Penulis: Muh. Ruslim Akbar
Waktu, sesuatu yang bersifat abstrak dan tak dapat diinderai dengan mata. Namun, keberadaan waktu mampu menciptakan masa lalu (sejarah), masa kini, serta masa yang akan datang. Waktu juga yang mengatur segala aktivitas kita setiap hari, sejak bangun tidur, hingga kembali tidur di malam harinya. Dan pada akhirnya, waktu pula lah yang akan kita habiskan setiap saat sampai menuju kematian yang telah pasti datangnya.
Imam Syafi'i berkata, "Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka ialah yang akan menebasmu. Dan jiwamu jika tidak kau sibukkan di dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebatilan."
Bahkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah mengatakan, "Waktu itu sangat berharga. Lebih berharga dari harta dan bahkan lebih bernilai daripada segala sesuatu."
Bagi generasi muda saat ini, tantangan untuk mengatur waktu memang terasa sulit. Kesibukan-kesibukan mendera silih berganti. Kesibukan di tempat kerja, ajakan berkumpul bersama teman-teman untuk sekadar nongkrong ataupun berolahraga, serta menikmati berbagai jenis hiburan seperti bermain game, atau menikmati tayangan-tayangan di youtube, selalu menjadi godaan besar setiap harinya.
Hal itu tentu tidak menjadi masalah untuk dilakukan, namun jika mencoba menghitungnya kembali, berapa banyak waktu yang hilang percuma setiap harinya. Waktu-waktu yang sebenarnya dapat kita manfaatkan untuk beramal saleh serta yang lebih besar manfaatnya, di antara hal tersebut adalah dengan belajar ilmu agama dan ilmu bermanfaat lainnya.
Selain bernilai pahala, ilmu tersebut akan menjaga kita serta akan benilai amal jariyah jika turut disebarluaskan kepada orang lain. Lantas, adakah waktu-waktu yang dapat kita manfaatkan untuk belajar ilmu agama agar lebih efektif, di tengah berbagai kesibukan kita saat ini? Tentu saja jawabannya ada. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Shalih Alu Asy Syaikh hafizhahullah yang membagi waktu belajar menjadi 3 macam, yaitu:
1. Awqat jalilah (waktu yang paling cemerlang). Yang ketika itu pikiran
seseorang berada dalam kondisi paling prima. Maka di waktu ini seorang penuntut ilmu hendaknya memilih untuk belajar pelajaran yang butuh pemikiran yang pelik, seperti ilmu akidah, ilmu fiqih, ilmu ushul fiqih, ilmu nahwu.
2. Awqat mutawashithah (waktu yang pertengahan). Yang ketika itu pikiran
seseorang tidak paling cemerlang, namun juga tidak lemah dan lelah. Maka di waktu ini seorang penuntut ilmu hendaknya memilih untuk belajar pelajaran yang tidak membutuhkan pemikiran yang pelik seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, dan ilmu musthalah hadits.
3. Awqat dha'ifah (waktu lemah). Yang ketika itu pikiran seseorang dalam kondisi lemah dan lelah. Maka di waktu ini hendaknya ia belajar kitab-kitab adab (akhlak), tarajim (biografi), tarikh (sejarah), sirah Nabawiyah, dan wawasan umum.
Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh hafizhahullah lebih lanjut menjelaskan,
 "Hendaknya seorang penuntut ilmu menyediakan waktu khusus untuk menuntut ilmu dengan waktu-waktu yang paling berharga yang ia miliki dan bukan waktu-waktu sisa yang ketika itu pikirannya sudah lelah dan pemahamannya sudah lemah. Maka, berikanlah waktu terbaik untuk menuntut ilmu, yang ketika itu pikiran masih cemerlang. Dan hendaknya seorang penuntut ilmu itu senantiasa terngiang perkara ilmu dalam pikirannya, baik siang maupun malam. Pikirannya disibukkan dengan ilmu, ambisinya pun terhadap ilmu. Jika ia ingin tidur ia berbaring dan di sampingnya ada kitab yang sedang ia ingin pelajari pembahasannya. Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan, Jika engkau melihat seorang penuntut ilmu selalu bersama dengan kitab-kitabnya, ketahuilah ia adalah orang yang sedang berhijrah menuju ilmu."
Sebagaimana yang telah dipaparkan, bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, serta menjadikan waktu-waktu terbaiknya setiap saat untuk senantiasa belajar, terutama bagi para pemuda yang sejatinya masih merupakan usia-usia emas dalam menuntut ilmu. Maka perlu memperhatikan dan memanfaatkan 3 waktu efektif yang disampaikan oleh Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh hafizhahullah di atas.
Sehingga kelak, kita telah siap saat ditanya pada hari kiamat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Tidaklah bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia gunakan, tentang ilmunya, apa yang dia perbuat dengannya, tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan ke mana dia keluarkan, dan tentang tubuhnya, untuk apa ia gunakan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H