Pertama, saya menganalogikan bahwa pernikahan itu seperti mawar, indah memang, tapi ia berduri. Maka berhati-hatilah menjalaninya. Mengharapkan pernikahan yang lancar dan mulus-mulus saja, itu ibarat menunggu pohon kelapa berbuah pisang. Tidak mungkin!
Pada sebuah pernikahan, akan ada cobaan dan rintangan. Ada aral melintang. Dan ketika ia datang, maka cobalah untuk melihat dari dua sisi. Dari sudut pandang pribadi dan sudut pandang suami.
Dia mungkin terlihat berubah, tapi tidak kah kalian berpikir bahwa boleh jadi dia berubah karena kalian pun telah berubah? Di matanya dulu, kalian mungkin cantik sekali, tapi sekarang, ketika setahun dua tahun pernikahan terlewati, saat kalian terlihat abai mengurusi diri, suami akhirnya menilai kalian tak cantik lagi, atau sebagainya.
Cobalah untuk melihat semua kejadian dalam rumah tangga dengan dua sudut pandang, biar adil dan tidak timpang.
Kedua, jika ternyata kalian merasa yakin sudah maksimal berbuat yang terbaik dan suami tetap begitu, maka perhatikan hal ini baik-baik, bahwa pacaran dan pernikahan itu tak sama. Dua hal ini jauh sekali bedanya. Yang satu dosa dan dilarang, satunya lagi dianjurkan dan berpahala jika sudah siap dan matang.
Bahkan, salah seorang kawan pernah berkata begini, “Orang pacaran itu sama seperti sales sebuah barang. Demi meningkatkan penjualan, mereka akan mati-matian bilang ini dan itu tentang kebaikan dan keunggulan barang dagangan, bukan? Tidak sekalipun ia akan menceritakan kebukuran dan kekurangannya.”
“Nah, pacaran juga demikian. Pelakunya, pasti akan menunjukkan yang baik-baik saja kepada pacarnya. Ketika Shubuh, dia ambil ponsel dan menelpon, ‘Sayang, sudah pagi. Jangan lupa shalat yaa..’ itu manis sekali, kan. Tapi setelah itu, yang dilakukan kemudian malah tidur lagi. Pacarnya tidak tahu, kalau ternyata lelakinya menelpon dalam keadaan setengah sadar dan masih dalam selimut. Yang ada di bayangannya adalah, ‘Subhanallah, calon suamiku sholih sekali..’”
“Ketika pacaran, mereka tidak hidup bersama. Maka mustahil sekali bisa saling mengenal satu sama lain. Tak peduli seberapa lama pacarannya, jangan harap bisa saling mengenal sempurna. Justru sebaliknya, karena semakin lama pacaran itulah kalian akan merasakan kekecewaan yang dalam ketika menikah, mendapati pasangan kalian jauh sekali berbeda.”
Ketiga, tidak ada yang salah dengan suamimu, Bunga. Ya, tidak ada yang salah. Sudah dari sononya, sebagian besar laki-laki tak bisa mengingat hal detail. Lupa tanggal lahir kalian dan anak-anak, lupa tanggal pernikahan, lupa ini dan itu, banyak sekali.
“Tapi waktu masih pacaran dia selalu ingat, loh, Bang?”
Ya iyalah, ketika pacaran kan dia benar-benar ingin membuatmu terkesan, benar-benar ingin agar kalian tak lari dan menjauh. Sama seperti sales tadi. Bedanya, ketika sudah menikah, kalian sudah benar-benar terikat, sehingga dia tak merasa perlu lagi melakukan ini dan itu.