Mohon tunggu...
Budi Satria Dewantoro
Budi Satria Dewantoro Mohon Tunggu... Pengacara - Praktisi Hukum

Dekat dengan isu hukum-HAM, human security, kepolisian, penggemar sepak bola, peminat budaya, dan penikmat kuliner Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menimbang Jalan Pemulihan dalam Kasus Korupsi: Antara Hukuman dan Keadilan Restoratif

21 Desember 2024   10:21 Diperbarui: 21 Desember 2024   11:32 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menarik Pelajaran dari  Deputi Pencegahan & Monitoring KPK: Pencegahan Korupsi dan Dampaknya pada Keuangan Negara. (Dok.Budi Satria)

Namun, tentu saja, penerapan Keadilan Restoratif pada kasus korupsi bukan tanpa tantangan. Sebagaimana hukum yang adil harus didukung oleh aturan yang jelas, demikian pula pendekatan ini memerlukan pengawasan yang ketat. Tanpa pengawasan, tanpa kejelasan aturan, sistem ini bisa jadi hanya akan menjadi ladang baru bagi mereka yang ingin menghindar dari tanggung jawab melalui jalan pintas. Oleh karena itu, integritas dan transparansi dalam implementasinya adalah syarat mutlak.

Keindahan dari Keadilan Restoratif adalah bahwa ia bukan sekadar mencari keadilan melalui sanksi, tetapi mencari kedamaian yang lebih dalam, sebuah pemulihan yang berujung pada kesadaran dan perubahan. Seperti aliran sungai yang tidak hanya membersihkan tanah yang dilaluinya, tetapi juga memberi kehidupan kepada setiap makhluk yang menyentuhnya.

Penerapan Keadilan Restoratif ini juga memungkinkan kita untuk lebih berpikir dalam kerangka pencegahan kejahatan yang berkelanjutan. Dengan memberi kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki keadaan, kita memberi mereka kesempatan untuk belajar dan bertumbuh. Ini adalah bentuk pencegahan yang jauh lebih efektif, lebih mendalam, dan lebih manusiawi, dibandingkan dengan hanya menunggu pelaku merasakan dinginnya penjara. Sebab, seperti kata filosofi kuno, "Keadilan bukanlah balasan, tetapi pemulihan."

Sejalan dengan hal tersebut, dalam konteks Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Keadilan Restoratif dalam proses peradilan pidana menjadi pijakan penting untuk menjembatani antara konsep keadilan dan pemulihan dalam sistem hukum kita. Perma ini menekankan pentingnya penyelesaian perkara yang tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, serta masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks korupsi, hal ini sangat relevan karena korupsi bukan hanya merugikan individu, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap negara dan sistemnya.

Keadilan Restoratif, sebagaimana diatur dalam Perma tersebut, memungkinkan tercapainya kesepakatan yang menguntungkan semua pihak, termasuk pelaku yang berjanji untuk mengembalikan kerugian yang ditimbulkan. Meskipun demikian, pendekatan ini harus tetap dijalankan dengan pengawasan yang ketat agar tidak menjadi jalan pintas bagi mereka yang ingin menghindari hukuman. Perma memberi ruang bagi sistem peradilan untuk lebih fleksibel dan bijak dalam melihat setiap perkara, serta memberikan kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki diri dan bertanggung jawab atas perbuatannya, sambil tetap menjaga hak korban.

Namun, di sisi lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) Perma, penerapan Keadilan Restoratif hanya diperbolehkan untuk tindak pidana ringan, dengan kerugian korban yang tidak melebihi Rp2.500.000 atau setara dengan upah minimum provinsi setempat. Batasan ini, meskipun memberikan landasan hukum yang jelas, menjadi kendala dalam penerapan konsep ini pada kasus korupsi, yang sering kali melibatkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu, meskipun prinsip Keadilan Restoratif menawarkan potensi positif dalam menyelesaikan perkara, penerapannya harus diimbangi dengan pemahaman mendalam mengenai jenis dan dampak kejahatan yang terjadi.

Menunjukkan Tampang Gagah Negara: Terobosan Hukum dalam Penanganan Korupsi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

Seiring dengan dinamika pemikiran Presiden Prabowo mengenai kebijakan pemulihan kerugian negara melalui pengampunan bagi koruptor, langkah konkret yang perlu diambil adalah mendorong kolaborasi intensif dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera merevisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Demi memajukan Indonesia menuju sistem peradilan yang lebih progresif, kita perlu merumuskan kembali kerangka hukum yang tidak semata-mata berfokus pada pembalasan melalui hukuman, tetapi juga mengedepankan aspek rehabilitasi serta pencegahan kejahatan, dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip Keadilan Restoratif dalam setiap lapisan hukum yang ada.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera menyusun dan menerbitkan peraturan yang komprehensif guna memastikan implementasi Keadilan Restoratif dalam kasus korupsi. Dalam hal ini, langkah pertama yang perlu diambil adalah merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk menyelaraskan dengan prinsip-prinsip keadilan restoratif yang berfokus pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Tidak hanya itu, sinkronisasi dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pun harus dilakukan agar setiap tindak pidana, termasuk korupsi, dapat dipandang sebagai kejahatan yang bukan hanya merugikan negara, tetapi juga merusak hubungan sosial yang perlu diperbaiki.

Sebagai langkah tegas dan penuh keberanian, dapat dipertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) khusus yang mengatur secara rinci tentang penerapan Keadilan Restoratif pada Tindak Pidana Korupsi. Peraturan ini akan menjadi landasan hukum yang jelas dan kuat, mengingat bahwa peraturan internal yang tersebar di Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Kepolisian Republik Indonesia hingga saat ini belum mampu memberikan payung hukum yang memadai. Langkah ini, selain memperlihatkan kemajuan nyata dalam penyelenggaraan negara yang berkeadilan, juga akan membawa dampak positif dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia yang selama ini cenderung kaku dan berorientasi pada penghukuman semata.

Dengan demikian, perubahan struktural dalam sistem peradilan kita harus segera diwujudkan, agar Keadilan Restoratif tidak hanya menjadi wacana, melainkan implementasi nyata yang mengedepankan pemulihan dan pencegahan, demi Indonesia yang lebih maju, berkeadilan, dan sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun