Mohon tunggu...
M FarhanHidayat
M FarhanHidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Journalis Enthusiast

Think Creative

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kasus Pemerasan Penonton DWP: Tantangan Integritas dan Reformasi SDM di Institusi Kepolisian

4 Januari 2025   11:15 Diperbarui: 4 Januari 2025   09:21 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus pemerasan yang dilakukan oleh sejumlah oknum kepolisian terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 menjadi sorotan publik. Kejadian ini tidak hanya mencoreng citra kepolisian, tetapi juga mengungkap adanya kelemahan dalam manajemen sumber daya manusia (SDM) di tubuh Polri. Dari perspektif manajemen, kasus ini menjadi indikator bahwa reformasi di sektor kepolisian masih menghadapi tantangan besar.

Kronologi Kasus Pemerasan di DWP 2024

Berdasarkan laporan yang beredar, sejumlah oknum polisi diduga melakukan razia terhadap penonton DWP dengan dalih pemeriksaan narkoba. Namun, alih-alih menjalankan tugas sesuai prosedur, mereka justru meminta sejumlah uang agar para korban dapat "dibebaskan" di tempat tanpa melalui proses hukum yang jelas. Aksi ini akhirnya terungkap dan viral di media sosial, memicu kecaman dari berbagai pihak.

Sebagai respons cepat, Polri telah mengambil tindakan tegas dengan menjatuhkan sanksi kepada para pelaku, termasuk pemecatan terhadap seorang perwira tinggi yang terlibat. Langkah ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Analisis dari Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)

Saya melihat kasus ini dari sudut pandang manajemen organisasi dan etika kerja. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konteks manajemen SDM di institusi kepolisian antara lain:

1. Krisis Integritas dan Etika Profesi

Integritas merupakan fondasi utama dalam organisasi berbasis pelayanan publik, termasuk kepolisian. Tindakan pemerasan ini mencerminkan lemahnya internalisasi nilai etika dalam tubuh Polri. Padahal, tanpa integritas yang kuat, institusi apa pun akan kehilangan legitimasi di mata masyarakat.

2. Kelemahan dalam Sistem Rekrutmen dan Seleksi SDM

Dalam manajemen SDM, proses seleksi yang ketat menjadi kunci untuk memastikan bahwa hanya individu dengan standar moral tinggi yang dapat bergabung dalam organisasi. Jika terdapat celah dalam proses rekrutmen, besar kemungkinan individu dengan kecenderungan penyalahgunaan wewenang dapat lolos dan merusak sistem dari dalam.

3. Kurangnya Pengawasan dan Evaluasi Kinerja

Salah satu penyebab utama maraknya penyalahgunaan wewenang adalah minimnya pengawasan yang efektif. Kejadian ini menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal di kepolisian masih memiliki kelemahan, sehingga oknum yang tidak bertanggung jawab dapat dengan mudah melakukan pelanggaran tanpa takut ketahuan.

Dampak Kasus Ini terhadap Institusi Kepolisian

Kasus ini tidak hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga pada keseluruhan institusi kepolisian. Beberapa dampak yang bisa terjadi antara lain:

  • Turunnya Kepercayaan Publik: Kasus ini semakin memperburuk persepsi masyarakat terhadap kepolisian, yang sebelumnya juga kerap mendapat kritik terkait berbagai isu penyalahgunaan kekuasaan.

  • Menurunnya Moral dan Motivasi Anggota Berintegritas: Anggota kepolisian yang masih menjunjung tinggi etika profesi bisa merasa dirugikan karena ulah segelintir oknum yang mencoreng citra institusi.

  • Tuntutan Reformasi Lebih Lanjut: Masyarakat akan semakin mendesak adanya perbaikan sistemik dalam institusi kepolisian untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Rekomendasi Perbaikan dalam Manajemen SDM di Kepolisian

Untuk mencegah kasus serupa terjadi, perlu dilakukan reformasi dalam pengelolaan SDM di tubuh kepolisian. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

  1. Meningkatkan Seleksi Berbasis Integritas

    • Memperketat proses rekrutmen dengan tes psikologi yang lebih mendalam guna menyaring individu berpotensi menyalahgunakan wewenang.

    • Melakukan background check terhadap calon anggota kepolisian secara lebih transparan.

  2. Pelatihan Etika dan Kepemimpinan yang Berkelanjutan

    • Mengadakan pelatihan rutin tentang nilai-nilai integritas dan etika profesi.

    • Menyertakan studi kasus mengenai penyalahgunaan kekuasaan dalam kurikulum pelatihan kepolisian.

  3. Penguatan Sistem Pengawasan dan Akuntabilitas

    • Menerapkan teknologi seperti body cam untuk memantau tindakan anggota di lapangan.

    • Mendorong sistem whistleblowing agar masyarakat dapat melaporkan penyimpangan tanpa takut adanya intimidasi.

  4. Penerapan Insentif dan Hukuman yang Lebih Ketat

    • Memberikan penghargaan bagi anggota kepolisian yang menunjukkan kinerja dan integritas tinggi.

    • Memastikan sanksi bagi pelanggar ditegakkan secara transparan dan tegas agar menimbulkan efek jera.

Kesimpulan

Kasus pemerasan terhadap penonton DWP 2024 menjadi alarm bagi kepolisian untuk segera melakukan perbaikan sistemik, khususnya dalam aspek manajemen SDM. Reformasi dalam sistem rekrutmen, pelatihan etika, serta pengawasan yang lebih ketat harus menjadi prioritas untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Tindakan tegas berupa pemecatan terhadap pelaku memang menjadi langkah awal yang baik. Namun, lebih dari itu, kepolisian harus membuktikan bahwa mereka benar-benar berkomitmen dalam menjaga profesionalisme dan integritas sebagai pelayan masyarakat. Tanpa perubahan nyata, kasus serupa akan terus terulang dan semakin menggerus kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun