Mohon tunggu...
Asep Wijaya
Asep Wijaya Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengajar bahasa

Penikmat buku, film, dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pompeii: Antara Cinta, Alam, dan Kasam

20 Maret 2014   22:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Raut wajahnya datar. Entah mewakili rasa takut atau limbung. Tapi yang pasti, anak usia balita ini tengah dirubung pasukan berkuda yang lapar melumat sekitar. Pasukan berjubah besi itu menebas tiap kepala pria dewasa dan menangkap para penduduk wanita seraya memuntahkan bilah pedang ke bagian lehernya. Tidak hanya itu, mereka juga membakar pemukiman warga yang dikenal dengan kawasan Kaum Kelt. Semuanya luluh lantak. Seluruh penduduk tewas, kecuali seorang bocah lelaki berwajah datar yang pura-pura mati.

Pelaku perbuatan bengis itu adalah Pasukan Romawi yang dipimpin Komandan Militer yang juga seorang senator, Marcus Valerius Corvus (Kiefer Sutherland). Serangan terhadap Bangsa Kelt dilancarkan untuk meredam pemberontakan dan membuka jalur perdagangan Bangsa Romawi di Britania Utara pada 62 M. Setelah binasa, pemukiman itu pun ditinggalkan tanpa ada satu pun penduduk tewas yang dikubur. Ratusan mayat dibiarkan menumpuk sementara para Ksatria Kelt yang tewas digantung kakinya pada batang pohon yang tinggi.

Merasa kondisi telah sepi, anak lelaki yang pura-pura mati itu menyembul dari dalam tumpukan mayat. Ia merayap sambil sesekali melihat keliling lalu bangkit kemudian berjalan gontai menjauhi pemukiman. Kemalangan itu belum usai karena di tengah jalan, si bocah diculik gerombolan pasukan untuk dijadikan budak. Pasukan tersebut berasal dari Pompeii, sebuah kota zaman Romawi Kuno yang letaknya berdekatan dengan Napoli, Italia.

Adegan ini membuka cerita film Pompeii yang disutradarai Paul W.S. Anderson. Film yang menghabiskan anggaran hingga 100 juta dollar amerika ini pertama kali dirilis pada 21 Februari 2014. Dengan mengetengahkan genre action, film ini mengusung tema cinta, kasam (dendam) dan alam. Anderson coba memotret salah satu peristiwa alam (gunung meletus) pada abad pertama masehi ini dengan balutan kisah dendam dan cinta. Setelah fragmen penculikan, plot mengalami akselerasi beberapa tahun.

Alur cerita kemudian melompat hingga 17 tahun kemudian di Kota Londinium, Britania Raya, yang menjadi pusat perdagangan Kekaisaran Romawi kala itu. Di sana, sang bocah lelaki berwajah datar telah bersalin rupa menjadi pria berbadan tegak. Dalam sebuah arena pertarungan bayaran, Celt/Milo (Kit Harington), begitu ia dipanggil, harus berhadapan dengan tiga lawan sekaligus. Namun begitu, mereka bukan lawan yang tangguh bagi Celt. Dalam hitungan menit, Celt berhasil melumpuhkan mereka seraya mendapat tepuk tangan meriah dari para penonton.

Pada fragmen ini, cerita cinta baru bermula. Dalam sebuah perjalanan menuju Pompeii, seekor kuda yang membawa kereta berpenumpang dua wanita terjatuh. Tak ayal, kuda itu pun meringkik dan menahan laju perjalanan. Iba menyaksikan kesakitan si kuda, Celt yang menjadi tawanan meminta seorang pasukan membuka belenggu besi di tangannya. Niatnya hendak membantu kuda malang tersebut. Sialnya, komandan pasukan tak memberi restu. Namun seorang wanita, Cassia (Emily Browning), yang ada dalam kereta menyela dan memberi perintah untuk membiarkan Celt membantu kuda malang. Bantuan itu sedikit mengejutkan. Celt mematahkan leher kuda yang kesakitan itu hingga mati. Namun Cassia, putri seorang bangsawan itu paham, perbuatan Celt semata untuk menghilangkan sakit si kuda yang tak mungkin lagi disembuhkan.

Tampaknya, sikap dan perawakan Kelt memesona hati Cassia. Ketertarikan Cassia semakin menjadi-jadi setelah Celt juga berhasil menghilangkan trauma kuda kesayangannya. Kuda milik Cassia menderita trauma setelah menyaksikan penjaganya tewas akibat terpuruk ke tanah yang membelah pasca gempa dari gejala erupsi Gunung Vesuvius.

Di bagian ini juga alam menunjukkan keengganannya untuk dikendalikan. Gempa berulang kali terjadi di Kota Pompeii. Namun tak seorang pun penduduk yang menyadari sebab gempa terjadi. Padahal gumpalan asap sesekali meruap dari Gunung Berapi Vesuvius. Tapi tak ada yang menyadari. Entah karena penduduk larut dalam Festival Vinalia (Panen Anggur) hingga mabuk atau kekurangan pengetahuan lokal. Yang jelas goncangan itu adalah pertanda akan datangnya erupsi dari gunung berapi.

Di tengah pergulatan kisah cinta dan alam terselip cerita kasam di sana. Tak terduga, pasukan Romawi yang dipimpin Senator Corvus menyambangi Kota Pompeii. Mereka hendak berinvestasi pembangunan arena tarung serupa Colosseum di Pompeii. Pada zaman itu, arena tarung memang tengah menjadi tren. Kaisar Romawi saat itu, Titus Flavius Vespasianus, dikenal sebagai pemimpin yang memulai konstruksi Colosseum yang megah. Meski masa pemerintahannya pendek (79 – 81 M), Kaisar Titus tetap dikenal sebagai peletak dasar pembangunan arena tarung termegah bagi para gladiator.

Kedatangan Senator Corvus rupanya diketahui Celt. Namun laiknya seorang politikus, Senator Corvus tahu gelagat Celt yang menyimpan benci pada dirinya. Itu terlihat saat Celt ditangkap pasukan Romawi karena membawa lari Cassia yang sudah dilamar oleh Senator Corvus. Saat itu, mata Celt tajam menatap Senator Corvus seolah hendak melahap dan melempar kasam.

Tapi sepertinya, dendam Celt sulit terbalas. Pasalnya, dalam sebuah pertarungan arena menyambut kedatangan Senator Corvus, beberapa gladiator termasuk Celt/Milo dan sahabatnya Atticus (Adewale Akinnuoye-Agbaje) dibelenggu kaki dan tangannya dengan rantai yang terikat pada sebuah tiang besi. Mereka harus meladeni puluhan gladiator bersenjata lengkap tanpa belenggu apapun. Celt menyadari bahwa ini bukan pertarungan melainkan pembantaian. Benar saja, tema tarung kala itu adalah penaklukan Romawi atas pemberontakan Kaum Kelt di Britania Raya yang saat itu dipimpin oleh Senator Corvus.

Laiknya sebuah film aksi, sang protagonis yang diwakili Celt dan Atticus tidak menemui kesulitan untuk mengalahkan para gladiator. Bahkan Celt langsung menantang Senator Corvus yang telah menghabisi bangsanya dan merebut Cassia dari tangannya. Di tengah pergolakan kasam itu, Gunung Vesuvius menampilkan sisi seramnya. Kepulan asap tebal membumbung ke langit disertai bunyi gemuruh dan goncangan juga lava yang mengalir deras turun ke area pemukiman warga.

Dalam kekalutan tersebut, cerita cinta, alam dan kasam menemui pengujung. Kesumat yang membeku di dada Celt akhirnya berhasil ia cairkan. Senator Corvus tewas terkena debu panas yang mengalir deras ke wilayah Pompeii. Perjuangan cinta Celt dan Cassia pun berakhir "manis". Dua insan ini berhasil menyatu bahkan mati bersama dalam kasih setelah terjangan debu panas juga menerpa mereka. Alam akhirnya meleburkan cinta dan kasam. Kota Pompeii musnah. Wilayah itu tertutup debu hingga ratusan tahun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun