Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup Karena Kebiasaan

9 Januari 2021   07:12 Diperbarui: 9 Januari 2021   07:28 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Setiap berangkat dan pulang sekolah atau saat meninggalkan atau masuk ke rumah, anak -- anak sudah terbiasa mencium tangan orang tua dengan mengucap assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Kebiasaan seperti ini bukan hanya dilakukan kepada orang tuanya saja, namun juga dilakukan kepada orang lain.

Olah raga sudah  dikenalkan sejak anak -- anak dapat berjalan. Olah raga yang dikenalkan sejak dini diantaranya adalah koprol. Seterusnya sang kakak yang mengajari adik -- adiknya. Olah raga yang dilakukan bukan hanya koprol, tetapi anak -- anak sejak dini sudah mahir dengan gerakan - gerakan sit up, kops stand dll.

Disiplin waktupun telah terbentuk dalam diri anak -- anak. Hal ini dapat terjadi karena anak -- anak  sudah dibiasakan berlaku disiplin sejak kecil. Suatu saat anak -- anak berlatih tari, dalam rangka persiapan memeriahkan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Kebetulan rumah pelatih tari tidak jauh dari rumah, hanya berselang 3 atau 4 rumah saja. Oleh pelatih tari, anak -- anak diminta datang setiap latihan ke rumah beliau pukul 7 malam.

Kira -- kira pukul 6.30 bahkan kurang, anak -- anak teman menarinya sudah berdatangan ke rumah, dan mengajaknya berangkat ke rumah pelatih tari. Tetapi anak -- anak belum mau berangkat, akhirnya ditinggal oleh teman -- temannya. Tanpa diingatkan lagi, sekitar pukul 6.55 anak -- anak lari menuju rumah pelatih tari, bergabung dengan teman -- temannya tanpa dikomando lagi.

Serupa tetapi tidak sama kejadiannya. Bila kami mau berpergian, anak -- anak tidak bisa menerima alasan keluar hanya sekedar kata -- kata: papa, mama mau keluar sebentar. Kami harus menjelaskan, kemana akan pergi dan berapa lama. Pukul berapa kira -- kira kami tiba di rumah. Kesemuanya harus jelas dan rinci.

Ada teman yang berkomentar setelah mengetahui kebiasaan anak -- anak tersebut, ah orang tua kok mau - maunya diatur anak, komentarnya. Penulis menjawab, maaf tidak demikian maksudnya. Anak -- anak minta penjelasan rinci tersebut ada maksudnya. Maksudnya, bila kebetulan ada tamu dan atau ada telepon; Kebetulan kami sedang tidak ada di rumah, anak -- anak dapat memberi jawaban pasti kepada tamu dan atau penelepon. Sehingga tamu dan atau penelepon tadi, bila ingin bertemu dengan kami tinggal menyesuaikan saja waktunya.

Sudah jamak bila anak-anak minta dibelikan sesuatu kepada orang tuanya, namun demikian sejak kecil anak -- anak sudah terbiasa bila minta dibelikan sesuatu; Kalimat permintaannya selalu diawali dengan kata -- kata, "mangke menawi papa atau mama kanggungan arto" ( nanti bila papa atau mama punya uang ), mas, mbak, adik minta dibelikan ini atau itu.

Walau mereka adalah anak -- anak penulis sendiri, tetapi sejak kecil dan bahkan sampai sekarang, anak -- anak sudah berumah tangga; Kami memanggil anak -- anak, tetap masih menggunakan sebutan mas atau mbak kepada yang lebih tua, dan dik kepada yang lebih muda. Maksudnya tidak lain memberi contoh kepada anak -- anak, agar yang tua memanggil kepada yang lebih muda dengan sebutan dik, dan yang muda memanggil kepada yang lebih tua dengan sebutan mas atau mbak sebelum menyebut namanya.

Sebagai cara untuk membiasakannya tidak jarang penulis sengaja mengkondisikan suatu perbuatan, dengan tujuan menunjukkan kepada anak -- anak agar secara spontan dapat menghargai perbuatan orang lain.  Misal, penulis mau menulis atau mau membaca. Alat tulis atau koran sebenarnya sangat dekat, diambil sendiripun bisa sesungguhnya. Namun saat mau menulis atau mau membaca, penulis sengaja memanggil mas, atau mbak, atau dik, tolong papa diambilkan itu. Setelah diambil dan disampaikan, penulis mengucap terima kasih mas atau terima kasih mbak atau terima kasih dik, dan spontan dijawab sama -- sama pa. Sudah barang tentu tujuan penulis, agar anak -- anak terbiasa berucap terima kasih kepada siapapun yang berbuat kepadanya, bukan hanya kepada orang tuanya saja.

Kami berusaha keras menghindarkan kata -- kata jangan, bila anak -- anak mengerjakan sesuatu. Walau mereka menggunakan pisau atau silet, atau gunting dan atau benda tajam lainnya, saat mengerjakan kliping koran atau majalah dan atau kegiatan lainnya. Kami membiarkan mereka menggunakan alat -- alat tersebut, dan sudah barang tentu sebelum menggunakannya diberi pengertian tentang cara menggunakan, bahaya dan akibat penggunaan alat -- alat tadi bila tidak hati -- hati dalam menggunakannya. Dengan demikian akan muncul keberanian untuk bertindak, sekaligus telah terbiasa berpikir tentang bahaya, dan akibat bila keliru dalam melaksanakan tindakannya.

Masalah belajar anak -- anakpun tidak pernah kami memerintah dan mengawasinya, mereka sudah mengerti apa yang menjadi kewajibannya. Baik itu pelajaran di sekolah maupun pelajaran agama, karena anak -- anak di rumah diasuh oleh orang yang mengerti tentang agama ( orang tua dan mendatangkan guru ). Dan lain - lain pembiasaan, yang tentunya tidak dapat dituangkan dalam tulisan ini semuanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun