Mohon tunggu...
Mufid Ansori
Mufid Ansori Mohon Tunggu... Auditor - pekerja swasta bidang tata kelola organisasi

Mufid Ansori, Pengurus Besar Mathlaul Anwar bidang Ekonomi, Mantan Presiden BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta, dan Senior Konsultan Business,Corporate Governance & Risk Management, Pemerhati Sepak Bola, Sosial dan Politik, Pecinta Sejarah Kesultanan Banten

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Mathlaul Anwar, Ormas Ketiga Terbesar di Indonesia

25 Februari 2016   10:39 Diperbarui: 25 Februari 2016   11:17 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berdirinya Madrasah Pertama

Keadaan tersebut menggelisahkan masyarakat dan mematikan semangat umat dan pada gilirannya akan menghilangkan ajaran Islam yang telah ditanamkan oleh para pejuang terdahulu. Oleh karenanya orang-orang yang baru saja pulang menunaikan ibadah haji atau mukim di Mekkah yang lama menimba agama Islam, sudah tentu merupakan sesuatu yang sangat menarik perhatian bagi masyarakat Banten.

Di tengah hiruk pikuknya dan galaunya kemungkaran di dalam masyarakat yang dilanda kemiskinan, kebodohan dan kejumudan yang diselimuti pula oleh kabut kegelapan dan kebingungan muncullah seberkas sinar harapan yang diharapkan akan membawa perubahan di hari kemudian.

Tersebutlah K.H.E. Moh. Yasin yang baru kembali dari menghadiri rapat yang diselenggarakan di Bogor oleh para ulama yang mendambakan kahidupan umat yang lebih baik. Gerakan ini dipelopori oleh Haji Samanhudi dalam rangka mendirikan Syarikat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1908 M. Beliau mendatangi rekan-rekan ulama yang ada disekitar Menes, antara lainKyai H. Tb. Moh. Sholeh dari kampung Kananga dan beberapa orang kyai lainnya. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk bermusyawarah dan bertukar pikiran, yang akhirnya melahirkan kata sepakat untuk membentuk suatu majelis pengajian yang diasuh bersama. Pengajian ini juga dijadikan lembaga muzakarah dan musyawarah dalam me-nanggulangi dan memerangi situasi gelap itu ialah dengan harapan muncul seberkas sinar, yang kemudian menjadi nama MATHLA’UL ANWAR (bahasa Arab, yang artinya tempat lahirnya cahaya).

Militansi K.H. Entol Moh. Yasin dari Kaduhawuk, Menes ini tak pernah memudar dalam keinginan untuk memajukan umat melalui pendidikan. Beliau menghendaki kemajuan umat hanya mungkin melalui pendidikan. Bukankah Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang siapa yang menginginkan dunia haruslah dengan ilmu, barangsiapa meng-inginkan akhirat haruslah dengan ilmunya, dan barang siapa yang menginginkan keduanya haruslah dengan ilmu”. Dan hadits yang lain : “Ilmu itu adalah cahaya”.

Beranjak dari sini agaknya pertemuan, akhirnya melahirkan sebuah kata sepakat untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang dikelola dan diasuh secara jama’ah dengan mengkordinasikan berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu Islam yang dianggap merupakan kebutuhan yang mendesak.

Perjuangan mengangkat dan membangkitkan umat dari lembah kegelapan dan kemiskinan yang menimbulkan keterbelakangan, tidak cukup sekedar dengan mengadakan pengajian bagi generasi tua saja.Untuk itu dituntut langkah lebih lanjut lagi, yaitu lahirnya generasi berikutnya yang justru merupakan sasaran utama yang diharapkan mampu mengubah situasi (min al zhulumati ila al nur).

Berdirinya Mathla’ul Anwar

Guna mencari pemecahan masalah tersebut, para kyai mengadakan musyawarah di bawah pimpinan KH. Entol Mohamad Yasin dan KH. Tb. Mohamad Sholeh serta para ulama yang ada di sekitar Menes, bertempat di kampung Kananga. Akhirnya, setelah mendapatkan masukan dari para peserta, musyawarah mengambil keputusan untuk memanggil pulang seorang pemuda yang sedang belajar di Makkah al Mukarramah. Ia tengah menimba ilmu Islam di tempat asal kelahiran agama Islam kepada seorang guru besar yang juga berasal dari Banten, yaitu Syekh Mohammad Nawawi al Bantani.

Ulama besar ini diakui oleh seluruh dunia Islam tentang kebesarannya sebagai seorang fakih, dengan karya-karya tulisnya dalam berbagai cabang ilmu Islam. Siapakah pemuda itu ? Dialah KH. Mas Abdurrahman bin Mas Jamal, yang lahir pada tahun 1868, di kampung Janaka, Kecamatan Jiput, Kawedanaan Caringin, Kabupaten Pandeglang, Karesidenan Banten.

Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal kembali dari tanah suci sekitar tahun 1910 M. Dengan kehadiran seorang muda yang penuh semangat untuk berjuang mengadakan pembaharuan semangat Islam, bersama kyai-kyai sepuh, dapatlah diharapkan untuk membawa umat Islam keluar dari alam gelap gulita ke jalan hidup yang terang benderang, sesuai ayat al-Qur’an “Yukhriju hum min al dzulumati ila al nur”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun