Mohon tunggu...
Mufid Ansori
Mufid Ansori Mohon Tunggu... Auditor - pekerja swasta bidang tata kelola organisasi

Mufid Ansori, Pengurus Besar Mathlaul Anwar bidang Ekonomi, Mantan Presiden BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta, dan Senior Konsultan Business,Corporate Governance & Risk Management, Pemerhati Sepak Bola, Sosial dan Politik, Pecinta Sejarah Kesultanan Banten

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Mathlaul Anwar, Ormas Ketiga Terbesar di Indonesia

25 Februari 2016   10:39 Diperbarui: 25 Februari 2016   11:17 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada zaman ini muncul kembali kepercayaan-kepercayaan tradisional sebagai bentuk simbolisme harmoni hubungan manusia dengan lingkungan alamnya. Masyarakat petani yang walaupun sudah memluk agama Islam, jika memulai menuai padi, terlebih dahulu akan mengadakan upacara “mipit”. Upacara ini adalah membuat sesajian untuk menyuguh Dewi Sri atau Sri Pohaci yang dipercaya sebagai dewi padi yang berwenang untuk memberkahi padi. Suatu jangjawokan (mantera dalam bahasa Sunda) yang sudah menjadi aksioma adalah “mipit” amit ngala menta”. Artinya, mengambil apa pun dari suatu tempat, berupa apa saja, harus izin terlebih dahulu kepada roh halus yang menguasai tempat tersebut. Kalau setelah melakukan sesuatu kemudian mendapat musibah, seperti sakit kepala atau demam, atau tersandung apa saja, kemudian akan dihubung-hubungkan dengan perbuatan yang dianggap sembrono (sembarangan). Yaitu tidak minta izin kepada yang membahurekso (bahasa Jawa) atau nu ngageugeuh(bahasa Sunda). Untuk itu kemu-dian masyarakat akan menanya kepada orang yang dianggap tua dan mengerti tentang yang gaib, yang biasanya berupa seorang dukun. Sang dukun kemudian akan memberikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan sebagai langkah penebusanatas kesalahannya.

Pada upacara walimah (pernikahan/khitanan), sang pengantin pria/wanita sebelum melaksaakan akad nikah atau pada saat si anak dikhitan, mereka harus terlebih dahulu mengunjungi leluhurnya untuk memohon do’a restunya, agar tidak terjadi sesuatu bencana aral melintang yang mungkin mengganggu jalannya upacara tersebut.

Setiap orang yang melewati tempat yang dianggap angker harus mengucapkan mantera minta izin kanu ngageugeuh (yang membahurekso), yaitu roh halus yang menmpati tempat itu. Misalnya saja dengan kalimat “ampun paralun kanu luhung”, “sang karuhun anu ngageugeuh, danginang anu nga-wisesa, ulah ganggu gunasita, kami incu buyut ki………..” (biasanya dengan menyebutkan nama leluhurnya). Misalnya ki buyut Ance, ki buyut Sawi, ki Jaminun dan sebagainya.

Pengalaman-pengalaman budaya seperti itu merupakan bentuk sumbolisme atas harapan adanya ketenangan dan ketentraman kehidupan, yang pada saat itu tak pernah dirasakan karena kuatnya tekanan koloni Belanda. Idiologi tradisionalisme itu juga merupakan respon atas hancurnya idiologi politik dan agama yang mereka anut, setalah kedudukan dan struktur sosial terganggu dan hancur.

Dalam pada itu tingkat kejahatan merajalela Perampokan, pembunuhan, perkelahian terjadi hampir setiap saat. Sedangkan usaha penanggulangan oleh pemerintah Belanda hanya cukup dengan mendirikan rumah-rumah penjara mulai dari kota besar sampai kotakecil. Rumah tahanan atau penjara di bangun di kota-kota kewadanaan seperti Menes, Labuan, Malingping, Balaraja, Mauk dan tempat-tempat lain yang sederajat. Akibatnya, para bekas narapidana semakin mematangkan diri dalam melakukan aksi kejahatannya, karena selama di dalam penjara, bukannya semakin baik dan jera, tetapi semakin matang dan kian semakin menambah kualitasnya.

Walaupun demikian, sebenarnya, kejahatan-kejahatan itu dilakukan hanya dengan menggunakan senjata tajam tradisional seperti golok, pisau, dan lain-lain. Hal itu ada kepercayaan atas benda-benda tajam itu yang dianggapnya mengandung kekuatan gaib.

Kondisi Pendidikan

Di bawah kekuasaan Belanda rakyat Banten bukan bertambah baik, malah semakin melarat dan terbelakang. Kondisi ini hampir dialmai oleh seluruh rakyat di seluruh nusantara. Guna mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Belanda memberlakukan politik etis. Program politik etis yang dijalankan oleh pemerintah Belanda, di antaranya membuat irigasi buat mendudung pertanian rakyat dan menyelenggarakan sekolah bagi bumiputra. Ternyata program tersebut gagal memberikan manfaat bagi penduduk desa. Hal ini terjadi, karena yang bisa menikmati sekolah itu hanya sebagian kecil rakyat saja terutama orang-orang yang berada di kota dan siap jadi calon ambtenar (pegawai Belanda).

Sedangkan di kalangan rakyat kebanyakan, tidak terjangkau oleh sistem pendidikan ini. Disamping jumlah yang sangat sedikit (hanya di kota-kota kewadanaan saja yang disediakan sekolah), juga syarat untuk dapat belajar sangat berat, dan cen-derung sengaja dipersulit, dengan alasan bermacam-macam.

Tujuan Belanda menyelenggarakan sekolah, seperti di-katakan di atas, adalah untuk menyiapkan calon pekerja ambtenar yang jumlahnya tidak perlu banyak. Sebagian besar rakyat bumi putra hanya dibutuhkan sebagai pekerja kasar yang tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi, yang penting asal bertenaga kuat.

Pendidikan Islam yang masih ada ialah pondok pesantren yang diselenggarakan oleh para Kyai secara individual dan tradisional. Pendidikan ini penuh dengan segala keterbatasannya, baik dalam hal sarana, dana, maupun manajemennya. Ditambah pula dengan kondisi yang tidak aman dari berbagai pengawasan oleh pemerintah Belanda.Pihak penjajah beranggapan bahwa kharisma keagamaan yang tersimpan dalam jiwa para Kyai itu masih mengundang semangat anti kafir/ penjajah, yang bila ada peluang pasti meletuskan api pembe-rontakan terhadap pemerintah penjajah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun