Dalam tulisan sebelumnya dikatakan, dapat dibayangkan seandainya bismillahirrohmanirrohim tidak hanya sampai diucapan saja, tetapi diwujud – nyatakan dalam keseharian kita. Oh betapa nikmat dan damainya, Negara yang sama - sama kita cintai ini.
Karena tingkah laku, perbuatan dan tutur kata sehari - hari setiap warganya; disinari sifat pengasih dan penyayang satu sama lain. Apapun status, suku bangsa, warna kulit, bahasa dan agamanya.
Yang penting adalah bagaimana cara kita, agar kondisi tersebut tercermin dalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari-hari? Caranya melalui pembiasaan tindakan, yang mencerminkan sifat pengasih dan penyayang kepada sesama.
Contoh soal. Kita biasakan kepada anak – anak, sejak berinteraksi di Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD). Ketika berangkat dibekali makanan sambil membisikan pesan, nak nanti kalau kamu makan, jangan lupa berikan sebagian bekal ini kepada temanmu yang tidak membawa. Baik juga saling bertukar makanan, kepada temanmu yang membawa bekal.
Demikian juga dipesankan kepada anak-anak, nak nanti bila kamu bertemu dengan teman atau siapa saja yang membawa barang tampak keberatan, ya tolong dibantu meskipun tidak diminta.
Sebaliknya bila kamu diberi sesuatu atau pertolongan (apapun bentuknya) oleh teman atau siapapun orangnya, jangan lupa mengucapkan terima kasih.
Memang tampak sepele atau sederhana bukan perbuatan itu? Tetapi bila tidak dibiasakan, tampaknya sangat berat untuk mempraktekannya.
Contoh sederhana dirumah. Ada koran diatas meja, dekat dengan tempat duduk orang tuanya ( ngambil sendiri bisa). Tapi orang tua memanggil sang anak, nak tolong ambilkan koran itu? Setelah koran diambil dan diberikan oleh sang anak, orang tua menerima sambil berucap terima kasih nak. Perbuatan ini hakekatnya, pembelajaran nyata kepada sang anak.
Tetapi ada juga lo orang tua, yang boro – boro ngucap terima kasih, banyaknya diam atau malah main samber saja dengan suara eh. He he he maaf ya, bukan nyindir..........wong itu kenyataan kok.
Selanjutnya, bagaimana cara menanamkan rasa syukur kepada anak – anak dan kita semua? Karena hakekatnya, bersyukur itu untuk diri sendiri, sebagaimana firman Tuhan dalam Surat Luqman ayat 12. Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu :“ Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Kata syukur mudah diucapkan, tetapi pelaksanaannya tidak semudah pengucapannya. Misal. Kita menyapa kelompok masyarakat yang sedang hingar bingar panen raya padi, wah senang ya pak, tampaknya panenannya bagus ini kali?
Beliau menjawab, ah harganya anjlok ( jatuh ) kok, pak! Menurut anda apakah jawaban itu merupakan ungkapan rasa syukur atas panen yang diterima, atau sebaliknya justru merupakan suatu keluhan? Ternyata tidak mudah dalam pelaksanaannya bukan? Hal ini memang sudah tersurat dalam Surat Al Ma’aarij ayat 19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Tinggal kita, bisa tidak mengelolanya.
Mari kita simak ilustrasi berikut. Umumnya dalam 1 hari, orang makan nasi 2 sampai 3 kali. Andaikan dalam 1 hari, tiap orang membuang nasi setara dengan 5 gram beras. Berapa jumlah beras yang dibuang, bila dilakukan oleh 200 juta jiwa?
Dalam 1 hari beras yang dibuang 200.000.000 x 5 gram = 1.000.000.000 gram = 1.000.000 kg = 1.000 ton. Bila disetarakan dengan gabah, gabah yang dibuang dalam 1 hari = 2.000 ton gabah kering giling = 2.500 ton gabah kering panen (perkiraan minimal).
Bila setiap 1 hektar sawah menghasilkan gabah kering panen 5 ton = 500 hektar sawah dipusokan setiap harinya. Bagaimana kalau dihitung dalam 1 tahun? Kalau setiap hari orang makan membutuhkan 0,25 kg beras misalnya, berarti beras yang dibuang tiap hari tadi sebenarnya dapat untuk memberi makan 4.000.000 orang.
Orang tua dulu bila mewanti - wanti anaknya yang sedang makan, jangan sampai sisa lo, nanti ayamnya mati, titik tidak ada penjelasan.
Mari menggunakan ilustrasi ini dan dibiasakan, mudah-mudahan dapat menyadarkan anak – anak dan kita semua, agar tidak mentang-mentang dapat membeli, lalu dengan gampangnya menyisakan dan membuangnya. Hendaklah kita selalu ingat ( Jawa=eling), akan kehidupan orang lain yang belum hidup berkecukupan.
Contoh sederhana tadi ( silahkan dikembangkan sendiri) hakekatnya perbuatan hijrah. Dari yang semula perintah dan petunjuk Tuhan hanya sebatas dibaca, dihafalkan dan dilagukan; Hijrah menjadi, perintah dan petunjuk Tuhan diwujud-nyatakan atau diaplikasikan kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari – hari. Mari revolusi mental pak Jokowi, kita mulai dari hal kecil ini secara berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H