Mohon tunggu...
Budi Satria Dewantoro
Budi Satria Dewantoro Mohon Tunggu... Pengacara - Praktisi Hukum

Dekat dengan isu hukum-HAM, human security, kepolisian, penggemar sepak bola, peminat budaya, dan penikmat kuliner Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menata Demokrasi Tanpa Meredupkan Peran Polri di Bawah sang Nahkoda

2 Desember 2024   07:44 Diperbarui: 2 Desember 2024   08:04 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah arus deras dinamika politik Indonesia, gagasan Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, untuk menempatkan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri atau kembali di bawah kendali Panglima TNI menjadi sorotan. 

Usulan ini, meskipun dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap netralitas Polri dalam ajang Pemilu, menuai polemik yang mendalam. Seperti halnya angin kencang yang menghempas layar, gagasan tersebut menyentuh esensi tata kelola demokrasi dan menuntut perenungan filosofis.

Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menegaskan bahwa usulan ini bertentangan dengan amanah reformasi. Pemisahan TNI dan Polri melalui TAP MPR No. VI/MPR/2000 adalah pilar reformasi yang dibangun untuk memastikan independensi dua institusi ini. 

Polri, sebagai institusi yang berada langsung di bawah Presiden, memikul tanggung jawab besar menjaga keamanan dan ketertiban, terutama di era modern dengan kompleksitas kejahatan yang semakin berkembang---mulai dari kejahatan siber hingga ekonomi global. Menggeser kedudukan Polri hanya akan mengundang kebingungan struktural dan membuka celah bagi distorsi kelembagaan.

Refleksi Integritas Demokrasi
Evaluasi pelaksanaan Pilkada oleh PDI Perjuangan yang mempersoalkan netralitas Polri patut dipandang sebagai alarm untuk memperkuat integritas demokrasi.

 Tuduhan tersebut, jika benar, seharusnya diuji melalui mekanisme hukum, seperti di Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi, bukan dijadikan dasar untuk perubahan struktural yang merugikan. Kritik semacam itu adalah cerminan dari semangat demokrasi, namun harus diolah dalam bingkai hukum yang objektif dan transparan.

Gagasan mengembalikan Polri di bawah kendali TNI atau Kementerian Dalam Negeri adalah langkah mundur yang mengabaikan semangat reformasi. Polri, sebagaimana ditegaskan Pasal 30 UUD 1945, adalah alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. 

Mengubah posisi kelembagaan Polri tidak hanya melanggar konstitusi, tetapi juga berpotensi merusak independensi institusi ini, yang merupakan prasyarat untuk menjaga demokrasi tetap sehat dan kuat.

Menjaga Keseimbangan, Memperkuat Transformasi 

Seperti halnya sebuah kapal yang berlayar di samudra luas, demokrasi membutuhkan nahkoda yang tegas, namun juga fleksibel dalam menyesuaikan arah. Dalam konteks ini, transformasi Polri adalah upaya memperkuat integritas tanpa mengubah posisi kelembagaannya. 

Riset SETARA Institute (2024) menegaskan bahwa fokus reformasi harus pada kinerja Polri, bukan pada kedudukannya. Penguatan Kompolnas sebagai instrumen pengawas adalah salah satu langkah strategis untuk memastikan Polri tetap profesional, netral, dan berintegritas.

Di sisi lain, perbaikan regulasi Pemilu dan Pilkada adalah langkah paralel yang tak kalah penting. Penegasan netralitas ASN, TNI, dan Polri sebagai tindak pidana, sebagaimana diarahkan Mahkamah Konstitusi, adalah fondasi untuk mencegah politisasi institusi negara. Dengan demikian, demokrasi yang kita bangun tidak hanya menjadi proses prosedural, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keadilan dan transparansi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun