Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Sulitkah Menghargai Orang Lain?

8 Januari 2021   06:25 Diperbarui: 8 Januari 2021   07:04 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam sehat teman -- teman budiman, semoga keselamatan dan rahmat Allah selalu tercurah bagi kita semua, amiin.

Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain pula belalangnya, demikian bunyi kata mutiara. Demikian pula terjadi di kedinasan, berbeda dengan di Kanwil kebiasaan di Kandep setiap hari senin pagi apel dipimpin Bupati. Selesai apel dilanjutkan rapat koordinasi dihadiri para Kepala Kandep / Dinas, dan Kabag dilingkungan Pemda dipimpin Bupati. Suatu saat dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Bupati periode kedua, sejak penulis menjabat sebagai Kakandep Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Selatan; Bupati mengatakan "seperti (menyebut nama penulis), beliau jarang ada di kantor". Penulis diam tidak berkomentar.

Siang harinya penulis datang ke kantor Bupati, bertanya kepada protokol apakah Bupati ada di tempat? tolong dilaporkan kalau saya mau menghadap mas, pinta penulis. Oleh protokol dilaporkan Bupati, dan akhirnya penulis masuk keruang kerja Bupati. Pertama melaporkan ada calon investor dari Jakarta, ingin mendirikan pabrik es di Kalianda. Calon pengusaha minta waktu, ingin beraudiensi dengan Bupati. Bupati menyambut baik, bagus itu pak diatur saja waktunya. Setelah Bupati berkomentar bagus, bagus, bagus, penulis lalu berkata  baik pak kalau begitu, akan saya atur waktu pertemuannya.

Kedua. Kalau saya tidak salah dengar, tadi pagi bapak mengatakan kalau saya jarang ada di kantor. Benar, tegas penulis. Tetapi tolong bapak ketahui saya tidak ada dikantor itu, tidak berarti tidur di rumah, tegas penulis sekali lagi. Bupati berkilah, ah itu kan hanya kelakar. Yang jelas bapak mengatakan seperti itu, dan saya berhak untuk menyampaikan hal ini supaya bapak tahu, tegas penulis lagi.

Selanjutnya penulis mengatakan, Kakandep Perindustrian bila dalam 1 minggu ( 6 hari kerja waktu itu ), 6 hari pula berada di kantor, berarti Kakandep kerjanya hanya tidur, jelas penulis menirukan pimpinan Departemen. Kakandep Perindustrian hakekatnya adalah ujung tombak, jadi harus mengusai teknik teknologi industri. Kandep dituntut mampu menciptakan lapangan kerja  dan atau kesempatan berusaha baru, agar  dapat menyerap tenaga kerja banyak, kata penulis.

Kakandep berada di kantor bila perlu dalam 1 minggu, cukup 1 hari diawal minggu untuk merencanakan langkah nyata, dan 1 hari diakhir minggu untuk mengevaluasi karya nyata yang telah dilakukan dilapangan, jelas penulis menirukan arahan pimpinan Departemen Perindustrian lebih lanjut. Selanjutnya minta pamit, untuk melaksanakan tugas penulis sebagai Kepala Kandep.

Lama setelah kejadian tersebut, suatu saat penulis didekati oleh teman anggota DPRD. Beliau mengatakan kalau habis melaksanakan perintah Bupati mengunjungi Industri Tepung Tapioka Rakyat ( ITTARA ), di Rumbia Lampung Tengah. Dari Kalianda sampai ke lokasi pabrik yang dituju, cukup jauh sekitar 3 jam waktu tempuhnya bila naik kendaraan roda 4.

Sesampai rombongan di lokasi pabrik, rombongan diterima dengan baik oleh pengelola ITTARA, kata teman menceritakan pengalamannya. Dalam acara penerimaan, beliau menjelaskan tentang riwayat singkat berdirinya ITTARA, sejak awal hingga akhir. Kemudian dilanjutkan, meninjau lokasi pabrik. Kami serombongan merasa puas, mendapat informasi lengkap dari pengelola ITTARA, cerita teman lebih lanjut.

Masih cerita teman, selanjutnya dalam acara pamitan pengelola berkata: Kalau saya tidak keliru, bapak -- bapak ini dari Lampung Selatan bukan? Mengapa harus belajar tentang ITTARA saja, kok jauh -- jauh sampai ke Rumbia? Wong guru saya untuk membangun ITTARA ini, adalah bapak ( menyebut nama penulis) yang saat ini menjabat sebagai Kakandep Perindustrian dan Perdagangan Lampung Selatan.

Setelah bercerita teman lalu komentar, bapak ini kok ya diam saja. Penulis menjawab, yang tahu kalau bapak dan rombongan kesana itu siapa. Dan lagi meski saya tahu, apa saya harus bawa corong teriak -- teriak saya ngerti tentang ITTARA? Jawab penulis, sambil bareng tertawa. 

Selang beberapa waktu sejak kejadian tersebut, penulis ditarik ke Kanwil menempati posisi Kepala Bidang Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan ( IHPK ). Apakah penarikan ini atas usul Bupati, penulis tidak memikirkan. Prinsip penulis, sebagai Pegawai Negeri Sipil ditugaskan dimanapun, dan kapanpun siap apapun alasannya. Setelah pagi hari diadakan pelantikan pejabat baru, dan serah terima jabatan sore harinya mobil dinas penulis minta agar diambil di rumah.

Setelah purnatugas, teman lama yang mantan Kabag Kepegawaian Kabupaten Lampung Selatan berkunjung ke rumah. Setelah panjang lebar bercerita, tentang kesibukan masing -- masing, penulispun bercerita perihal omongan penulis dengan Bupati. Teman lalu berkomentar, oo makanya Bupati minta agar bapak ditarik ke Kanwil. Tetapi akhirnya Bupati menyadari kalau ada seseorang yang mengompori beliau, dan sekarang orangnya sudah meninggal, lanjut teman. Sayangnya Bupati baru tahu, setelah bapak terlanjur ditarik ke Kanwil, kata teman.

Hari -- hari selanjutnya, penulis berkantor di Kanwil Perindustrian mengendarai sepeda motor bebek. Karena memang belum mempunyai mobil pribadi. Di Kanwilpun tidak ada mobil dinas, untuk Kepala Bidang IHPK. Sebagai kendaraan dinas Kepala Bidang IHPK, berupa sepeda motor. Tetapi ke Kantor setiap hari naik sepeda motor pribadi, yang penulis bawa dari Semarang.

Para Kasie dilingkungan IHPK penulis kumpulkan, lalu penulis tanya siapa yang belum mempunyai sepeda motor? Semuanya menjawab, sudah punya sepeda motor. Para Kasie menginformasikan kalau semua personil di Bidang IHPK sudah punya sepeda motor, kecuali 1 orang. Kalau begitu, tolong beliau diminta menemui saya, pinta penulis.

Setelah karyawan dimaksud menghadap, penulis bertanya apakah benar saudara belum mempunyai sepeda motor? dijawab, benar pak.  Kalau begitu, tolong sepeda motor dinas Kepala Bidang IHPK dibawa. Dengan syarat, saudara harus siap antar jemput bapak kapanpun, dan dimanapun bapak ditugaskan. Siap katanya. Antar jemput berlangsung sekitar 3 bulan. Kebetulan salah seorang staf Bidang IHPK, mau pindah ke Bandung. Beliau menawarkan, agar penulis membeli mobil Charage 1982 miliknya. Singkat ceritanya, penulis membeli mobil itu dengan diangsur 2 kali.

Tugas di Bidang IHPK, tentunya tidak 100% harus menguasai hal -- hal teknik industri. Namun demikian untuk dapat membuat suatu kebijakan, akan lebih baik bila didukung dengan kemampuan teknik teknologi tentang industri. Karena itu, untuk meningkatkan kemampuan teknik teknologi staf bidang IHPK, dalam periode waktu tertentu penulis adakan pertemuan seluruh staf Bidang IHPK.

Pada kesempatan ini penulis mengatakan, mengapa orang agaknya sulit  untuk menghargai orang lain.  Pasalnya, penulis melihat kertas yang tertempel dipintu Ruang Bidang IHPK. Kertas tadi bertuliskan "Harap pintu ditutup kembali". Bukankah tulisan ini bernada perintah? Jelas penulis kepada teman - teman. Bagaimana kalau tulisan tadi, kita ganti dengan tulisan yang bernada menghormati orang lain. Misal "Terima kasih telah menutup pintu kembali", sambung penulis. Esok harinya, penulis melihat tempelan kertas dipintu Bidang IHPK telah diganti. Siapa yang membuat dan menggantinya, penulispun tidak tahu.

Contoh lain yang menunjukkan, betapa sulitnya seseorang menghargai orang lain. Sering kita melihat tayangan dimedia Televisi, perihal pajak misalnya. Dalam tayangan tersebut, dikatakan "Hari gini belum bayar pajak?  Apa kata dunia?". Orang sudah membayar pajak, bukannya diapresiasi tetapi malah disindir. Nampaknya akan lebih santun bila dikatakan, terima kasih telah membayar pajak tepat pada waktunya.

Ada lagi satu contoh, yang lebih tidak menghargai orang lain. Di  SPBU kita dapat melihat kejadian nyata, seseorang mau mengisi bahan bakar apapun jenisnya. Dengan kemajuan teknologi saat ini, si pengendara tidak perlu turun membukakan tutup tengki bahan bakar kendaraannya.  Sudah barang tentu si petugas SPBU yang membuka tutup tengkinya lalu mengisi dengan jenis, dan volume bahan bakar sesuai permintaan si pengendara. 

Usai pengisian bahan bakar si petugas menutup tengki kembali, lalu mendekati pengendara untuk mengambil uangnya. Pengendara memberikan uangnya dengan membuka kaca jendela sedikit hanya cukup untuk menyodorkan uangnya, langsung pergi. Apalagi mengucapkan terima kasih, kepada petugas SPBU.

Suatu saat anak angkat laki - laki ketiga ke rumah, setelah mendengar cerita penulis tadi dia membenarkan dan mengatakan pernah melihat kejadian serupa. Dia mengatakan, setelah kendaraan pergi si anak mendekati petugas untuk mengisi bahan bakar kendaraannya, sambil berkata "mbak lain kali tidak usah dilayani orang seperti itu". Si petugas SPBU menjawab sebenarnya ia pak, tetapi saya hanya sebatas karyawan. Kalau tidak melayani tentu saya dimarahi atau bisa -- bisa saya malah dipecat oleh pemilik SPBU, walau hati saya juga tidak sreeeg dalam melayaninya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun