Mohon tunggu...
Asep Wijaya
Asep Wijaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengajar bahasa

Penikmat buku, film, dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Berlagak Jadi Calon Reporter di "Seandainya Saya Wartawan Tempo"

25 Januari 2018   17:31 Diperbarui: 28 Januari 2018   12:55 2083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi jelas bahwa buku ini tidak semata menyajikan ungkapan teoritis mengenai feature. Masuk ke halaman 21, pembaca akan mulai tertantang untuk mencoba menuliskan sebuah feature.

Sebab pada bagian ini, pembaca akan dimudahkan dalam memulai sebuah tulisan dengan sejumlah teknik penyusunan lead yang tidak hanya berfungsi sebagai paragraf awal tetapi juga bertujuan untuk mengail minat pembacanya agar meneruskan bacaan.

Lead, seperti dituliskan Goenawan Mohamad, bertujuan menarik pembaca untukmengikuti cerita dan membuka jalan bagi alur cerita. Ada beberapa macam lead yang disampaikan, di antaranya, lead menggoda (teaser lead) dan lead nyentrik (freak lead).

Meskipun banyak mengulas serangkaian teknik penulisan feature, buku ini tidak membohongi pembacanya seperti janji yang tertulis di cover belakang buku. "Seandainya Saya Wartawan TEMPO" juga memberikan modal moral, seperti kejujuran, kepekaan, dan ketelitian serta menyajikan kiat praktis mewawancarai narasumber.

Aspek moral, misalnya, terlihat pada pembahasan di halaman 14 tentang betapa pentingnya akurasi berita. Penulis menegaskan bahwa akurasi merupakan mahkota profesi sebagai seorang wartawan.

Mengapa harus akurat? karena jurnalisme, di antara sekian banyak definisinya, merupakan "sejarah yang ditulis hari ini" (hal. 15).

Seorang wartawan juga pantang tergoda untuk menyelipkan imajinasinya ke dalam tulisan yang hampir rampung untuk sekadar melengkapi unsur informasi yang tertinggal. Pengampu profesi ini harus tetap memegang teguh bahwa cerita khayalan tidak boleh ada dalam penulisan feature karena seorang wartawan profesional tidak akan menipu pembacanya,

Adapun saat bertemu narasumber, seorang reporter harus menanyakan nama dan mendapati ejaan nama yang benar sesuai identitas narasumbernya. Selain tentu saja, nomor telepon narasumber harus dimiliki seorang reporter agar bisa berkomunikasi lagi dengannya sesaat reporter menyadari ada informasi yang tertinggal dari sesi wawancaranya yang perdana.

Buku ini juga mengajak para wartawan untuk rajin mencari tahu dan memahami setiap istilah atau penjelasan yang rumit dari narasumbernya. Bila tulisan Anda menyangkut hal yang rumit, pastikan dulu bahwa Anda mengetahui hal itu (hal. 16), kata Goenawan Mohamad.

Dengan hanya beberapa kesalahan ketik, seperti tapi, tapi (hal. 11) dan akan akan (hal. 14), buku ini memang layak disebut sebagai buku pedoman bagi mereka yang ingin menuliskan feature.

Sebab bila ditelusuri riwayat penciptaannya, seperti disampaikan penulisnya, buku ini merupakan produk belajar yang tak kenal lelah dan henti. Sebuah buku yang tidak hanya merangkum pengetahuan mengenai penulisan feature dari sejumlah sumber terpercaya, salah satunya dari buku karangan Daniel R. Williamson, tetapi juga melandaskan diri pada pengalaman puluhan tahun institusi TEMPO berdiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun