Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Balai Penelitian Kimia Semarang Jawa Tengah, kemudian pada tahun 1987 penulis pindah tugas ke Kantor Wilayah Departemen Perindustrian Propinsi Lampung. Meskipun sama -- sama dibawah naungan Departemen Perindustrian RI, namun Balai Penelitian Kimia Semarang berada langsung dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Departemen Perindustrian.
Mengawali tugas di Lampung, penulis ditempatkan di Bidang Bina Program tepatnya dipercaya sebagai Kepala Seksi Program Sektoral dan Kerjasama, pada Kanwil Departemen Perindustrian Propinsi Lampung. Karena kesibukan Kepala Bidang Bina Program, penulis ditugasi untuk menggantikan beliau memberikan materi motivasi dalam acara pembekalan Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan ( SP3 ) yang diselenggarakan oleh Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Lampung. Sesuai jadual, penulis hadir dan memberikan materi motivasi.
Dalam penugasan SP3 selanjutnya ada 1 orang yang sering berkunjung, dan berkonsultasi kepada penulis, Syukri Wahud, SE. namanya. Beliau adalah seorang Sarjana Ekonomi lulusan Universitas Syah Kuala, Aceh. Penempatan SP3 di desa - desa, lokasinya jauh dari kota Bandar Lampung.Â
Penulis menyarankan kepada mas Syukri agar makan, dan bermalam dirumah penulis saja bila sedang berkonsultasi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi. Saran dilaksanakan, dan mas Syukri menganggap penulis sekeluarga sebagai pengganti orang tuanya di rantau. Jadi mas Syukri Wahud, SE. inilah yang merupakan anak angkat laki -- laki pertama dikeluarga penulis.
Suatu sore istri berkata, pa tadi mas Syukri kesini. Mas Syukri bilang, apa boleh mengajak pacarnya main ke sini untuk berkenalan. Lalu mama bilang apa? Kata penulis. Ya boleh, tegas istri kepada mas Syukri. Lain waktu mas Syukri datang ke rumah bersama pacarnya, untuk dikenalkan kepada penulis sekeluarga. Pacarnya  juga berasal dari Aceh. Mas Syukri mengatakan kepada pacarnya, bahwa penulis sekeluarga sudah dianggap seperti orang tuanya sendiri di rantau.
Lama tidak datang ke rumah, karena mas Syukri berdomisili di desa. Ketika datang ke rumah berdua memberi kabar, eeeeee tak tahunya beliau berdua sudah menikah. Alhamdulillah. Penulis sekeluarga berucap syukur kehadirat Allah, Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, telah dapat mengantarkan mas Syukri menjadi nahkoda dalam bahtera rumah tangganya.Â
Saat berkunjung kerumah, istri mas Syukri membawa gantungan kunci khas Aceh. Istri lalu bertanya, dari mana gantungan kunci ini mbak? Dari buatan saya sendiri bu, karena kami sekeluarga di Aceh memang perajin sulam benang, jawab istri mas Syukri. Jadi mbak Syukri, bisa membuat sulam benang? Bisa, jawabnya.
Penulis dan istri lalu berembug perihal mesin jahit yang ada di rumah, agar mbak Syukri dapat mengawali kerajinan sulam benang di Lampung. Dari hasil rembugan ini akhirnya diputuskan, agar mesin jahit yang ada di rumah ini diberikan kepada mbak Syukri. Sesungguhnya mesin jahit butterfly ini dibeli baru, saat kami menikah dulu ( 1975 ).Â
Tetapi karena istri memang tidak hobi menjahit, akhirnya mesin jahit baru yang tadinya berfungsi normal menjadi tidak dapat berputar rodanya, karena berkarat. Kemudian istri berkata, kalau memang mbak Syukri bisa membuat sulam benang, silahkan mesin jahit ini dibawa pulang nanti.Tetapi ibu minta maaf, mesin jahit ini harus diservis terlebih dahulu agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Mas Syukri dan istrinya merasa senang, mendapat hadiah mesin jahit ini. Kemudian berucap terima kasih, sambil berkata kalau mbak Syukri sudah terbiasa membetulkan mesin jahit sendiri. Sebagai tempat tinggal keluarga belia ini, menempati rumah geribik di komplek Balai Informasi Pertanian di Masgar Tegineneng Lampung Selatan, seizin Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Lampung waktu itu.
Untuk memacu tumbuh dan berkembangnya industri sulam benang di Lampung Selatan, Kandep / Dinas Perindustrian mengadakan pelatihan sulam benang. Mbak Syukri penulis tugasi sebagai instrukturnya, dalam pelatihan yang dilaksanakan selama 2 minggu. Menjelang pelatihan berakhir mbak Syukri ditanya, honornya mau diberikan dalam bentuk apa? Untuk kali pertama, mbak Syukri minta diberikan dalam bentuk mesin jahit.
Ditempat tinggalnya yang berupa rumah geribig bambu tadi, beliau melatih anak -- anak disekitarnya. Peserta pelatihan diminta membawa mesin jahit sendiri, syukur mesin jahit yang masih berfungsi baik. Kalaupun sudah tidak berfungsi, tetap bisa dibawa. Setelah diperbaiki dan berfungsi kembali, dapat dipergunakan untuk latihan pemiliknya.Â
Selama pelatihan sulam benang sampai terampil, peserta pelatihan tidak dipungut biaya. Malah kepada anak -- anak yang sudah terampil membuat sulam benang diberi garapan, dan akhirnya mendapat uang lelah dari hasil sulam benang yang dibuatnya.Â
Penulis pernah mengadakan uji coba, dengan membelikan 3 buah mesin jahit, agar dipakai oleh 3 orang anak yang sudah terampil. Dari hasil garapannya, sebagian disisihkan untuk mengangsur selama 1 tahun tanpa bunga. Setelah dapat melunasi, mesin jahit menjadi hak sepenuhnya si pemakai. Pada saatnya mbak Syukri melaporkan bahwa ke 3 orang anak sudah dapat melunasi mesin jahit, hanya dengan 10 kali angsuran atau 10 bulan saja.
Untuk membantu pengembangan dan pemasaran produk sulam benangnya, tak jarang mbak Sam dilibatkan dalam kegiatan pameran. Demikian seterusnya akhirnya tahun berganti tahun, yang tadinya berawal dari 1 mesin jahit yang sudah tidak berfungsi, saat ini sudah berkembang menjadi sentra sulam bordir, dengan nama Sam Bordir. Mas Syukri dan istri berkata kepada penulis, pak kapanpun dan dimanapun bapak bertugas, bila bapak meminta kami untuk mengadakan pelatihan, kami siap melaksanakannya, tegas beliau berdua.Â
Dengan keberhasilan mas Syukri bersama istri, Â penulis dapat mengadakan pelatihan sulam benang selama 2 minggu, secara mandiri di Kecamatan Braja Selebah, Lampung Timur. Kepala Desa penulis tugasi mempersiapkan peserta, dengan syarat membawa mesin jahit sendiri. Menyediakan tempat pelatihan dan tempat menginap, serta makan instruktur.
Para peserta, makan siang dirumah masing -- masing. Bahan baku dan instruktur dari Sam Bordir, namun yang memberi honor instrukturnya penulis pribadi. Hasil sulam benang yang sudah punya nilai jual, ditampung Sam Bordir. Demikian tadi, sekilas teknik pelaksanaan pelatihan mandiri.
Allah berkehandak lain, saat -- saat berkembangnya Sam Bordir yang ketika itu telah memiliki bagunan permanen sebagai tempat kerja dengan mesin bordir sekitar 60 buah, dan sejumlah mesin jahit, serta kendaraan roda 4; Sekitar 6 tahun yang lalu mas Syukri dipanggil menghadap Allah Tuhan Yang Maha Suci, meninggalkan seorang istri dengan 3 orang anak. Usahanya sampai saat ini ( 2013 ) bertambah maju dan berkembang, dikelola oleh mbak Samsidar yang tidak lain adalah istri mas Syukri almarhum.
Pola pembinaan seperti ini, tidak hanya penulis lakukan dengan Sam Bordir saja? Tetapi pola yang sama penulis lakukan kepada perajin Bordir di Talang Padang. Hanya bordir yang dikembangkan pak Talib, merupakan produk khusus. Yaitu kain penutup keranda, beserta payungnya, disamping kaligrafi. Tak jarang pula, beliau ini kami ajak untuk mengikuti pameran, guna membantu mempromosikan produknya kepada masyarakat luas.
Dengan keberhasilan pak Talib bersama istri,  kami dapat mengadakan pelatihan bordir  kain tutup keranda selama 2 minggu, secara mandiri di Desa Penengahan, Kecamatan Kedondong. Kepala Desa aku tugasi mempersiapkan peserta, dengan syarat membawa mesin jahit sendiri. Menyediakan tempat pelatihan dan tempat menginap, serta makan instruktur.
Para peserta makan siang, dirumah masing -- masing. Bahan baku dan instruktur dari pak Talib. Hasil bordir yang sudah punya nilai jual, ditampung pak Talib. Ternyata masyarakat juga tergerak untuk membekali dirinya dengan keterampilan, secara mandiri.
Tentunya masih banyak pelatihan lainnya yang bukan bordir dan dibanyak desa, yang tidak dapat penulis sajikan semuanya dalam tulisan ini. Ini hanya sebagai gambaran, bahwa sesungguhnya masyarakat dapat berbuat atas kemampuan sendiri, untuk membekali dirinya dengan keterampilan dalam upaya memperbaiki status sosial ekonominya, asalkan ada yang menggerakkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H