Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kompasiana Sebaiknya Dijual Saja

21 Juli 2015   15:34 Diperbarui: 21 Juli 2015   15:34 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sebagai seorang Kompasianer bangkotan (nanti kalau ditulis Kompasianer senior, ada yang perottessh...), mengalami penghapusan tulisan oleh admin Kompasiana adalah bukan hal baru buat saya. Apalagi setelah itu, akan datang surat cinta dari admin, yang sifatnya menerangkan sebab penghapusan.

Surat pemberitahuan itu sudah cukuplah buat saya, meski pun isinya tidak merinci pasal demi pasal. Dapat dimaklumi, karena surat itu adalah surat universal yang dikirimkan oleh mesin.

Namun, ketika membuka Kompasiana hari ini, saya sedikit terhenyak. Ada satu tulisan saya yang dipublish beberapa hari lalu yang dihapus. Judulnya : Satu Gereja GIDI di Solo Ditutup Ummat Islam. Tulisan itu hadir di ruang regional.

Tulisan yang dihapus itu isinya murni berita, tanpa bumbu opini dari penulis. Sumber referensinya juga dicantumkan secara lengkap. Yakni status Facebook dari akun seorang teman. Berikut foto-foto penunjang yang berkategori asli dari lapangan, bukan ilustrasi.

Berita yang isinya senada, juga dapat dijumpai di sedikit media kelas pinggiran, semisal Solo Pos dan Islammedia. Bedanya hanya, media kelas teri itu tidak mencantumkan foto asli, hanya sekedar ilustrasi. Kejadiannya yang cepat, hanya kurang dari satu jam, mungkin membuat reporter mereka kesulitan mendapatkan gambar. Jadilah gambar ilustrasi dipampangkan sebagai sagu hati para pembaca.

Catatan : jangan harap menemukan berita itu di media arus utama, karena memang sudah jamak diketahui, berita seperti itu tidak sejalan dengan misi mereka.

Yang membuat saya miris adalah, saya tidak mengetahui apa sebab tulisan saya itu dihapus. Tidak ada pemberitahuan lewat fitur inbox (karena fitur yang lama memang sudah dibuang, yang baru tak jua kunjung selesai). Tidak juga lewat email, atau sms, atau, lewat telepati pun jadilah.

Saya jadi menduga bahwa tulisan saya itu dihapus admin karena isinya hoax. Tetapi ketika dikonfirmasi ke Mbah Google, tidak ditemukan adanya pihak yang sudah menyatakan bahwa berita itu adalah hoax.

Kalau pun dianggap plagiat murni, saya kira tidak juga. Hatta media arus utama pun sudah biasa mengutip berita dari media lain. Dan memang begitulah salah satu cara media online bekerja.

Intinya, Kompasiana harus segera berbenah. Semua fitur penting yang dulu pernah ada, harus segera dihidupkan kembali. Jika ada penghapusan tulisan, hendaklan penulisnya diberi tahu. Hilangnya satu tulisan, apalagi yang sudah diklik ribuan pembaca, adalah satu missed point buat pengunggahnya.

Kompasiana baru sekarang ini, bila dinilai secara keseluruhan, maka pencapaian nilainya belumlah ada setengah dari nilai Kompasiana versi lama. Karena itulah saya begitu bersemangat mendoakan (sambil bakar menyan) agar Kompasiana versi baru ini tidak bisa kelar sampai tanggal 1 Juli (yang lalu), karena ada kabar bahwa jika Kompasiana versi baru tidak selesai secara keseluruhan sampai pada tenggat waktu itu, maka Kompasiana akan dikembalikan ke versi lama.

Rupanya kabar itu hanya kabar burung (yaelah, Kriko kan memang burung...). Doa saya diluluskan Tuhan, tapi Kompasiana lama tak jua dikembalikan. Meski menyimpan banyak bugs, dan otomatis menuai banyak komplain dari pengguna, Kompasiana baru tetap keukuh dipertahankan. Mungkin karena terlanjur sudah banyak uang keluar untuk membidaninya.

Padahal, kalau mau jujur kacang ijo, Kompasiana versi lama itu sudah cukup baik, hanya tinggal menyelesaikan keluhan dari para penguna jalur layar kecil.

Menurut terawangan gaib saya, Kompasiana baru tak kunjung kelar, disebabkan karena kurangnya keahlian para pakar pembangunnya. Pengelola pun tidak bisa menyewa pakar lain yang lebih handal, juga tidak mampu membeli beberapa hal vital, karena kekurangan dana.

Karena itu, saya menyarankan dua opsi solusi.

 

1.Jual Kompasiana.

Kompasiana bisa dijual kepada peminat lewat situs lelang website/blog semisal Flippa. Beberapa waktu yang lalu, saat berada di tangga 10 besar, harga Kompasiana ditaksir sekitar 2,4 miliar rupiah. Dengan banyaknya bugs inside dan jatuhnya ekonomi Indonesia saat ini, Kompasiana mungkin masih laku jika dilego seharga sekitar 1,8 miliar rupiah. (Sebuah angka yang bisa bikin Pepih Nugraha, Isjet dan Kevin langsung mencari Lamborghini bekas di OLX, buat mudik tahun depan, sambil pamer sama mertua).

Pemilik baru yang lebih punya dana segar diharapkan dapat membuat Kompasiana menjadi more user friendly, sehingga meraup traffic yang tinggi, dan ujung-ujungnya akan panen iklan.

Sekedar impoh, berikut adalah lima tempat favorit menjual website/blog, termasuk akun Facebook/Twitter. Akun Facebook Anda mungkin akan laku jika dilelang di sono, meski harganya cuman seringgit dua kupang.

  1. Flippa

Link: Flippa.com

2. Daltons Business

Link: daltonsbusiness.com/buy/online-businesses-for-sale

3. Buy Sell Website

Link: buysellwebsite.com 


  1. Website Broker

Link: websitebroker.com


  1. Ebay

Link: ebay.com

 

 

2.Buka dompet amal #SaveKompasiana

 

Ini bukan lelucon, apalagi sindiran. Saya yakin akan ada banyak Kompasianer dan donatur yang bersedia menyumbangkan sebagian uangnya, agar Kompasiana tetap eksis dan makin nyaman dipakai. Meski pun secara hukum Kompasiana ini adalah milik si anu (bukan Elde/Darsem, ya!) dan si polan, tetapi hakikatnya Kompasiana ini adalah milik bersama. Tempat ummat menulis. Dari mulai yang sekedar menyalurkan hobby, sampai yang serius ingin sumbang saran membangun bangsa.

 

Kompasiana mungkin tinggal satu-satunya media arus utama(?) yang masih relatif agak terbebas dari misi dan kepentingan para pendiri. Terang saja, yang menulis di Kompasiana kan ratusan ribu orang, mana mungkin dapat diatur semuanya. Meski pun ada terasa keberpihakan admin terhadap klan tertentu, itu masih bisa di ballancing kalau pihak yang berseberangan mau, ya kan?

 

Sayang sekali rasanya, jika Kompasiana kita biarkan bermasa depan buram. Bukan tidak mungkin pula, bila akhirnya Kompasiana makin bermasalah, ditinggal pengguna, gulung tikar, lalu tinggal menjadi situs bersejarah di hati para mantan pengunanya.

 

Betapa mengharukannya jika suatu saat nanti, saya menulis thread di Kaskus dengan Judul : 10 Artikel Unik Saat Kompasiana Masih Ada.

Hiks.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun