Mimpi – mimpi indah dan menakjubkan yang bermakna petunjuk dan perintah bagi saya, selalu teringat sampai kapanpun, dan bahkan saya dapat mendokumentasikannya. Namun sebaliknya mimpi – mimpi yang tidak bermakna petunjuk dan perintah Allah, begitu terjaga sudah lupa mimpi apa saya semalam.
Sampai suatu malam tepatnya malam ke 3 Ramadhan 1426 H atau 11 – Oktober – 2005, saya mimpi berkunjung ke rumah mantan Kakandep Agama Kab. Lampung Selatan, Drs. Gafur Fanani namanya. Sayapun tidak tahu, siapa yang memerintahkan atau yang mengundang saya ke rumah pak Gafur.
Ketika sampai di tempat yang dituju, saya tercengang karena suasana lingkungannya sangat jauh berbeda, dengan lingkungan rumah pak Gafur. Rumah pak Gafur yang senyatanya, berlokasi ditengah permukiman penduduk. Sedangkan sekeliling rumah yang saya kunjungi di alam mimpi, sejauh – jauh mata memandang hanya berupa hamparan tanah kosong dan gersang tiada batas, layaknya tanah yang telah diolah dan siap ditanami, tidak ada rumput yang tumbuh apalagi pepohonan.
Hanya ada satu rumah, berupa rumah utama dan pendopo terbuka menyatu disamping kirinya. Hal lain yang saya lihat, bagian depan rumah utama ada terasnya. Risplang rumah utama dan pendopo, dikelilingi oleh bokhlam lampu listrik kuning cahayanya, kelihatan nyaman dan asri. Dibelakang rumah utama dan pendopo, terhampar lembah kering tidak berair.
Secara ke seluruhan areal tersebut terang benderang, tetapi saya tidak melihat adanya matahari atau bulan. Sehingga saya tidak tahu apakah saat itu malam atau siang hari. Juga saya tidak tahu, rumah utama dan pendopo tadi menghadap kemana. Karena jujur saja, saat itu saya juga tidak tahu kiblat.
Selama saya berada di pendopo rumah tersebut, tidak ada seorangpun yang dapat saya temui, apalagi pak Gafur. Mengagumkan memang, karena dalam kondisi lokasi sedemikian tadi, saya tidak merasakan kegerahan.
Sampai disitu, istri membangunkan karena memang sudah waktunya untuk sahur. Sambil sahur saya ceritakan secara singkat kepada istri, tentang keelokan mimpi tersebut.
Usai sembahyang subuh, saya lalu menganalisis makna mimpi tersebut. Spontan saya merasakan dan memahami, kalau mimpi tersebut berkaitan dengan agama atau keyakinan saya. Karena dalam mimpi, saya ketempat teman yang ketika masih dinas dulu, beliau dipercaya sebagai Kepala Kandep Agama, sedang saya sendiri sebagai Kepala Kandep Perindustriaan dan Perdagangan Kab. Lampung Selatan.
Terbayang dalam benak saya Al Gafur adalah salah satu nama Allah. Lalu saya mengambil buku kecil tentang Asmaul husna. Dalam buku ini, dikatakan Al Ghafur. Dialah Dzat Yang Maha Pengampun. Yang memberi ampun kepada hamba-Nya yang mau bertobat dengan sebenar – benarnya, walaupun mereka itu mempunyai dosa yang bertumpuk – tumpuk.
“Ya Allah Ya Tuhanku, apakah dengan peristiwa yang saya alami dialam mimpi tadi, dapat dikatakan bahwa saya mendapat pengampunan dosa atas segala kesalahan? Masa Suci Allah, hanya Allah Yang Maha Pengampun sajalah yang mengetahui”.
Analisis lebih mendalam, saya lalu membaca Al Qur’an, surat Ibrahim ayat 37. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
Dari penggalan ayat yang berbunyi : sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati,..............
Lalu saya kaitkan dengan kenyataan di alam mimpi. Saya mendapat petunjuk yang sangat berharga manakala Allah berkenan memperjalankan saya dan istri, menunaikan Rukun Islam ke 5, pada saatnya kelak.
Dari uraian tadi, saya dapat memahami bahwa Ka’bah yang hakekatnya adalah petilasan Nabi Ibrahim, As. dan keturunannya, dan ditetapkan sebagai kiblat umat Islam yang terdapat di Mekah, posisinya lebih rendah bila dibandingkan dengan letak Rumah Allah ( Baitullah) yang dihormati.
Karena letak Rumah Allah yang dihormati hanya dikatakan di dekat Ka’bah, mudah-mudahan saya dapat menangkap sinyal itu. Artinya dengan saya berjalan mengelilingi Ka’bah ke kanan layaknya orang tawaf selama ini, saya telah memposisi Allah Tuhan Yang Maha Suci disebelah kanan ( Jawa = tengen ). Maknanya, saya sedang menuju ke keutamaan ( Jawa = ketengen) Allah Swt., insya-Allah.
Desember tahun 2008 saya diajak istri ke Bank Mandiri, untuk membuka rekening tabungan haji. Saya tidak mengetahui sebelumnya. Baru setelah selesai dari Bank Mandiri, istri mengatakan, kalau mendapat bantuan dari anak untuk menunaikan Rukun Islam ke 5.
Semua anak-anak berperan dalam keberangkatan kami ke Arab Saudi, meski domisili mereka berjauhan satu dengan lainnya. Si Sulung dengan keluarganya, berdomisili di Semarang Jawa Tengah. Si Penengah dengan keluarganya, berdomisili di Sangatta Kalimantan Timur. Sedangkan si Bungsu belum berkeluarga, berdomisili di Yogyakarta.
Si Sulung dan si Bungsu menyatakan, insya-Allah pada saatnya nanti dapat turut melepas keberangkatan kami di Bandar Lampung, sedangkan si Penengah belum dapat memastikan.
Sehari menjelang keberangkatan kami, sekitar pukul 14 siang si Bungsu pergi entah kemana membawa kendaraan. Kepergian si Bungsu memang tidak memberi tahu kepada kami atau kakaknya. Sekitar pukul 17, ada anak kecil masuk ke rumah dengan mengucap salam assalamu’alaikum. Saya menjawab salamnya, sambil keluar melihat siapa tamu yang datang tersebut. Eee tak tahunya cucu dari Sangatta Kalimantan Timur yang datang, memberi kejutan kepada Eyang rupanya.
Baru tahu mengapa si Bungsu pergi tanpa pamit, karena memang tidak biasanya demikian. Kemanapun mau pergi biasanya pamitan kepada orang tua, lebih – lebih membawa kendaraan. Tidak lain menjemput mbakyu dan keluarganya ke Bandar Udara Branti, sekaligus menyembunyikan kedatangannya dari Sangatta. Alhamdulillah kami sekeluarga dapat berkumpul, jelang keberangkatan menunaikan Rukun Islam ke 5.
Pada saat begini kami merasa sangat bahagia dan bangga, bukan karena dibantu dana dalam menunaikan Rukun Islam ke 5; Tetapi lebih dari itu, kami dapat menyaksikan kerukunan dan ke kompakan anak-anak, dalam mempersiapkan dan mengantarkan orang tuanya menunaikan Rukun Islam ke 5. Alhamdulillah.
Papa - mama mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian dan bantuan kalian semua nak, baik berupa dana, pikiran, tenaga maupun do’a, sehingga orang tua kalian dapat menunaikan Rukun Islam ke 5 di tahun 2010 ini . Insya-Allah atas keikhlasan kalian semua, orang tua kalian diperjalankan Allah Swt. dengan lancar atas izin-Nya. Dan mendapat ridho Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci dalam menapak tilas perjalanan Nabi Musa, As. Nabi Ibrahim, As. dan Nabi Muhammad, SAW. (diuraikan selanjutnya)
Pada kesempatan ini, saya berpesan 3 hal kepada istri. Pertama. Saat tawaf, istri saya minta; ketika berjalan mengelilingi Ka’bah pandangan mata hendaklah diarahkan keatas Ka’bah. Hal ini saya kaitkan dengan uraian sebelumnya, dimana Ka’bah yang ada di lembah sudah pasti letaknya lebih rendah, bila dibanding dengan letak Rumah Allah yang dihormati.
Kedua. Saya menekankan agar, apapun yang dilihat atau dialami tidak perlu dikomentari dan kita hendaklah dapat menerimanya dengan sabar dan ikhlas.
Dan ketiga. Hendaklah kita dapat meyakinkan ( mensugesti ) diri sendiri, bahwa rasa makanan yang dimakan dan cuaca yang dirasakan selama di Arab sama nikmat dan segarnya, layaknya rasa nikmat makanan dan segarnya cuaca ditempat sendiri. Hal ini untuk mengingatkan bahwa diri kita, tidak lain adalah bagian dari Dzat Yang Maha Suci.
Singkat ceritanya, kami telah diberangkatkan dari Tanah Air. Ketika diinformasikan kalau telah memasuki wilayah Arab, saya sempatkan melihat keluar lewat cendela pesawat. Betapa terperanjatnya saya, karena ternyata hamparan tanah yang saya lihat di alam mimpi, tak ubahnya daratan Arab terlihat dari udara. Puji syukur hanya untuk-Mu Ya Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Alhamdulillah kami telah diperjalankan Allah menunaikan Rukun Islam ke 5 dengan lancar dan dengan berbagai kemudahan yang kami alami disana, hingga tiba di rumah kembali dalam keadaan selamat dan sehat wal afiat tiada halangan suatu apa.
Sudah menjadi kebiasaan, saat seseorang mau berangkat atau pulang dari menunaikan Rukun Islam ke 5, rumah ramai dikunjungi sanak saudara, tidak terkecuali kami. Saat sanak saudara berkunjung kerumah, beliau menyambut dengan mengucap selamat datang pak Haji. Terima kasih atas do’a dan kehadirannya Pakdhe, jawab saya.
Selanjutnya saya berkata, pakdhe mbok tidak usah ngowah – owahi adat (tidak usah merubah kebiasaan) dengan saya. Kalau Pakdhe biasa panggil saya dengan sebutan pak, silahkan panggil pak saja. Kalau Pakdhe biasa panggil saya dengan sebutan mas, silahkan panggil mas saja. Kalau Pakdhe biasa panggil saya dengan sebutan dik, silahkan panggil dik saja. Tidak usah ditambah dengan sebutan haji.
Karena buat saya,haji bukan sekedar hiasan didepan nama saya. Tetapi yang jauh lebih penting, dapatkah tingkat ketaqwaan saya tercermin dalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata saya, sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H