Mohon tunggu...
Abdus Salam
Abdus Salam Mohon Tunggu... Pekerja Sosial -

Penikmat Buku dan Kopi Tubruk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dialektika "Livelihood" dalam Narasi Kota Tanpa Kawasan Kumuh

20 Juni 2018   08:28 Diperbarui: 21 Juni 2018   07:13 6367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kota tanpa kumuh (Pixabay)

Kita juga memahami bahwa kemunculan konsep livelihood itu objek kajiannya masyarakat miskin yang ada di desa, di mana secara sosiologis masyarakatnya homogen. Tentu sangat berbeda manakala digiring kepada masyarakat urban yang memiliki banyak perbedaan. 

Meskipun bisa disiasati bahwa objek kajian bisa berubah dan beragam, tetapi secara prinsip metodologi itu menentukan hasil kajian itu sendiri. Tak heran jika ada kaidah, bahwa metode itu lebih penting daripada isi (attoriqotu ahammu minal madda)

Dalam pandagan penulis, cara yang paling mudah dan memungkinkan jika serius menggunakan metodologi livelihood, maka harus memuculkan kategorisasi profil atau pendapatan MBR. Misalnya, kategorisasi MBR yang mata pencahariannya sebagai petani, MBR yang pendapatannya sebagai pedagang dan MBR yang mata pencahariannya sebagai jasa.

Penyederhanaan ini dilakukan untuk memotret agar pentagonal asset sebagai alat kajian mampu merekam dan menganalisa bagaimana MBR yang menggunakan perahu KOTAKU bisa masuk dan terangkut untuk menuju pelabuhan penghidupan masyarakat yang tangguh dan tahan goncangan

Tetapi ada cara yang lebih sederhana lagi, dan mungkin ini yang bisa dilakukan dalam program KOTAKU. Tanpa memperdulikan pekerjaan dan kategorisasi MBR. Yakni menempatkan MBR sebagai objek kajian umum, persoalannya umum,pertanyaan umum masalahnya umum dan keinginanannya sesuai dengan MBR itu sendiri. Sehingga generalisasi pada masalah yang dihadapi  MBR bisa dilakukan tetapi intervensi kepada MBR itu dilakukan secara khusus sesuai kondisi MBR. Itu saja.sekian[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun