“Nah itu, makanya saya lebih memilih melewati proses ke arah sana pelan-pelan daripada sibuk sana-sini ikut pelatihan.”
“Tapi, kalau ikut pelatihan kan bisa menambah wawasan dan semangat, Bang.”
“Bener, mbak. Cuma malangnya kan, biasanya semangat yang lahir dari pelatihan hanya bertahan tiga atau empat minggu saja, toh? Setelah itu kembali lagi, menulis hanya mengandalkan mood doang.”
Saya meneruskan, “Semangat menulis itu datang dari diri sendiri, seharusnya. Agar bisa bertahan lama dan tidak mudah hilang. Agar tidak angin-anginan. Agar tidak hangat-hangat taik ayam.”
“Itu dia, Bang. Tadi saya nanya apakah Bang Syaiha akan membuka kelas menulis online atau tidak, salah satu tujuannya itu. Saya ingin tahu mengapa Bang Syaiha bisa menulis setiap hari tanpa henti? Saya ingin bisa ketularan demikian, agar bisa menghasilkan sebuah catatan setiap hari juga.”
“Kalau cuma pengen tahu itu doang, mah, nggak perlu buka kelas menulis online segala.”
“Kan sekalian agar bisa belajar dan berdiskusi tentang kepenulisan, Bang. Oh iya, Bang, jadi apa rahasianya agar bisa menulis setiap hari dan menjaga semangat dalam diri sendiri?”
“Entah, saya tidak tahu.”
“Ah, masa nggak tahu. Nggak usah pelit-pelit deh, Bang.”
“Iya, mbak, saya benar-benar tidak tahu apa sebabnya saya bisa menulis setiap hari. Saya hanya merasa bahagia saja setiap kali berhasil menulis dan mempostingnya di blog atau fanpage saya.”
“Itu doang, Bang?”