Kasih sayang akan selalu beriringan dengan sebuah kebencian. Kausalitas diantara kedua hal tersebut seperti sebuah cahaya dan kegelapan, yin dan yang, ataupun Indonesia dan Korupsi.
Ketika kita menaruh sebuah harap dalam wujud kasih sayang, maka kita perlu menyadari sebuah potensi kekecewaan yang akan muncul ketika harapan kita tidak kunjung menjadi kenyataan. Besar harapan kita akan sebanding dengan besarnya kekecewaan.
Hal ini sejalan dengan konsep "The Partnership Paradox" Tracey Cox, bahwa Kekecewaan itu terjadi ketika tahap idealisasi dari jatuh cinta berhenti. Kita akan memaafkan segala kebiasaannya yang menjengkelkan ketika mimpi cinta masih terlihat menakjubkan, namun itu akan berubah ketika berganti dengan kacamata pembesar yang kritis. Akumulasi kekecewaan itulah yang pada gilirannya akan berubah menjadi kebencian.
Bukan menjadi pemimpin maka semua orang akan mengakuimu, Â namun mereka yang diakuilah yang akan menjadi pemimpin.
Inilah penggalan kata yang mampu mengalahkan Naruto, seorang master talking no jutsu. Sebelumnya Naruto terkenal mampu merubah hati lawan-lawannya, mulai dari Gaara, Nagato, hingga Sasuke. Namun dengan mudahnya Naruto takluk oleh Itachi.
Ini menegaskan tentang hakikat pemimpin yang ideal. Bahwa hanya orang yang diakuilah yang pantas menjadi seorang pemimpin. Pengakuan ini didasarkan atas kapabilitas dan kompetensi yang dimiliki. Dalam kondisi "masyarakat ideal" ketika seseorang memang sudah memiliki dua hal tersebut -tanpa perlu berkoar-koar untuk dipilih- masyarakat akan dengan sendirinya memilihnya menjadi pemimpin.
Begitupun sebaliknya, bahwa ketika seseorang maju menjadi pemimpin sebagai ajang eksistensi dirinya, maka ia tidak akan pernah mendapatkan hati rakyatnya. Memasang baliho di pinggir jalan misalnya
Untuk mengenal diri sendiri bukanlah dengan mencapai segalanya dan menjadi sempurna, tapi dengan mengetahui apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan.
Simaklah dialog epic antara Itachi dan Kabuto :
Itachi   :
aku akhirnya mengerti bahwa untuk mengenal diri sendiri bukanlah dengan mencapai segalanya dan menjadi sempurna, tapi dengan mengerti apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan.