Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghindari Berpikir Lompat Waktu (2)

29 September 2018   21:58 Diperbarui: 29 September 2018   22:28 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kebiasaan mengumpat dan mencela seseorang sebagaimana diuraikan dalam artikel terdahulu, tampaknya merupakan suatu perbuatan yang mengasyikkan dan memuaskan bagi pelakunya. Dan bahkan bagi yang sudah membudaya, tidak lengkap rasanya hidup ini bila dalam periode waktu sejak bangun tidur hingga tidur lagi dalam satu hari, tidak mengumpat dan atau tidak mencela pihak lain. Padahal Tuhan telah memberi petunjuk bahwa perbuatan mengumpat dan mencela itu, merupakan perbuatan yang tidak baik bagi dirinya sendiri. Surat Al Humazah ayat 1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. 

Mengapa demikian? Karena memang sudah menjadi tekad iblis, setan dan sebangsanya, untuk menjerumuskan manusia kelembah sesat. Maka dilakukan bujukan dan rayuan atau dorongan - dorongan dengan berbagai daya dan upaya, serta dari segala lini kehidupan agar manusia yang rendah kadar ketaqwaannya, memandang perbuatan maksiat di muka bumi, tampak indah dan bergemerlapan bak fatamorgana di padang pasir. Oleh karena itu, sebagai pemeluk agama apapun agamanya, hendaklah berusaha keras dan gigih untuk meningkatkan kadar ketaqwaan, demi mengendalikan hawa nafsu yang berkiprah atas kendali iblis, setan dan sebangsanya tadi. Memang usaha ini sangat berat, mengingat godaan iblis, setan dan sebangsanya, yang tidak lain merupakan musuh manusia yang senyatanya.  Surat Al Hijr ayat 39. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. 

Lalu siapa yang dapat merubah kebiasaan tersebut, agar seseorang terhindar dari kecelakaan dihadapan Tuhan? Pemuka agama? Bukan. Penyampai Risalah? Bukan. Ustadz? Bukan. Ulama? Bukan. Kiai? Bukan. Nabi? Juga bukan. Kalau begitu Tuhan? Sama sekali bukan. Yang dapat merubah tidak lain adalah manusianya sendiri, dan Tuhan tinggal mengabulkan upaya manusia tersebut. Surat Ar Ra'd ayat 11. Bagi manusia ada malaikat - malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Jadi sudah jelas, siapa yang dapat merubah kebiasaan mengumpat, mencela dan atau kebiasaan buruk apapun yang terdapat dalam diri seseorang? Tidak lain adalah diri orang itu sendiri, karena telah difirmankan Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.  Caranya, dengan niat yang paling dalam ( bukan hanya dibibir ) dan tekad kuat mau merubah kebiasaan yang ada dalam diri sendiri; Tuhan tinggal meridho'i atau tinggal menyetujui / mengabulkan atau istilah kekiniannya Tuhan tinggal ketok palu saja. Insya-Allah, hilanglah kebiasaan -- kebiasaan buruk yang telah membudaya dalam diri seseorang tersebut.

Sebagai ilustrasi, berikut kisah nyata penulis secara singkat. Mulanya penulis bukan perokok, tetapi akibat pengaruh teman kos saat kuliah di Yogyakarta, maka jadilah penulis seorang perokok. Mulanya setiap makan siang dia datang dan berkata, kalau habis makan terus merokok itu rasanya nikmat betul. Sini minta uangnya nanti kubelikan rokok 2 batang, satu untuk kamu dan satunya lagi untuk saya yang membelikan, katanya. Mulanya biasa -- biasa saja, tidak ditanggapi serius. Tetapi karena setiap habis makan, teman selalu datang dan berkata hal yang sama, lama -- lama merasa tidak enak juga dan memberinya uang untuk membeli rokok 2 batang.

Karena kejadian tersebut berlangsung setiap hari, lama kelamaan menjadi kebiasaan akhirnya jadilah penulis seorang perokok dan cukup serius, sehingga dalam satu hari menghabiskan rokok kretek 2 bungkus. Tetapi bila ditanyakan, apa sih enaknya merokok. Penulis hanya menjawab tidak tahu apa enaknya merokok, yang penting habis makan harus merokok. Kalau sehabis makan tidak merokok, sepertinya ada sesuatu yang kurang. Hanya itu saja yang dapat dirasakan, artinya secara psikhis ( kejiwaan ) penulis telah tergantung dengan rokok. Analog dengan hal tersebut, adalah kebiasaan mengumpat, mencela dan kebiasaan buruk lainnya. Bila ditanyakan kepada pelaku apa sih nikmatnya mengumpat, mencela dan atau melakukan kebiasaan buruk lainnya itu? Jawabannya paling banter, puas dan bangga dapat mengumpat, mencela dan atau melakukan kebiasaan buruk lainnya kepada pihak lain.

Kebiasaan - kebiasaan tersebut tentunya akan terus mengikuti, manakala seseorang tidak menyadari dan melakukan langkah tindak untuk menghentikannya. Memang berat untuk menghentikannya, mengingat musuh yang harus diperangiadadidalam diri sendiri, berupa hawa nafsu yang berkiprah atas kendali iblis, setan dan sebangsanya. Tetapi seberat apapun godaan iblis, setan dan sebangsanya itu, harus dihadapi demi terpeliharanya kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati orang itu sendiri. Karena itu Tuhan berfirman untuk melakukan jihad, demi terselamatkannya kesucian dirinya sendiri. Surat Al 'Ankabuut ayau 6. Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Bagaimana cara menghadapi atau melakukan jihadnya? Sebagai illustrasi dan gambaran nyata, berikut cara yang penulis lakukan untuk menghentikan kebiasaan merokok. Saat itu, penulis sedang mengikuti penataran SEPALA ( Sekolah Pimpinan Administrasi Lanjutan ) di Yogyakarta. Selama penataran, bukannya berkurang merokoknya tetapi malah sebaliknya. Karena bisa dikatakan setiap malam melembur mengerjakan tugas, diselingi dengan bermain gaple dengan sesama peserta penataran. Dalam keadaan begini malam-malam kehabisan rokok, tegesan ( puntung rokok ) diambil dan dirokok kembali. Tidak hanya itu, kalau puntung -- puntung rokok sudah tidak ada, ada teman yang membawa tembakau, penulis juga ikut melinting tembakau menjadi rokok dan dirokok. Maklum dalam kondisi seperti ini, rokokpun menjadi milik bersama.

Sehari sebelum penataran berakhir, penulis masih merokok seperti biasa. Malam hari menjelang penutupan penataran, dalam bungkus rokok kretek isi 12 masih tersisa 2 batang. Malam itu juga penulis berniat dalam hati karena Allah, setelah ini tidak akan merokok lagi, sambil meletakkan bungkus rokok yang masih berisi 2 batang bersama korek apinya. Rokok penulis berikan kepada teman, dan sejak saat itu berhenti merokok sampai sekarang diusia 70 tahun, meski pernah diselingi merokok sekali tetapi tidak lama. Hal yang sama, penulis lakukan untuk menghentikan kebiasaan mengumpat. Puji syukur penulis sanjung agungkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat niat tulus, Tuhan mengabulkan penulis menghentikan kebiasaan - kebiasaan buruk tersebut.

Sekilas cerita nyata tadi, merupakan cara menghentikan kebiasaan -- kebiasaan buruk yang ada dalam diri penulis, dan penulis yakin para pembaca budiman juga mempunyai cara yang jitu untuk menghentikan kebiasaan buruk yang ada dalam dirinya. Seberat apapun godaan tadi, harus dilawan demi terpeliharanya diri seseorang dari kebiasaan buruk. Bila hal ini dapat dilakukan dan berhasil, insya-Allah Tuhan memasukkan orang dimaksud kedalam kelompok orang yang dapat memelihara rohani atau batiniyahnya dari kebiasaan buruk.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Tuhan selalu memelihara kesehatan dan kebugaran jasmani dan rohani manusia? Karena hakekat manusia diciptakan, adalah sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Oleh karena itu perintah dan petunjuk-Nya telah diberikan, bahkan  sebelum manusia itu dilahirkan sebagai rambu - rambu agar sang khalifah dapat berkiprah dimuka bumi ini, sesuai dengan sifat dan kehendak Allah Tuhan Yang Maha Suci. Surat Al Baqarah ayat 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguh-nya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Surat Ar Ruum ayat 30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Bila seseorang ( apapun agama yang dianutnya ) telah dapat melaksanakan semua perintah dan petunjuk Tuhan, insya-Allah selamatlah orang dimaksud baik dunia maupun akheratnya, karena orang tersebut hanya akan berkiprah dimuka bumi, sesuai dengan sifat dan kehendak Allah Tuhan Yang Maha Suci.  Kepada orang yang telah mencapai tataran tersebut, sesuai dengan janji iblis, setan dan sebangsanya, mereka sudah tidak mempunyai keberanian, kesanggupan dan kemampuan untuk menggoda dan menjerumuskan manusia kelembah sesat ( istilah Jawanya, setan ora doyan, demit ora ndulit). Surat Al Hijr ayat 40. kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka. Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah s.w.t.

Dari kenyataan tersebut, hendaklah menjadikan seseorang sadar bahwa dengan melaksanakan semua perintah dan petunjuk Tuhan baik yang tertulis ( Al Qur'an / Kitab Suci ) maupun yang tidak tertulis ( Jagat Raya seisinya ) dalam keseharian, menjadikan iblis, setan dan sebangsanya, sudah tidak mempunyai keberanian, kesanggupan dan kemampuan untuk menggoda dan menjerumuskan orang ke lembah sesat. Jadi tidak dibalik, ada orang kesurupan baru di bacakan Al Qur'an. Ada orang sakit, baru dibacakan Al Qur'an. Ada orang mau meninggal, baru dibacakan Al Qur'an. Ada orang meninggal, baru dibacakan Al Qur'an.

CATATAN. SETAN ORA DOYAN, DEMIT ORA NDULIT; MANAKALA ORANG MELAKSANAKAN ATAU MENGAMALKANNYA; DAN BUKAN SEKEDAR HANYA MEMBACA PERINTAH DAN PETUNJUK TUHAN, BAIK YANG TERTULIS ( AL QUR'AN / KITAB SUCI ) MAUPUN YANG TIDAK TERTULIS                ( JAGAD RAYA SEISINYA ). Surat Al Qiyaamah ayat 16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Ayat 17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Ayat 18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. 

Kembali kepada judul artikel, Menghindari Berpikir Lompat Waktu. Dengan uraian tersebut mudah -- mudahan dapat memberikan asupan, untuk merubah pola pikir seseorang. Yang semula orang berpikir membaca dan mengaji Al Qur'an ( Kitab Suci ) hanya akan mendapat pahala atau ganjaran setelah meninggal, menjadi berpikir bahwa pahala atau ganjaran akan diterima saat ini juga. Apa wujud pahala atau ganjaran yang didapat? Tidak lain adalah kesehatan dan kebugaran jasmani dan rohani, demi terpeliharanya kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati seseorang yang mengimaninya.

Bila seseorang telah sampai pada tahap pengertian ini, artinya seseorang tadi telah dapat membanggakan Tuhan. Mengapa? Karena manusia yang pada hakekatnya adalah khalifah Tuhan dimuka bumi, telah mampu menjaga dan memelihara kesucian yang diamanatkan kepada dirinya. Surat An Anfaal ayat 27.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.

Artinya apa yang dilakukan orang tersebut bersifat hablumminallah, sehingga pahala yang didapatnya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, berupa kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati. Jadi bila seseorang tadi berhenti sampai disini, artinya orang tadi hanya berpikir untuk kegembiraan dan kebahagiaan bagi dirinya sendiri. Dia hanyalah seorang egois yang belum dapat berpikir apalagi berbuat agar dapat membuat Allah Tuhan Yang Maha Suci merasa bersuka cita dan bahagia, karena sang khalifah belum dapat melaksanakan misinya dimuka bumi ini.

Lalu bagaimana cara, agar dapat memberi rasa suka cita dan bahagia bagi Tuhan? Hendaklah selalu diingat bahwa ciptaan Tuhan, selalu dalam keadaan berpasangan atau seimbang atau harmonis. Ada siang, ada malam. Ada baik, ada buruk dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya. Demikian juga keadaan manusia, ada sifat baik dan ada sifat buruk. Tidak luput pula perihal perintah dan petunjuk Tuhan. Ada perintah dan petunjuk Tuhan bila diamalkan, akan mendapat pahala atau ganjaran saat ini juga, bila perbuatan tadi bersifat hablumminallah. Tetapi ada juga pahala atau ganjaran yang diterima dihari kemudian kelak, artinya setelah manusia meninggal dunia, bila perbuatan tersebut dapat membuat Tuhan merasa bersuka cita dan bahagia.   

Kalau apa yang telah diuraikan sebelumnya termasuk kategori hablumminallah, yang pahala dan sorganya hanya untuk dinikmati diri sendiri saat di dunia ini, lalu perbuatan yang bagaimana yang pahala dan sorganya merupakan tabungan untuk dinikmati di kelak kemudian hari? Dan bagaimana caranya? Caranya sih mudah diucapkan, tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan. Yaitu berupaya agar setiap  tingkah laku, perbuatan dan tutur kata seseorang dalam kesehariannya di dunia sekarang ini, dapat memberikan rasa suka cita dan bahagia kepada sesama dan atau pihak lain (hablumminannas).   

Mengapa dikatakan mudah diucapkan, tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan. Mari dikaji bersama, antara lain surat Al Baqarah ayat 263. Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan ( perasaan si penerima ). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Silahkan ayat tersebut dirasakan melalui rasa yang merasakan ( Jawa = roso pangroso ), dan jujur mengatakan kepada diri sendiri. Mudah bukan untuk mengucapkan atau mengatakannya? Sangat, sangat mudah. Lalu, bagaimana dengan pengamalannya, mudahkah? Tampaknya tidak semudah, seperti saat mengatakan atau mengucapkannya.

Perkataan yang baik. Hidup adalah karena kebiasaan. Jadi bagi seseorang yang telah terbiasa melontarkan perkataan atau ucapan tidak baik, misal mengumpat dan mencela pihak lain dalam kesehariannya, kalau tidak melakukan hal tersebut ada rasa tidak puas dan bangga. Tidak menghiraukan, apakah kata-kata atau ucapannya tadi menyenangkan atau menyakiti pihak lain.

Mestinya setiap orang membiasakan selalu menggunakan perkataan atau ucapan yang baik, manakala bertegur sapa dengan sesama manusia, apapun warna kulit, bahasa, suku bangsa, bangsa, status sosial ekonomi dan agamanya. Betapa elok, manakala setiap perkataan atau ucapan yang terlontar dari mulut seseorang itu dapat melegakan dan menyejukkan hati lawan bicaranya. Syukur bila setiap ungkapan kata yang terlontar dari mulut, sekaligus merupakan do'a bagi lawan bicaranya.

Hendaklah dibudayakan juga, sekiranya akan melontarkan perkataan atau ucapan, dirasakan melalui rasa yang merasakan ( Jawa = roso pangroso ) terlebih dahulu. Sekiranya perkataan yang dilontarkan akan dapat menyakiti hati orang atau pihak lain, tidak usah dikatakan/diucapkan. Mudah -- mudahan dengan perlakuan demikian, dapat membuat diri sendiri dan pihak lain merasa bersuka cita dan bahagia, walau hanya melalui ungkapan kata-kata yang terlontar saat bertegur sapa.

Pemberian maaf. Hendaklah dibiasakan atau dibudayakan, mengedepankan sifat pemaaf. Tidak beranggapan bahwa, saling memaafkan atas kesalahan seseorang hanya dapat dilakukan pada hari raya saja, sama sekali tidak. Pemberian atau permintaan maaf, dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun. Dilandasi rasa iklas lahir dan batin, bukan hanya sekedar basa basi dibibir belaka. Kata-kata bijak leluhur tanah Jawa mengatakan, rentenging koco biso ditembel, runtiking ati digowo mati. Yang arti harfiahnya, sakitnya badan dapat diobati, tetapi sakitnya hati dibawa mati. Bila pemberian maaf tersebut dapat dilaksanakan dengan tulus ikhlas, insya-Allah akan dapat memberikan rasa suka cita dan bahagia bagi para pihak yang memberi dan yang meminta maaf.

Dengan pembiasaan atau pembudayaan kedua hal tersebut, sama halnya dengan mendirikan shalat. Artinya manusia selalu ingat kepada Tuhan secara terus menerus tanpa terputus, baik dalam keadaan duduk, berdiri maupun berbaring. Ditandai dengan selalu mewujud -- nyatakan sifat -- sifat Allah Tuhan Yang Maha Suci dalam kesehariannya. Kedua bekal tersebut merupakan kekayaan batiniyah, jadi bila dinilai dari sisi materi atau nilai kebendaan tidak ada nilainya.  Tetapi bila ditilik dari hasil perbuatannya, sangat besar nilainya dan tidak dapat dinilai pula dengan nilai kebendaan. Karena pembiasaan ini akan menghasilkan kesucian diri, kesucian jiwa dan kesucian hati ( di akherat penilaiannya ).

Sedekah. Berbeda dengan pemberian sesuatu yang bernilai kebendaan seperti sedekah, baik berupa uang atau barang, kepada orang atau pihak lain. Manakala saat memberikan kepada seseorang, sedikit saja melukai hati si penerima, akan merugi 2 kali. Pertama, rugi karena barang dan atau sesuatu yang diberikan tidak kembali. Kedua, rugi karena atas apa yang telah diperbuat tidak mendapatkan manfaat apa -- apa bagi dirinya.

Hendaklah dibiasakan atau dibudayakan pula mempunyai rasa bangga dan bahagia, mana kala dapat memberikan sesuatu yang membuatorangataupihaklainbersukacitadanbahagia. Kapan saja dan dimana saja berada, tidak ditentukan waktu dan tempat khusus untuk berbuat. Tidak usah menunggu bulan ramadhan, alias setahun sekali baru berbuat. Bila orang dapat berbuat demikian, mudah -- mudahan perbuatan ini dapat membuat rasa suka cita dan bahagia bagi si pemberi, dan si penerima barang yang bernilai kebendaan tersebut.

Dari ketiga barang yang diberikan atau diterima seseorang tadi, 2 diantaranya yaitu perkataanbaik dan pemberianmaaf tidak lain adalah sebagian harta seseorang yang bersifat tan benda. Sedangkan yang satu berupa barang atau uang, merupakan harta seseorang yang bersifat kebendaan atau biasa disebut harta benda. Dari kedua jenis harta yang diberikan, baik harta tan benda dan atau harta bendalah, yang akan dapat menyertai kembalinya Sang Suci kesisi Yang Maha Suci; Bilamana saat memperlakukan kedua jenis harta tersebut dilakukan dengan tulus ikhlas, sehingga dapat memberikan rasa suka cita dan bahagia, bagi para pihak yaitu pihak pemberi dan pihak penerima.

Mengapa? Karena perbuatan yang memberikan rasa suka cita dan bahagia tadi, sesungguhnya tidak hanya dinikmati oleh para pihak saja, melainkan Dia bersama didalamnya. Sebagaimana tersirat dalam surat Al Mujaadilah ayat 7. Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka dimanapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Benarkah? Mari diganti kata-kata pembicaraan rahasia dan pembicaraan, dengan kata-kata rasa suka cita dan bahagia. Sudah barang tentu akan bermakna sebagai berikut: Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada RASA SUKA CITA dan BAHAGIA antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada ( RASA SUKA CITA dan BAHAGIA antara ) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) RASA SUKA CITA dan BAHAGIA antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahu kan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.  

Atas dasar hal tersebut, mari berupaya agar dalam keseharian setiap tingkah laku, perbuatan dan tutur kata seseorang, dapat memberikan rasa suka cita dan bahagia kepada sesama, tanpa membeda-bedakan: warna kulit dan bahasanya, suku bangsa dan bangsanya, status sosial ekonomi dan agamanya. Karena hal tersebut pada hakekatnya, juga memberikan rasa suka cita dan bahagia kepada Tuhan. Dengan demikian maka tuntaslah tugas seorang khalifah di muka bumi ini, bila telah dapat memberikan rasa bangga, suka cita dan bahagia kepada sang pemberi mandat yang tidak lain adalah Allah Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan rasa bangga, suka cita dan bahagia yang diterima Tuhan dari khalifahnya, sudah pasti Tuhan akan memberikan kepada sang khalifah sesuatu hal yang sama, bahkan berlipat dari yang diterima-Nya, begitulah janji Tuhan. Surat An Nissa' ayat 86. Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.

Surat Al Baqarah ayat 261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dari uraian penjelasan tersebut mudah-mudahan dapat dipahami dan dimengerti, sehingga seseorang akan mampu Menghindari Berpikir Lompat Waktu. Karena kenyataannya, yang dapat dan akan menyertai kembalinya kesisi Yang Maha Suci pada saatnya nanti, adalah hasil atau buah perbuatan orang tersebut dimuka bumi ini. Akhirnya kepada pembaca budiman, dimohon bersabar menunggu artikel berikutnya dengan judul, Menghindari Berpikir Melampaui Kuasa Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun