Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tatkala Fokus Kajian Berubah

19 Juli 2018   22:45 Diperbarui: 19 Juli 2018   23:06 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manakala seseorang membaca surat kabar tentunya mempunyai tujuan, paling tidak orang tersebut ingin mengetahui ada berita apa yang diwartakan dalam surat kabar dimaksud. 

Karena adalah suatu perbuatan sia - sia bila seseorang membaca surat kabar, tetapi tidak mengetahui berita apa yang diwartakan didalamnya. Analog atau sama dengan alur pikir tersebut maka kata bacalah atau ikrok, hendaklah dimaknai dengan membaca untuk memahami petunjuk dan perintah Allah Swt. ( Al Qur'an) yang terkandung didalamnya.

Jadi membaca atau ikrok tidak hanya dimaknai dengan membaca an sich ( thok ), lalu beranggapan yang penting membaca Al Qur'an dalam bahasa Arab-nya, tidak mengerti artinya tidak apa - apa toh mendapat pahala dan masuk surga. 

Pemahaman kental yang masih lekat seperti ini kiranya perlu diluruskan atau dikoreksi, agar anak - cucu tidak terjebak dengan budaya: kata orang, kata ustadz, kata ulama, dan akhirnya kata nenek moyang. Insya-Allah pelurusan atau koreksi akan terwujud, bila setiap penyampai risalah apapun sebutannya mampu mengedepankan sifat bisa merasa              ( bukan merasa bisa ) dan kejujuran, serta menurunkan gengsi.

Sebagai ilustrasi. Andaikan seseorang berkata, tolong anda baca  surat kabar harian X, tanggal 11 Juli 2018. Dengan serta merta pelaksanaannya dimaknai dengan, mempelajari bahasa Indonesia. 

Dimulai dari, belajar membaca dan menghafal, serta menulis alphabet atau abjad Indonesia, a, b, c, ...... z. Dilanjutkan dengan belajar merangkai huruf, misal. i + n + i  = ini; i + b + u = ibu; dan b + u + d + i  = budi. Terus ketiganya dirangkaikan berbunyi "ini ibu budi". Kalau mau jujur, bukankah ini pelajaran TK ( Taman Kanak -- Kanak ) di Indonesia?

Demikian seterusnya, sehingga akhirnya orang yang diperintah untuk membaca harian X tanggal 11 Juli 2018 itu, pandai membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia. Pertanyaannya. Apakah dengan pandai membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia, orang tadi lalu secara otomatis mengetahui informasi atau berita, yang diwartakan  dalam  harian X, tanggal 11 Juli 2018 dimaksud? Tidak. 

Mengapa? Karena fokus pelaksanaan orang tersebut, sudah berubah. Yang seharusnya  membaca agar mengetahui informasi atau berita, yang diwartakan dalam harian  X tanggal 11 Juli 2018; Berubah menjadi mempelajari, cara membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia.

Dan bisa jadi, orang tersebut malah tidak mengetahui isi berita harian X tanggal 11 Juli 2018, Mengapa? Karena untuk mempelajari sampai mahir, membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia, butuh waktu. 

Bisa satu minggu, satu bulan atau bahkan mungkin sampai satu tahun. Mari dibayangkan apa yang terjadi? Bisa -- bisa surat kabar yang harus dibaca tadi, malah sudah tidak diketahui dimana rimbanya, logis bukan? Dan ada yang lebih celaka lagi, apa itu? Belum sempat membaca, orangnya sudah mati duluan.

Kalau begitu, apakah orang tadi salah dan rugi? Tidak semuanya, salah dan rugi. Paling tidak, orang tadi sudah mendapat pahala atau ganjaran atas perbuatannya. Apa wujud pahala atau ganjaran, yang didapatnya? 

Pahala atau ganjaran atas perbuatannya, orang tadi lalu mengerti aksara, menulis dan pandai membaca dalam bahasa Indonesia. Atau dengan kata lain, yang tadinya termasuk kategori 3 buta, menjadi bebas 3 buta ( huruf, baca, tulis ) dalam bahasa Indonesia, alhamdulillah.

Salahnya, orang tersebut telah merubah fokus yang seharusnya. Dan ruginya, tertundanya orang tersebut, mengetahui informasi atau berita yang diwartakan dalam harian dimaksud. Atau malah tidak mengetahui sama sekali, karena surat kabarnya sudah tidak diketahui dimana rimbanya, atau bisa saja karena orangnya sudah mati duluan.

Lalu bagaimana, dengan yang selalu dikatakan orang selama ini. Yang mengatakan, membaca Al Qur'an dalam bahasa Arab-nya mendapat pahala, walau tidak mengerti artinya tidak apa -- apa? 

Mari dianalogikan atau dialur pikirkan sama, dengan ilustrasi tadi. Kita diperintah membaca Al Qur'an, kemudian ditindaklanjuti dengan "ngaji" yang pelaksanaannya dimaknai hanya dengan belajar, membaca, menulis dan menghafal alphabet atau abjad Arab: alif, bak, tak........................... yak. Dilanjutkan dengan belajar merangkai huruf, misal. alif jere i + nun jere ni = ini; alif jere i + bak domah bu  = ibu; bak domah bu + dal jere di = budi. Terus ketiganya dirangkaikan, berbunyi "ini ibu budi". Kalau mau jujur, apakah ini tidak sama dengan kita mendaftarkan diri sebagai murid TK ( Taman Kawak-Kawak = Taman Kakek - Kakek ) di Arab?

Demikian seterusnya, akhirnya orang yang diperintah untuk membaca Al Qur'an,  setelah mengaji lalu pandai membaca dan menulis dalam bahasa Arab. Pertanyaannya. Apakah dengan pandai membaca dan menulis dalam bahasa Arab, orang tadi lalu secara otomatis mengerti perintah dan petunjuk Allah dalam Al Qur'an? Tidak. 

Mengapa? Karena fokus yang dikaji atau yang dipelajari, oleh orang tersebut sudah berubah. Yang seharusnya membaca, dimaksudkan agar dapat memahami makna yang terkandung dalam Al Qur'an, dengan benar dan tepat. Berubah menjadi mempelajari, cara membaca dan menulis dalam bahasa Arab, agar mendapat pahala dan masuk surga.

Apakah dengan demikian, orang tadi salah dan rugi? Tentunya tidak semuanya salah dan rugi. Paling tidak orang tadi, sudah mendapat pahala atau ganjaran dari apa yang diperbuat. 

Apa wujud pahala atau ganjaran yang didapatnya? Wujud ganjaran atau pahala yang diterimanya: mengerti aksara, menulis dan pandai membaca dalam bahasa Arab. Yang semula termasuk kategori 3 buta, menjadi kategori  bebas 3 buta ( huruf, baca dan tulis ) dalam bahasa Arab, hanya sayangnya orang beranggapan pahala yang akan diterima berupa surga setelah mati. 

Salahnya, karena orang tersebut telah merubah fokus yang seharusnya. Dan ruginya, tertundanya memahami makna yang terkandung dalam Al Qur'an dengan benar dan tepat. Dan alangkah celakanya, kalau belum memahami perintah dan petunjuk Allah, sudah mati duluan.  

Meskipun tertunda, tetapi kalau setelah mengetahui akan kekeliruan selama ini; Kemudian dengan mengedepankan bisa merasa, kejujuran dan menurunkan gensi, lalu melakukan koreksi dan langkah tindak perbaikannya alhamdulillah, mumpung masih punya waktu. 

Tetapi kalau baru mengakui kekeliruan, saat menjelang ajal tiba ( yang datangnya tidak ada pemberitahuan sebelumnya ); Oohhh alangkah celakanya seseorang, karena sudah tidak ada waktu atau kesempatan lagi untuk memperbaikinya.

Hal yang perlu diingat ( Jawa = eling ) dan disadari, mendustakan ayat Allah itu sungguh sangat berat hukumannya. Surat Al Baqarah ayat 39. Adapun orang -- orang yang kafir dan mendustakan ayat -- ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.   

Mari dirasakan melalui roso pangroso. Termasuk mendustakan ayat Allah atau tidak, kalau kita diperintah untuk membaca ayat Allah ( Al Qur'an ), dengan harapan agar kita dapat memahami makna batiniyah yang terkandung didalamnya. 

Tetapi pelaksanaanya oleh sang guru atau ustadz atau atau ulama atau sang pemuka agama atau sang panutan atau apapun sebutannya, disampaikan hanya dengan mempelajari aksara, cara menulis dan membaca dalam bahasa Arab? Dan kita sebagai pengikut ceramah, jangan hanya berdasarkan atas siapa yang mengatakan, tetapi hendaklah memperhatikan apa yang dikatakan, siapapun orang yang mengatakannya.

Kecuali hal tersebut, mari dengan jujur kita koreksi mumpung masih punya waktu. Kita mempelajari bahasa Indonesia, yang menghasilkan kalimat "ini ibu budi". Lazim tidak dikatakan ngaji? 

Tidak bukan? Lalu bagaimana halnya, dengan mempelajari bahasa Arab. Yang sama - samamenghasilkan kalimat "ini ibu budi", kok dengan serta merta orang mengatakan ngaji? Sudah benar dan tepatkah, bila ngaji Al Qur'an hanya dimaknai dengan sekedar mempelajari cara membaca dan menulis Al Qur'an dalam bahasa Arab?

Hal yang perlu diingat. Seseorang yang pandai menulis dan membaca Al Qur'an dalam bahasa Arab, tidak berarti secara serta merta pula akan memahami makna yang terkandung dalam Al Qur'an. Benarkah? Benar! Begini cerita singkatnya. 

Pernah keluarga penulis, diikuti seorang pemuda keturunan Arab selama 3 bulan. Karena anak keturunan Arab, sudah jelas dan pasti pemuda tersebut sangat fasih membaca dan menulis dalam bahasa Arab.

Tetapi ketika penulis sodorkan sebuah ayat tertentu dalam Al Qur'an, diapun mengatakan kalau tidak memahami apa makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Benar bukan, bahwa pandai menulis dan membaca dalam bahasa Arab, dan bahkan seorang anak keturunan Arab sekalipun, bukan merupakan suatu jaminan seseorang akan dapat memahami makna batiniyah perintah dan petunjuk Allah atau Al Qur'an, secara otomatis. 

Dan sebagai simpulan akhir, bahwa pandai menulis dan membaca dalam bahasa Arab, bukan merupakan suatu jaminan seseorang secara otomatis akan memiliki akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Kenyataan membuktikan di bulan November 2017 yang lalu, beberapa Pangeran Arab Saudi ditahan karena terduga korupsi.

Sekarang mari kita ujikan kepada diri kita sendiri. Kita sudah termasuk orang Indonesia kategori bebas 3 buta, kemudian kita membaca surat An Nuur ayat 35 dalam bahasa Indonesia. Allah (Pemberi) cahaya ( kepada ) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. 

Pelita itu didalam kaca ( dan ) kaca itu seakan - akan bintang ( yang bercahaya ) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, ( yaitu ) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur ( sesuatu ) dan tidak pula disebelah barat ( nya ), yang minyaknya ( saja ) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya ( berlapis - lapis ), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan - perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Sebagai orang yang mahir dalam bahasa Indonesia, tentunya amat sangat mudah untuk membaca ayat tersebut bukan? Namun mari dengan mengedepankan bisa merasa dan kejujuran, serta menurunkan gengsi, kita jawab pertanyaan berikut. Sudah dapatkah kita menemukan makna yang terkandung dalam surat tersebut? Sekali lagi, tolong dijawab dengan jujur dan dirasakan melalui roso pangroso.

Tidak mudah menemukan maknanya bukan? Perlu dikaji dengan tenang dan seksama, serta dirasakan melalui roso pangroso. Mengingat perintah dan petunjuk Allah, tidak disampaikan dalam bentuk siap saji, tetapi umumnya disampaikan dalam bentuk perumpamaan, diantaranya dalam surat An Nuur ayat 35 tersebut sebelumnya, dan surat Al Ankabuut ayat 43. Dan perumpamaan -- perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang -- orang yang berilmu.  

Kepada teman - teman yang berprofesi sebagai penyampai risalah, apakah dengan sebutan: guru atau ustadz, penyampai risalah, kiai, ulama, pemuka agama dan atau sebutan lainnya. 

Hendaklah berhati -- hati, dalam melaksanakan tugas yang sesungguhnya mulia tersebut. Jangan sampai ada perintah dan petunjuk Allah yang disembunyikan atau didustakan, baik disengaja maupun tidak disengaja.

Surat Al Baqarah ayat 174. Sesungguhnya orang -- orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit ( murah ), mereka itu sebenarnya tidak memakan ( tidak menelan ) kedalam perutnya melainkan api, dan Allah  tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. Surat Al Baqarah ayat 38. Adapun orang -- orang yang kafir dan mendustakan ayat -- ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal didalamnya. 

Saudara -- saudaraku, sungguh amat berat sangsinya kepada orang -- orang yang mendustakan ayat Allah itu bukan? Dan bahkan sampai saat ini, sering kita mendengar para penceramah atau penyampai risalah mengatakan dengan sebutan bahasa Al Qur'an, dan bahkan mengatakan bahwa setiap 1 huruf Al Qur'an membawa 10 kebaikan. 

Sehubungan dengan hal tersebut, mari diluruskan atau dikoreksi agar ungkapan - ungkapan sejenis itu tidak terdengar lagi, agar tidak dikategorikan sebagai generasi pembius anak cucu dengan kata -- kata yang menjerumuskan atau menyesatkan.

Hendaklah kita selalu sadar dan ingat ( Jawa = eling ), akan bujuk rayu dan tipu daya iblis, setan dan sebangsanya. Karena mereka memang selalu berupaya keras, akan menjerumuskan manusia ke lembah sesat dan ke jurang kenistaan. Surat Al Hijr ayat 39. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,............................................ 

Senada dengan uraian tersebut adalah memaknai Islam dan Arab, hendaklah tidak dialihkan fokus pemahamannya. Mari sama -- sama kita simak, kenyataan yang sering kita lihat sebagai pengamalan atau pewujud - nyataan perintah dan petunjuk Allah di masyarakat dewasa ini. Tentunya dengan mengedepankan bisa merasa ( bukannya merasa bisa ),kejujuran dan menurunkan gengsi. 

Lalu melakukan koreksi dan langkah tindak atas pengamalan atau pewujud -- nyataan perintah dan  petunjuk Allah selama ini. Menuju kearah pengamalan atau pewujud -- nyataan yang benar dan tepat. Demi menggapai keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia, maupun di kelak kemudian.

Al Qur'an adalah petunjuk Allah, diantaranya difirmankan dalam surat Al Baqarah ayat 2.  Kitab ( Al Qur'an ) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Surat Luqman ayat 2. Inilah ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmat, surat Luqman ayat 3. menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan,... Dan masih banyak lagi, ayat-ayat yang menyatakan hal senada.

Mengapa wahyu Al Qur'an, diturunkan atau disampaikan dalam bahasa Arab? Namanya saja perintah dan petunjuk, sudah barang tentu harus disampaikan dalam bahasa kaum yang akan diberi perintah dan petunjuk. Agar dapat dimengerti dengan jelas dan dipahami, sehingga dapat dilaksanakan dengan benar dan tepat. Wahyu Al Qur'an, diturunkan ditanah Arab. Jadi agar wahyu tadi dimengerti dan dipahami oleh  kaum Arab, sudah barang tentu harus disampaikan dengan bahasa, tulisan dan budaya Arab.                                                                   

Surat Fushshilat ayat 44. Dan jikalau Kami jadikan Al Qur'an itu suatu bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan : Mengapa tidak dijelaskan ayat -- ayatnya? Apakah (patut Al Qur'an) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang -- orang yang beriman. Dan orang -- orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah  ( seperti ) orang -- orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.  Penulis ulangi penggalan kalimatnya, Apakah ( patut Al Qur'an ) dalam bahasa asing sedang ( rasul adalah orang ) Arab. 

Kalau memang masih kurang yakin, mari kita simak bersama surat Ibrahim ayat 4. Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Penulis ulangi penggalan kalimatnya, dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.   

Lalu bagaimana kita, sebagai penganut Islam yang bukan orang Arab? Bagi penganut Islam yang bukan orang Arab seperti kita, tentunya harus menterjemahkan perintah dan petunjuk Allah tersebut dari bahasa Arab kedalam bahasa kita sendiri Indonesia atau bahasa yang kita mengerti. Kemudian mengkaji perintah dan petunjuk-Nya dengan baik dan benar, agar dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari -- hari, sesuai dengan bahasa, tulisan dan budaya kita sendiri.

Jadi walau kita penganut Islam, ya tidak usah latah ikut -- ikutan pakai bahasa, tulisan dan budaya Arab. Karena orang Arab penganut agama Kristen, dalam kesehariannya tetap menggunakan bahasa, tulisan dan budaya Arab. Itu kalau kita mau memahami, menggunakan roso pangroso kita. Mari dicamkan hal tersebut dan mari kita tinggalkan ungkapan, tidak afdol bila Islam tidak dengan bahasa, tulisan dan budaya arab. 

Dengan cara ini mudah -- mudahan kita sebagai penganut Islam, tidak termasuk kedalam kelompok orang yang dibenci Allah. Mengapa bisa dibenci Allah? Karena kita selalu mengatakan atau mengucapkan, tetapi tidak mengerjakan apa yang dikatakan atau diucapkan. Apalagi mau melaksanakan, selagi yang dikatakan atau diucapkan saja tidak tahu artinya, karena dikatakan atau diucapkan dalam bahasa Arab.  Surat Ash Shaff ayat 3. Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa -- apa yang tiada kamu kerjakan. 

Selanjutnya, mari menentukan pilihan fokus kita masing -- masing. Apakah kita memfokuskan diri ingin menjadi orang Arab sejati, dengan konsekuensi segala sesuatunya dilaksanakan sesuai adat istiadat dan budaya Arab. Atau kita memfokuskan diri ingin menjadi orang Islam sejati, dengan konsekuensi segala sesuatunya dilaksanakan sesuai adat istiadat dan budaya kita, Indonesia. 

Karena apapun fokus yang dipilih, kita sendirilah yang akan mempertanggung jawabkan dihadapan Allah, dan bukan dihadapan penyampai risalah, apakah dengan sebutan: guru atau ustadz, kiai, ulama, pemuka agama dan atau sebutan lainnya. Kepada para pembaca budiman, dimohon bersabar menunggu artikel selanjutnya dengan judul Menghindari Berpikir Lompat Waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun