Perkotaan selalu menjadi magnet bagi banyak orang untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Kesempatan untuk bekerja dan berusaha jauh lebih menjanjikan dibandingkan dengan daerah di pedesaan karena menawarkan banyak dan beragam peluang ekonomi.
Magnet ekonomi inilah yang menjadi pemicu urbanisasi yang menyebabkan kepadatan penduduk. Motif ekonomi bukanlah satu-satunya alasan yang membuat perpindahan penduduk, ada hal lain yang mendorong orang harus pindah yaitu ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi favorit. Nama besar suatu universitas diharapkan mampu untuk memberikan pendidikan yang baik, atau mungkin karena memang tidak ada universitas di daerah asal.
Selain motif ekonomi dan pendidikan, budaya juga dapat mendorong seseorang untuk keluar dari desanya karena merasa sudah tidak cocok dengan budaya dan tradisi daerah asalnya, sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman.
Urbanisasi mengakibatkan kepadatan penduduk suatu kota dan kemudian membentuk kota metropolitan yaitu sebuah wilayah yang terdiri dari aglomerasi perkotaan padat penduduk, kawasan industri, kawasan komersial, jaringan transportasi, infrastruktur, dan area perumahan. Dengan demikian kesempatan untuk memperoleh lahan perumahan semakin kecil. Penduduk tidak hanya bersaing untuk mendapatkan lahan yang digunakan untuk membangun rumah tetapi juga untuk komersil, industri dan fasilitas publik.
Menurut bank dunia pada tahun 2045, seratus tahun setelah kemerdekaan Indonesia, sekitar 220 juta orang -- atau lebih dari 70% penduduk -- akan menjadi bagian dari urbanisasi. Itu berarti perkotaan akan terus mengalami kepadatan penduduk.
Apabila melihat data BPS hasil sensus penduduk 2020, sebaran penduduk mengalami ketimpangan. Pulau jawa dihuni oleh lebih dari setengah dari total jumlah penduduk indonesia yaitu 56.10%.
Dari data BPS yang sama, sensus penduduk yang dilakukan setiap 10 tahun tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat, sementara tanah tidak mungkin bertambah luas.
Dengan demikian tempat tinggal yang menjadi salah satu kebutuhan primer manusia disamping sandang dan pangan, harus menjadi perhatian dalam rencana pembangunan ekonomi dimasa depan.
Salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan pemukiman adalah rumah susun.Â
Seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian di kota - kota di Indonesia dan pertumbuhan penduduk yang terjadi setiap tahun, pemerintah daerah seharusnya segera merancang pembangunan kotanya dengan penyediaan lahan untuk rumah susun sebagai upaya memenuhi kebutuhan perumahan untuk warga.
Dalam membuat rumah susun sebagai hunian yang ideal, pemenuhan kebutuhan penghuninya harus menjadi perhatian, baik itu dalam mendapatkan barang - barang yang dibutuhkan, maupun akses pada tempat - tempat umum.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam Indonesia Property Expo 2018 merumuskan masalah yang dihadapi keluarga di rumah susun yaitu tidak ramah anak, keamanan, sampah, masalah konsep vertikal dianggap baru, stigma penggusuran yang menghantui keluarga, jauh dari transportasi umum, tidak ada aktivitas ekonomi mikro pendukung, dan ketersediaan unit terbatas.
Persoalan - persoalan seperti ini menjadi pelajaran kedepannya dalam merancang pembangunan rumah susun, sehingga dapat diperhitungkan dan dicarikan jalan keluarnya.
Kesimpulan saya adalah rumah susun merupakan kebutuhan mendesak warga di perkotaan, memang ada beberapa persoalan yang mengikutinya, namun bisa dicarikan jalan keluarnya, saya optimis rumah susun di masa depan mampu mengurangi masalah keterbatasan lahan pemukiman di perkotaan.
Referensi
https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-penduduk-2020.html
https://ekonomi.bisnis.com/read/20181002/49/844789/ini-dia-10-masalah-keluarga-urban-di-rusun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H