Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Merasa Lebih Kuasa dari Yang Maha Kuasa

18 Desember 2024   08:05 Diperbarui: 18 Desember 2024   08:44 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pelajaran ilmu hewan dikatakan bahwa di dalam daging babi, terdapat benih cacing pita. Benih cacing pita ini kalau sudah masuk dalam usus manusia akan menetas menjadi cacing pita yang sulit untuk diberantas karena dikepalanya terdapat pengait, agar terus dapat mengaitkan dirinya dalam usus manusia.

Walau orang yang menderita penyakit cacing pita diberi obat dengan maksud untuk membunuh cacingnya, si cacing tidak akan serta merta musnah. Karena yang mati, dan lepas hanya bagian badan cacingnya saja. Sedangkan kepala cacing pita tetap hidup, dan tetap mengait di dalam usus penderita lalu tumbuh menjadi cacing pita normal kembali.

Kalau sudah begini kondisinya sangat menyusahkan, dan merugikan.

Karena makanan yang dimakan seseorang bukannya tubuh yang memanfaatkan, tetapi justru cacing pita yang menikmati. Akibatnya, penderita cacing pita badannya menjadi semakin kurus, tetapi perutnya buncit. Oleh karena itu Allah memberi perintah, dan petunjuk agar seseorang tidak memakan daging babi. Atau dengan kata lain daging babi haram untuk dimakan, agar orang terhindar dari penyakit tersebut.

Tetapi yaitu, namanya manusia. Meskipun firman Allah telah menyatakan, dan sudah dijelaskan demikian tetap saja menyangkal atau membantah atau ngeyel. Karena memang demikian adanya kodrat manusia, senangnya membantah apalagi yang menyampaikan orang kebanyakan.

Benarkah kodrat manusia senang membantah alias ngeyelan? Mohon bersabar akan diuraikan dalam artikel berikutnya. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun