Setelah purnatugas, teman lama yang mantan Kabag Kepegawaian Kabupaten Lampung Selatan berkunjung ke rumah. Setelah panjang lebar bercerita, tentang kesibukan masing -- masing, penulispun bercerita perihal omongan penulis dengan Bupati. Teman lalu berkomentar, oo makanya Bupati minta agar bapak ditarik ke Kanwil. Tetapi akhirnya Bupati menyadari kalau ada seseorang yang mengompori beliau, dan sekarang orangnya sudah meninggal, lanjut teman. Sayangnya Bupati baru tahu, setelah bapak terlanjur ditarik ke Kanwil, kata teman.
Hari -- hari selanjutnya, penulis berkantor di Kanwil Perindustrian mengendarai sepeda motor bebek. Karena memang belum mempunyai mobil pribadi. Di Kanwilpun tidak ada mobil dinas, untuk Kepala Bidang IHPK. Sebagai kendaraan dinas Kepala Bidang IHPK, berupa sepeda motor. Tetapi ke Kantor setiap hari naik sepeda motor pribadi, yang penulis bawa dari Semarang.
Para Kasie dilingkungan IHPK penulis kumpulkan, lalu penulis tanya siapa yang belum mempunyai sepeda motor? Semuanya menjawab, sudah punya sepeda motor. Para Kasie menginformasikan kalau semua personil di Bidang IHPK sudah punya sepeda motor, kecuali 1 orang. Kalau begitu, tolong beliau diminta menemui saya, pinta penulis.
Setelah karyawan dimaksud menghadap, penulis bertanya apakah benar saudara belum mempunyai sepeda motor? dijawab, benar pak. Â Kalau begitu, tolong sepeda motor dinas Kepala Bidang IHPK dibawa. Dengan syarat, saudara harus siap antar jemput bapak kapanpun, dan dimanapun bapak ditugaskan. Siap katanya. Antar jemput berlangsung sekitar 3 bulan. Kebetulan salah seorang staf Bidang IHPK, mau pindah ke Bandung. Beliau menawarkan, agar penulis membeli mobil Charage 1982 miliknya. Singkat ceritanya, penulis membeli mobil itu dengan diangsur 2 kali.
Tugas di Bidang IHPK, tentunya tidak 100% harus menguasai hal -- hal teknik industri. Namun demikian untuk dapat membuat suatu kebijakan, akan lebih baik bila didukung dengan kemampuan teknik teknologi tentang industri. Karena itu, untuk meningkatkan kemampuan teknik teknologi staf bidang IHPK, dalam periode waktu tertentu penulis adakan pertemuan seluruh staf Bidang IHPK.
Pada kesempatan ini penulis mengatakan, mengapa orang agaknya sulit  untuk menghargai orang lain.  Pasalnya, penulis melihat kertas yang tertempel dipintu Ruang Bidang IHPK. Kertas tadi bertuliskan "Harap pintu ditutup kembali". Bukankah tulisan ini bernada perintah? Jelas penulis kepada teman - teman. Bagaimana kalau tulisan tadi, kita ganti dengan tulisan yang bernada menghormati orang lain. Misal "Terima kasih telah menutup pintu kembali", sambung penulis. Esok harinya, penulis melihat tempelan kertas dipintu Bidang IHPK telah diganti. Siapa yang membuat dan menggantinya, penulispun tidak tahu.
Contoh lain yang menunjukkan, betapa sulitnya seseorang menghargai orang lain. Sering kita melihat tayangan dimedia Televisi, perihal pajak misalnya. Dalam tayangan tersebut, dikatakan "Hari gini belum bayar pajak? Â Apa kata dunia?". Orang sudah membayar pajak, bukannya diapresiasi tetapi malah disindir. Nampaknya akan lebih santun bila dikatakan, terima kasih telah membayar pajak tepat pada waktunya.
Ada lagi satu contoh, yang lebih tidak menghargai orang lain. Di  SPBU kita dapat melihat kejadian nyata, seseorang mau mengisi bahan bakar apapun jenisnya. Dengan kemajuan teknologi saat ini, si pengendara tidak perlu turun membukakan tutup tengki bahan bakar kendaraannya.  Sudah barang tentu si petugas SPBU yang membuka tutup tengkinya lalu mengisi dengan jenis, dan volume bahan bakar sesuai permintaan si pengendara.Â
Usai pengisian bahan bakar si petugas menutup tengki kembali, lalu mendekati pengendara untuk mengambil uangnya. Pengendara memberikan uangnya dengan membuka kaca jendela sedikit hanya cukup untuk menyodorkan uangnya, langsung pergi. Apalagi mengucapkan terima kasih, kepada petugas SPBU.
Suatu saat anak angkat laki - laki ketiga ke rumah, setelah mendengar cerita penulis tadi dia membenarkan dan mengatakan pernah melihat kejadian serupa. Dia mengatakan, setelah kendaraan pergi si anak mendekati petugas untuk mengisi bahan bakar kendaraannya, sambil berkata "mbak lain kali tidak usah dilayani orang seperti itu". Si petugas SPBU menjawab sebenarnya ia pak, tetapi saya hanya sebatas karyawan. Kalau tidak melayani tentu saya dimarahi atau bisa -- bisa saya malah dipecat oleh pemilik SPBU, walau hati saya juga tidak sreeeg dalam melayaninya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H