Metro adalah sebuah kota kecil, sekitar 60 km di Utara Tanjungkarang, Bandar Lampung. Kota ini dulunya adalah ibukota Kabupaten Lampung Tengah. Seiring dengan tuntutan pemekaran daerah, maka kota ini berkembang menjadi sebuah Kota. Di kota inilah penulis dilahirkan, tepatnya di Desa Iringmulyo atau Bedeng 15 A, Metro, Lampung, pada tanggal 09 September 1948. Sejak Sekolah Rakyat ( sekarang Sekolah Dasar ) sampai dengan Sekolah Menengah Atas, penulis tempuh di kota kelahiran penulis ini.Â
Karena setelah lulus Sekolah Menengah Atas, penulis bertekat akan melanjutkan studi ke Yogyakarta, bapak selalu berpesan dan mewanti -- wanti penulis sebagai berikut: Lhe  mbesuk yen kowe kepingin ngrasuk ilmu kebatinan ojo meguru karo wong liyo, mergo guru kang sejati iku dumunung ono ing awakmu dewe. Golek ono seko pucuk rambut, tumeko ing pucuk driji sikilmu insya-Allah bakal ketemu.Â
Bahasa Indonesianya: Nak, besuk kalau kamu ingin membekali diri dengan ilmu kebatinan, jangan berguru kepada orang lain, karena sesungguhnya guru yang sejati itu terdapat dalam dirimu sendiri. Carilah dari pucuk rambut, hingga pucuk jari kakimu, insya-Allah bakal ketemu. Meski tidak diberi tahu cara mencarinya, penulis tetap menyatakan siap.
Allah telah mengatur segalanya, meskipun bapak tidak memberi tahu cara menemukan guru yang sejati, tanpa penulis duga sebelumnya justru mendapat bekal laku atau cara pengamalan pondasi dari om, Moertidjo namanya, saudara dari ibu yang baru penulis temukan.Â
Laku atau cara pengamalan pondasi tersebut, tidak lain adalah cara yang harus penulis tempuh untuk membekali batiniyah, dan yang harus penulis pelajari sendiri berdasarkan Al Qur'an dan hadits, karena penulis penganut Islam.Â
Ternyata laku pondasi ini adalah cara untuk mengenal diri sejatinya penulis sendiri khususnya, atau diri sejatinya manusia pada umumnya. Dan secara langsung dapat dikatakan sebagai laku atau cara melaksanakan sabda nabi, "kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu", yang dalam bahasa Arab nya "man arofa nafsahu faqad arofa robbahu".
Mudah -- mudahan dengan berbekal pondasi kokoh yang telah dipersiapkan, penulis dapat membangun si'ar Islam diatasnya, demi terwujudnya insan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, amiin. Karena pada hakekatnya, agama apapun agamanya adalah untuk membangun manusia menjadi insan yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur.
Mudah -- mudahan dari studi yang penulis tempuh hingga Perguruan Tinggi guna membekali diri (lahiriyah), dengan keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi ini, dapat bermanfaat bagi masyarakat. Dengan bekal ini mudah - mudahan penulis akan dapat turut berperan serta, bersama pemerintah dan seluruh komponen bangsa lainnya, mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.Â
Sedangkan di sisi batiniyah mudah -- mudahan terbangun  kendali diri, berupa akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Dengan demikian insya-Allah penulis dapat memelihara keseimbangan kebutuhan lahiriyah, dan kebutuhan batiniyah dalam diri penulis.                           Â
Dipertengahan tahun 1973, penulis mendapat surat dari Lampung. Mengabarkan kalau adik yang no 4 Â ( laki -- laki ), tidak sekolah lagi karena dikeluarkan pihak Sekolah, atas permintaan bapak. Penulis lalu memutuskan, untuk mengajaknya ke Yogyakarta. Singkat ceritanya, adik laki - laki satu - satunya ini sudah berkumpul di Yogyakarta. Â
Untuk membekali adik yang jauh dari orang tua ini, penulis berusaha menularkan laku penulis dalam membangun pondasi diri. Melalui media kisah pewayangan yang penulis sampaikan kepada adik, diantaranya cerita Begawan Dwi Hasto. Dalam cerita ini dikisahkan, sebagai wahana dalam membentuk sifat, dan karakter seorang kesatriya.Â