Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapa Aku (3)

23 Juni 2016   09:53 Diperbarui: 24 Juni 2016   08:26 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita simak ilustrasi berikut. Dicari anggota keluarga atau teman, yang mempunyai kebiasaan  berbeda, misal beda dalam waktu bangun tidur. Si A biasa bangun pukul 04.00 wib. Si B biasa bangun pukul 08.00 wib. Pada pukul 04.00 wib.  secara  otomatis Si A bangun,  tetapi bagi si B walaupun disiram air umpamanya, dia terjaga, selanjutnya menge-ringkan badan, ganti pakaian dan  selimut, lalu ……paling banter tidur lagi ditempat lain yang kering. Sebaliknya yang biasa bangun pukul 04.00 wib,  disuruh  tidur terus  sampai  pukul  08.00 wib. baru bangun, ya sulit!

Hal-hal sepele berikut,  hendaklah juga dibiasakan, misal. Bila kita dicubit terasa sakit, ya kita hendaklah membiasakan agar tidak mencubit orang lain. Bila kita ingin tidak dikatakan kafir, kita hendaklah membiasakan agar tidak mengatakan kafir orang lain. Bila kita ingin tidak dipersulit, kita hendaklah membiasakan agar tidak mempersulit orang lain. Bila kita ingin dihargai, kita hendaklah membiasakan agar menghargai orang lain. Bila kita ingin dihormati, kita hendaklah membiasakan agar menghormati orang lain. Dan lain - lain, apapun derajat, pangkat dan kedudukan, serta golongan atau kelompoknya.

Jadi hendaklah dibiasakan agar segala perbuatan yang akan kita lakukan, sebelum dilaksanakan diukurkan kepada diri sendiri terlebih dahulu, supaya kita tidak menerima balikannya. Sebagaimana difirmankan dalam Surat Al Israa’ ayat 7. Jika kamu berbuat baik ( berarti ) kamu berbuat baik bagi  dirimu  sendiri  dan  jika  kamu  berbuat  jahat, maka   ( kejahatan ) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi ( kejahatan ) yang kedua, ( Kami datangkan orang – orang lain ) untuk menyuramkan muka – muka kamu dan mereka masuk kedalam masjid, sebagaimana musuh – musuhmu  memasukinya pada kali pertama  dan untuk membinasakan sehabis – habisnya apa saja  yang mereka kuasai.                       

Sungguh memprihatinkan memang, mengapa banyak orang yang belum dapat berbuat seperti apa yang dikatakannya. Disatu sisi orang bilang, mari kita jelang ramadhan dengan penuh kegembiraan, suka cita, saling memaafkan. Disisi lain banyak orang jelang dan selama ramadhan malah adakan sweaping warung dan tempat hiburan, bahkan ada pula daerah mengeluarkan peraturan daerah (perda). Opo tumon? Wong kita yang mau berbuat, kok memaksa orang lain disuruh menghargai dan menghormati kita?

Kalau kita puasa ingin dihargai, kitapun harus bisa menghargai orang yang tidak berpuasa. Sebagai ilustrasi, izinkan saya menyampaikan kebiasaan dalam melaksanakan puasa, sebagai berikut. Selama ramadhan aktivitas kedinasan berjalan seperti biasa, tak jarang bersama teman bila ke lapangan. Selama perjalanan tidak ada makan dan minum, karena memang saya berpuasa, demikian juga teman yang ikut. Menjelang sore, si teman minta maaf mau merokok karena beliau ternyata tidak berpuasa, saya tidak tahu. Dan beliau mengatakan, dia lebih tahan tidak makan seharian dari pada tidak merokok beberapa saat. Saya menjawab silahkan pak, mengapa bapak baru mengatakan sekarang? Beliau menjawab, iya pak karena saya menghargai dan menghormati bapak yang sedang berpuasa.

Kejadian serupa juga sering terjadi di rumah. Bila ada teman yang berkunjung dan tahu kalau si teman perokok, saya siapkan asbak dan sekedar air dalam kemasan. Maafkan hanya ini yang bisa saya suguhkan. Sampai si teman pamit pulang, air minum tidak disentuh apalagi merokok. Ketika saya tanyakan kok tidak minum dan merokok, beliau menjawab karena menghargai dan menghormati saya yang sedang berpuasa.

Saya berbuat demikian, karena saya hanya melaksanakan perintah dan petunjuk Allah semata. Mari kita simak dan rasakan makna Surat An Nisaa’ ayat 86. Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.

Dari ilustrasi tadi, sesungguhnya manusia mempunyai sifat tenggang rasa   ( Jawa = roso pangroso = tepo saliro ). Jadi mestinya ya tidak usah menggunakan perda atau kekerasan dalam menciptakan iklim sejuk dalam bulan ramadhan. Bagi saya dan teman - teman yang berpuasa, ya tidak usah mendekat ke warung dan tempat hiburan, ngapain? Bila kebetulan melewati tempat tersebut, mari itu kita anggap sebagai godaan. Tidak usah mengeksekusi penalti kok kiper harus diikat tangan dan kakinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun