Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemenangan Paripurna (1)

9 Juli 2016   20:06 Diperbarui: 9 Juli 2016   20:23 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt.Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkah rahmat dan ridho-Nya,  kita umat Islam telah menunaikan ibadah puasa Ramadhan  selama 30 hari penuh. Dan Pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1437 H, bertepatan pada hari Rabu 6 Juli 2016. Sudah barang tentu disambut dengan rasa suka cita dan bahagia, bagi umat yang merayakannya.

Sudah menjadi kebiasaan, dalam menyambut rasa suka cita dan bahagia di hari kemenangan ini, diaktualisasikan dengan hal-hal yang serba. Serba enak atau lezat, kalau itu berupa makanan dan lain sebagainya. Serba baru kalau itu berupa pakaian dan lain – lain. 

Pemenuhan dengan hal – hal yang serba tadi, hakekatnya baru merupakan aktualisasi rasa suka cita dan bahagia bagi lahiriyah kita. Mari dengan jujur kita tanyakan kepada diri sendiri. Apakah rasa suka cita dan bahagia tadi, secara otomatis juga dirasakan oleh batiniyah atau Sang Suci atau Satriyo Piningit? Dalam uraian selanjutnya, hanya dengan sebutan Sang Suci.  

Kalau jawabannya sudah, alhamdulillah berarti telah dapat berlaku adil kepada diri sendiri. Selanjutnya kita sebar luaskan melalui pengaktualisasiannya kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata sehari - hari. Demi terbangunnya generasi penerus, yang berakhlak mulia dan berbudi luhur.

Tetapi kalau jawabannya belum, berarti kita belum dapat berlaku adil kepada diri sendiri, apalagi kepada orang atau pihak lain. Mari sama - sama kita uji, apakah kita sudah dapat berlaku adil terhadap diri sendiri atau belum.

Makanan Sehat Menyehatkan. Manusia terdiri dari 2 unsur besar. Yaitu unsur nyata (lahiriyah) dan unsur gaib ( batiniyah ), bak 2 sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Karena itu untuk memahami perintah dan petunjuk Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, hendaklah dikaji maknanya dari 2 sisi tadi. Demikian juga pengaktualisasiannya kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari – hari.

Agar kesehatan tubuh kita prima,  hendaklah kita  pandai dalam memilih asupan yang akan dimakan. Tidak mentang – mentang dapat membeli, dalam merayakan hari kemenangan lalu meja dipenuhi dengan makanan yang serba enak / lezat. Surat Abasa ayat 24. maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sudahkah melaksanakan perintah dan petunjuk Tuhan ini dengan benar dan tepat?

Bagaimana melaksanakannya? Mari sama – sama mengajinya. Agar manusia mempunyai tubuh yang sehat, mari diberi asupan makanan yang akrab disebut dengan 4 sehat, 5 sempurna. Artinya, asupan tadi cukup karbohidrat, cukup protein, cukup lemak, cukup vitamin, disempurnakan dengan minum susu.

Tetapi kalau hanya itu yang dikerjakan, berarti kita belum dapat berlaku adil terhadap diri sendiri. Karena yang diberi asupan baru wadag atau lahiriyahnya saja, agar menjadi sehat dan bugar. Lalu batiniyah yang disebut Sang Suci, diberi asupan apa selama ini?

Bagaimana cara memberi asupan yang sehat dan menyehatkan, bagi Sang Suci? Asupan yang sehat dan menyehatkannya,  tidak  lain  adalah pengaktualisasian  perintah Allah dengan benar dan tepat. Sebagaimana diingatkan dalam firman Allah, antara lain surat Abasa,khususnyaayat 23. sekali – kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. 

Caranya? Mari mulai saat ini dibiasakan atau dibudayakan, agar kita tetap dalam keadaan ingat ( Jawa=eling) secara terus menerus tanpa terputus ( mendirikan shalat ). Sehingga perbuatan yang sesungguhnya tertuju untuk kepentingan sang wadag, sekaligus juga tertuju untuk kepentingan Sang Suci. 

Samakah makanan bagi sang wadag, dengan makanan bagi Sang Suci? Sudah barang tentu, jenis makanannya berbeda. Kalau sang wadag, jenis makanannya berupa  sate,  tongseng, hamburger, hotdog, getuk, tiwul, rawon, opor, rendang dan lain sebagainya; Sedangkan bagi Sang Suci, jenis makanannya adalah pewujud – nyataan atau pengaktualisasian perintah dan petunjuk Tuhan kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari-hari.

Salah satu contoh. Penganut Islam sudah terbiasa berwudhu, sebelum sembahyang. Dengan urutan, membaca bismillahirrahmanirrahim,  membasuh kedua tangan hingga pergelangan, berkumur, membasuh kedua lubang hidung; berniat kemudian membasuh muka, membasuh kedua tangan hingga siku, membasuh jidat ( dahi ), membasuh kedua telinga, dan membasuh kedua kaki hingga mata kaki.

Ditinjau dari sisi lahiriyah dengan pembasuhan ini, bila ada pengotor nyata yang melekat  pada  organ  tubuh  tadi dapat dihilangkan. Maka bersihlah, keadaan organ tubuh yang dibasuh tadi. Tetapi apakah secara otomatis Sang Suci sudah menjadi bersih, dengan pelaksanaan wudhu tadi?  Belum!

Dalam berwudhu, hendaklah dibiasakan. 1.Nyata mengucap bismillahirrahmanirrahim, ghaib diniatkan dalam hati akan mengamalkan atau mewujud –  nyatakan sifat pengasih dan penyayang dalam setiap tingkah laku, perbuatan dan tutur kata sehari - hari.

2. Nyata membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan untuk membersihkan pengotor nyata yang ada pada organ tadi, ghaib diniatkan dalam hati akan memelihara kesucian tangan dari perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan atau orang lain.                                            

3. Nyata berkumur untuk membersihkan pengotor nyata yang ada didalam mulut, ghaib diniatkan dalam hati akan memelihara kesucian mulut dari perkataan – perkataan yang dapat menyakiti hati orang lain. Dan hanya akan menggunakannya untuk berucap dengan kata - kata yang baik, sehingga dapat melegakan dan menyejukkan hati orang lain; Syukur bila setiap kata yang terlontar dari mulut kita sekaligus merupakan do’a bagi teman bicaranya.

4. Nyata membasuh lubang hidung untuk membersihkan pengotor nyata yang ada di dalam organ tadi, ghaib diniatkan dalam hati akan memelihara kesucian diri, dari perbuatan mengendus – endus aib atau kejelekan orang lain.

5. Nyata mengucapkan niat berwudhu, ghaib diniatkan dalam hati bahwa pembasuhan atau pembersihan organ tubuh dari pengotor – pengotor nyata maupun tidak nyata,  dilakukan dengan niat iklas semata - mata hanya karena Allah. Dan diwujud - nyatakan kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata sehari – hari.

6.Nyata membersihkan muka untuk menghilangkan pengotor yang ada dimuka, ghaib diniatkan dalam hati akan memelihara kesucian muka. Bertegur sapa kepada orang lain  dengan roman muka yang teduh, manis dan menyenangkan, siapapun, apapun, derajad, pangkat dan status sosial ekonomi teman bicaranya.

7. Nyata membasuh kedua tangan hingga siku untuk menghilangkan pengotor nyata pada organ tubuh tadi,  ghaib diniatkan dalam hati akan memelihara kesucian diri. Dengan mencari karunia Allah baik berupa harta benda maupun jabatan atau kekuasaan dan lain - lain, dengan tidak menghalalkan segala cara dalam mendapatkannya (sikut sana, sikut sini).

8. Nyata membasuh jidat ( kepala ) untuk membersihkan pengotor nyata, ghaib diniatkan dalam hati akan memelihara kesucian otak. Dengan menggunakannya untuk memikirkan hal – hal positip yang bermanfaat bagi masyarakat banyak, bukan semata - mata hanya untuk kemanfaatan diri sendiri, keluarga dan atau golongannya.

9. Nyata membasuh kedua telinga untuk menghilangkan pengotor nyata, ghaib diniatkan dalam hati akan memelihara kesucian telinga. Dengan tidak digunakan untuk mencuri dengar perkataan orang lain dan atau mendengarkan kata - kata yang tidak baik. Tetapi sebaliknya telinga akan dipergunakan untuk mendengarkan jerit tangis si miskin, yang selama ini belum pernah memperoleh keberuntungan.

10. Nyata membasuh kedua kaki untuk menghilangkan pengotor nyata, ghaib diniatkan dalam hati akan memelihara kesucian diri. Dengan tidak untuk melangkah, menuju perbuatan yang merugikan diri sendiri dan atau orang lain.

Apa - apa  yang telah diniatkan atau dijanjikan baik yang  terucap atau dalam hati, hendaklah diwujud - nyatakan atau diamalkan dalam keseharian kita, dilandasi rasa iklas dan sabar. Misal. Saat mau pergi meninggalkan rumah katanya sudah berwudhu, tetapi tangan masih terasa gatal, kalau melihat milik orang lain. Mulut masih terasa gatal, kalau tidak membicarakan aib orang lain, mengumpat orang lain, mencela orang lain, menilai orang lain, menyalahkan orang lain, dan seterusnya. Ini perbuatan yang sia-sia.                                        

Penting untuk diingat, sesungguhnya apa – apa yang diniatkan atau dijanjikan tadi  adalah perang suci atau jihad. Amat berat menghadapinya. Karena apa – apa yang diniatkan atau dijanjikan tadi, tidak lain adalah sesuatu yang amat tidak disukai iblis.

Surat Al Hijr ayat 39. Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik ( perbuatan maksiat ) dimuka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.

Tinggal kuat siapa, kuat kita sebagai manusia atau iblisnya. Hanya sayangnya  sudah menjadi kebiasaan, bila ada hal baru seperti ini dan lebih – lebih yang menyampaikan orang kebanyakan seperti saya ini, pasti langsung dibantah dan dicemooh. Silahkan saja, toh Allah ora sare (tidak tidur).     

Surat Al Kahfi ayat 54. Dan sesungguhnya Kami  telah  mengulang  -  ulangi bagi manusia dalam Al Qur’an ini bermacam - macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.

Dengan mengedepankan bisa merasa, kejujuran dan menurunkan gengsi, mari kita kaji hal - hal berikut. Suatu kejadian ringan misal buang angin, wajib mengulang kembali berwudhu, sesuai dengan tata cara berwudhu sebelum sembahyang bukan?

Mari dinalar. Logikanya kalau hanya sekedar membersihkan pengotor nyata yang melekat pada organ tubuh, dan yang dibasuh sesuai tata cara berwudhu, hal ini tentunya tidak logis. Karena justru organ tubuh tempat lewatnya angin, malah tidak dibasuh.

Bila setelah berwudhu kemudian terkantuk sejenak sebelum  sembahyang,  hukumnya wajib mengulang wudhu. Apakah dengan tertidur sejenak,  lalu  secara spontan  banyak kotoran bertumpuk di organ – organ tubuh yang harus dibasuh layaknya tata cara berwudhu? Tidak.

Mengulang berwudhu, hakekatnya mengingatkan kembali terhadap niat atau janji kita. Jadi perbuatan apapun yang telah kita niatkan atau kita janjikan, untuk mencapainya harus diraih dengan perbuatan nyata dan pikiran terfokus, insya - Allah, Allah mengabulkan.

Bila disadari, sebenarnya penganut Islam sudah dibiasakan berlatih melaksanakan apa – apa yang telah diniatkan atau dijanjikan. Atau dengan kata lain, penganut Islam telah dipaksa untuk berbuat sesuai dengan apa - apa yang telah diniatkan atau dijanjikan. Singkat katanya. Umat Islam diharapkan, agar dapat secara spontan mewujud-nyatakan satunya kata dengan perbuatan. Contoh lain, Saat melakukan sembahyang, kita mengucap Allah Maha Besar..... .............................

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun