Kerja profesional dan sikap tegas Kejaksaan Agung yang telah menetapkan Surya Darmadi (Apeng) sebagai tersangka sekaligus menyita sebanyak 23 aset milik PT Duta Palma Group terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan penyerobotan tanah negara seluas 37.095 hektare di kabupaten Indragiri Hulu, provinsi Riau patut mendapat apresiasi.Â
Dalam kasus ini Apeng disinyalir melakukan dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 78 triliun. Tak ayal potensi nilai kerugian negara yang timbul dalam kasus tersebut disebut-sebut menjadi kasus korupsi dengan nilai kerugian negara terbesar sepanjang sejarah penindakan kasus rasuah di tanah air.
Sesungguhnya kejahatan korporasi pada sektor perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Dulta Palma Group sejak tahun 2015 silam sudah terendus Negara, dalam hal ini oleh Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan HGU, IU-Perkebunan, IUPHHK-HT, IUPHHK-HA, IUPHHK-RE, IUPHHBK, HTR, Izin Usaha Pertambangan, Izin Industri, Izin Lingkungan (AMDAL, UPL-UKL) Dalam Upaya Memaksimalkan Penerimaan Pajak Serta Penertiban Perizinan dan Wajib Pajak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau Tahun 2015 ("PANSUS").
Saat itu PANSUS, misalnya telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap PT. Panca Agro Lestari ("PT PAL") yang melakukan usaha perkebunan kelapa sawit di kecamatan Kuala Cinaka, kabupaten Indragiri Hulu. PT PAL sendiri adalah satu diantara lima perusahaan di bawah naungan Duta Palma Group yang melakukan gugatan pra peradilan terhadap penggeledahan dan penyitaan aset perusahaannya oleh Kejaksaan Agung ke Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan register perkara Nomor: 6/Pid.Pra/2022/PN Pbr.
Menurut temuan PANSUS pada tahun 2015 itu PT PAL diketahui melakukan penanaman kelapa sawit di luar areal konsesi yang diberikan Kementerian Kehutanan di Kabupaten Indragili Hulu atau seluas 3.707 hektare. Hal mana penguasaan lahan tersebut dengan tanpa memiliki izin apapun.
Selain itu terhadap aktivitas usaha perkebunan PT PAL, PANSUS menemukan adanya indikasi kerugian negara, daerah, dan masyarakat dalam bentuk potensi pajak P3 (PPn, PPh, dan PBB) kurang lebih Rp 12.590.480.000 setiap tahun. Tidak sampai disitu, PT PAL juga diduga melakukan pengrusakan lingkungan dengan menanam di Daerah Aliran Sungai pada kategori sungai-sungai kecil.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi atas PT Panca Agro Lestari, PANSUS sudah membuat dan menyampaikan rekomendasinya sebagai berikut:
Pertama, meminta Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan terhadap Kerugian Negara terhadap Pendapatan Negara pada Pajak PPN, PPH, PBB, Biaya Keluar (Pajak Ekspor) dan Pajak Maklon;
Kedua, meminta kepada DPRD Riau untuk membentuk Tim Pengawas untuk mengawasi jalannya pemeriksaan oleh pihak terkait terhadap Perusahaan Pengemplang Pajak, Perusahaan Perambah Kawasan Hutan, Perusahaan Illegal, dan Perusahaan yang melakukan penanaman kelapa sawit melebihi izin yang diberikan, termasuk perusahaan yang melanggar izin lingkungan;
Ketiga, Meminta Pejabat Pegawai Negeri Sipil Dinas terkait seperti dari Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Dinas Perkebunan, Dirjen Pajak, Badan Pertanahan Nasional, dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Kejaksaan Tinggi Riau, dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Riau untuk melakukan Penyelidikan dan Penindakan terhadap semua perusahaan yang dimonitoring oleh PANSUS, dan memberikan baik sanksi administrasi, denda, pembekuan serta penutupan dan pencabutan izin perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Keempat, meminta kepada pihak berwenang untuk melakukan eksekusi terhadap PT. Panca Agro Lestari, karena sudah menguasai lahan tanpa izin apapun. Lahan-lahan yang digarap PT. Panca Agro Lestari di luar izin diserahkan ke Negara, selanjutnya dibagikan ke masyarakat sekitar, atau pihak Perusahaan melakukan pengurusan izin dengan tetap membayar kompensasi selama menggunakan lahan tanpa izin; dan
Kelima, meminta kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau untuk melakukan kajian secara sungguh-sungguh terhadap pelanggaran lingkungan dan Amdal serta realisasinya di lapangan, termasuk menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan.
Bila merujuk rekomendasi PANSUS tersebut, maka praktik usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan PT. Panca Agro Lestari yang merupakan perusahaan perkebunan Grup Duta Palma merepresentasikan gambaran model atau setidak-tidaknya dapat diduplikasi oleh perusahaan perkebunan lainnya dalam dan/atau menjalankan usaha perkebunan dengan menabrak ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian sudah sepatutnya Presiden membentuk Tim Khusus (Timsus) yang melakukan Penyelidikan dan Penindakan Perusahaan Sawit yang Melenceng. Mengapa demikian?
Pertama, karena kasus kejahatan korporasi di sektor perkebunan strategis dalam hal ini kelapa sawit seperti yang dilakukan PT. Panca Agro Lestari perlu pengawasan dan penanganan dari lintas sektor Kementerian dan Lembaga hingga unsur Organisasi Perangkat Daerah;
Kedua, agar proses penindakan terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit yang melakukan kejahatan korporasi di sektor perkebunan kelapa sawit tersebut bisa dikenakan sanksi baik administrasi maupun pidana dalam tempo yang singkat. Sehingga dapat meminimalisir dan atau memulihkan kerugian negara maupun kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut dengan segera; dan
Ketiga, dengan Timsus yang beranggotakan lintas sektor Kementerian dan Lembaga termasuk Perwakilan masyarakat (unsur independen) didalamnya agar terbangun kontrol di internal Timsus sehingga mengurangi resiko diintervensi oleh korporasi yang diawasi dan atau diperiksa.
Budi Satria Dewantoro, S.H
(Ketua Bidang Hukum dan Kebijakan Publik HIPWI-FKPPI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H