Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapa Aku (7)

27 Juni 2016   08:42 Diperbarui: 27 Juni 2016   08:59 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beliau menjawab, ah harganya anjlok ( jatuh ) kok, pak! Menurut anda apakah jawaban itu merupakan ungkapan rasa syukur atas panen yang diterima, atau sebaliknya justru merupakan suatu keluhan?  Ternyata tidak mudah dalam pelaksanaannya bukan? Hal ini memang sudah tersurat dalam Surat Al Ma’aarij ayat 19. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Tinggal kita, bisa tidak mengelolanya.

Mari kita simak ilustrasi berikut. Umumnya dalam 1 hari, orang makan nasi 2 sampai 3 kali. Andaikan dalam 1 hari, tiap orang membuang nasi setara dengan 5 gram beras. Berapa jumlah beras yang dibuang, bila dilakukan oleh  200 juta jiwa?

Dalam 1 hari beras yang dibuang 200.000.000 x 5 gram = 1.000.000.000 gram = 1.000.000 kg = 1.000 ton. Bila disetarakan dengan gabah,  gabah yang dibuang dalam 1 hari = 2.000 ton gabah kering giling = 2.500 ton gabah kering panen (perkiraan minimal).

Bila setiap 1 hektar sawah menghasilkan gabah kering panen 5 ton =  500 hektar  sawah  dipusokan  setiap harinya. Bagaimana kalau dihitung dalam 1 tahun? Kalau setiap hari orang makan membutuhkan 0,25 kg beras misalnya, berarti beras yang dibuang tiap hari tadi sebenarnya dapat untuk memberi makan 4.000.000 orang.

Orang tua dulu bila mewanti - wanti anaknya yang sedang makan, jangan sampai sisa lo, nanti ayamnya mati, titik tidak ada penjelasan.

Mari menggunakan ilustrasi ini dan dibiasakan, mudah-mudahan dapat menyadarkan anak – anak dan  kita semua, agar tidak mentang-mentang dapat membeli, lalu dengan gampangnya menyisakan dan membuangnya. Hendaklah kita selalu ingat ( Jawa=eling), akan kehidupan orang lain yang belum hidup berkecukupan.                                         

Contoh sederhana tadi ( silahkan dikembangkan sendiri) hakekatnya perbuatan hijrah. Dari yang semula perintah dan petunjuk Tuhan hanya sebatas dibaca, dihafalkan dan dilagukan; Hijrah menjadi, perintah dan petunjuk Tuhan diwujud-nyatakan atau diaplikasikan kedalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata kita sehari – hari. Mari revolusi mental pak Jokowi, kita mulai dari hal kecil ini secara berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun