Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Money

Jerebu dan Dosa Para Pekebun

16 September 2015   18:03 Diperbarui: 16 September 2015   18:03 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sudah lebih dari sewindu lamanya kita tiap tahun kita selalu dipusingkan dengan masalah asap. Asap hasil pembakaran semak belukar yang dinamakan jerebu ini, menurut kata orang Malaysia, memberi dampak negatif berupa ISPA kepada jutaan ummat di seantero negeri. Tak jarang malah juga menyeberang sampai ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

 

Mengapa orang membakar lahan yang akan ia tanami?

Menurut pengamatan langsung penulis di lapangan, pekebun membakar semak belukar atau hutan imas tumbang pada akhir musim kemarau karena cara itu merupakan cara yang termudah, termurah dan sangat efektif dalam melakukan land clearing alias pembersihan lahan. Lahan semak belukar yang sudah dibakar akan menjadi bersih, karena saat itu rerumputan sudah mulai mengering, hingga api mudah menyala dan melebar.

 

Apakah titik awal api langsung dapat menunjukkan siapa pelaku pembakaran?

Tidak juga. Kadang ada juga orang yang sengaja membakar lahan milik tetangga kebunnya, dengan harapan api akan menyebar ke lahan miliknya, dan membersihkannya. Kebun yang dibakar awal itu biasanya adalah kebun atau semak belukar yang pemiliknya tidak ada di tempat. Pembakar jahat seperti ini akan mendapatkan dua keuntungan jika tidak ketahuan: lahan belukarnya bersih dan ia tidak jadi tersangka. Tak jarang juga pembakaran seperti ini jadi meluas tak terkendali hingga merugikan banyak pihak. Pun sangat sering terjadi, lahan yang sudah ditanami, tanamannya jadi hangus dan mati karena kemasukan api.

 

Penulis pernah juga menemukan lahan kebun akasia milik salah satu perusahaan yang sepertinya sengaja dibakar oleh orang jahat iseng. Unsur kesengajaan terlihat dari adanya dua titik api yang berdekatan. Kesengajaan juga dapat dikaji dari sifat daun-daun akasia kering yang terbakar itu. Meski pun kering, daun akasia itu cukup tebal, hingga nyaris mustahil api akan bisa berkobar jika hanya tersundut api puntung rokok yang dibuang sembarangan.

 

Pembakar lahan tak bertanggung jawab seperti ini memang sebaiknya diciduk dan dihukum sesuai aturan yang berlaku.

 

Apakah ada jalan lain membersihkan lahan selain membakar semak belukarnya?

Tentu saja ada, tetapi akan makan waktu lama dan menghabiskan biaya besar.

Tahapan land clearing tanpa api adalah sebagai berikut.

Mula-mula semak belukar dan anak kayu ditebas secara manual. Saat ini di Riau upahnya sekitar satu juta rupiah perhektarnya. Dua bulan kemudian, rumput yang sudah mulai tumbuh bersemi, disemprot dengan herbisida kontak. Biayanya juga berkisar satu juta rupiah untuk tiap hektarnya. Setelah dua bulan berlalu, lahan disemprot lagi dengan herbisida sistemik.

 

Tiga bulan kemudian, setelah rumput dan ilalang rubuh rata dengan tanah, barulah tanaman dapat ditanam. Menanam tanaman di lahan yang rumputnya masih tegak, walau pun sudah mati, adalah sangat riskan. Babi hutan dan tikus masih suka berkeliaran di lahan yang demikian. Segerombolan babi hutan yang dibantu sahabat karibnya, tikus, dapat memusnahkan berhektar-hektar tanaman sawit muda hanya dalam waktu satu malam saja.

 

Lalu, apa solusinya?

Sebaiknya para pekebun, termasuk korporasi, mau merubah pola pikir. Janganlah hanya mau senangnya saja tapi tidak memikirkan akibat buruk yang ditanggung orang lain. Hentikanlah pembakaran lahan. Bersihkanlah lahan Anda dengan cara yang baik, cara yang beradab serta tidak memberikan penderitaan bagi jutaan orang lain. Jika Anda tidak mampu membersihkan lahan tanpa api, maka tak usah buka lahan yang luas.

 

Satu keluarga tak perlu membuka lahan sampai puluhan hektar. Cukup dua hektar tanah mineral saja. Yang satu hektar ditanami aren atau asam gelugur. Yang satu hektar lagi ditanami singkong gajah. Singkong gajah akan memberikan penghasilan kotor minimal rp.80.000.000/hektar/tahun. Hasil bersihnya sekitar rp.68.000.000. Setelah aren mulai berproduksi, pada umur 7-8 tahun, maka penghasilan pekebun akan menjadi minimal rp.455.000.000 pertahunnya.

 

Saat ini masyarakat pekebun cenderung menguasai lahan puluhan hektar per keluarganya, karena mereka menanam kelapa sawit, yang memang hanya akan memberikan penghasilan kotor rp.24.000.000/hektar/tahunnya. Saat harga TBS sawit jatuh seperti sekarang ini, maka hasil brutto tadi jadi tinggal kurang dari setengahnya. Tentu saja ini mengakibatkan hasil dari kebun sawit seluas empat hektar tak cukup untuk menghidupi satu keluarga yang di Riau, Jambi, Sumsel, Babel dan sekitarnya. Kalau di Sumut, angka itu masih cukup, karena segala sesuatu di Sumut harganya lebih murah.

 

Bagaimana jika lahan itu tanahnya berjenis gambut?

Apa boleh buat, lahan gambut umumnya hanya cocok ditanami tanaman berakar serabut. Dalam kasus ini, bertanam aren dan padi gogo adalah solusi yang cukup menjanjikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun