hamba engkau jadikan kebun bunga yang indah yang membuat setiap manusia yang melihatnya mengingatkan atas keindahan engkau. 

Setengah jiwa lainnya hamba mohon berikan kepada wanita-wanita yang baik, yang selalu menjaga dirinya dan yang menginginkan keturunan sebagai hadiah dari engkau". Setelah bercerita nenek tua misterius itu meninggal, sebelum meninggal ia memberi nasihat kepada dua pemuda agar selalu berdamai jika tidak maka kebun bunga ini akan hancur selamanya. 

Dua pemuda itu terdiam dan mencoba menarik kesimpulan kisah dari nenek tua misterius. Ia sepakat untuk tetap hidup berdamai sampai suatu saat sang pencipta memanggil jiwanya. 

Dua pemuda itu menjadi penjaga bukit peony, namun karena ketidaktahuan bahwa bunga-bunga ini hanya mekar setahun sekali, terjadi kesalahpahaman dan mereka mencoba saling menyalahkan mengapa kebun yang indah itu tiba hilang seketika. 

Dan sejak saat itu bukit keindahan tidak pernah tumbuh kembali. Namun separuh jiwanya kini menjadi jiwa-jiwa wanita kuat yang mandiri. 

Manusia terkadang melupakan waktu, yang menjadikan dirinya tetap komitmen atau melanggar janjinya. Kita tidak pernah bisa mengejar waktu, kita akan hilang oleh waktu seperti kebahagiaan wanita cantik tersebut. Namun setengah jiwa sucinya kini terwariskan kepada generasi-generasi wanita hebat zaman sekarang. 

Mereka wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya, mereka wanita yang menjadi panutan-panutan masyarakat, mereka wanita yang menjaga kehormatan dirinya, mereka wanita yang menjunjung tinggi keadilan dan semua wanita-wanita baik adalah cermin kisah Lone.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun