Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mendirikan Pabrik Kelapa Sawit Mini, Tantangan dan Harapan

8 Juni 2015   21:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:10 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Beberapa telepon masuk. Dari beberapa pengusaha, calon investor pembangunan pabrik kelapa sawit mini (selanjutnya ditulis PKSM) di berbagai daerah. Umumnya mereka berminat menanamkan modalnya, karena melihat masih banyaknya tandan buah segar sawit (TBS) milik petani rakyat di berbagai daerah yang menjadi nyaris  tidak bernilai akibat jauhnya pabrik kelapa sawit yang bersedia membeli.

 

Di daerah Tarakan, Kalimantan, misalnya. Ada seorang Pak Anton Chan, pemilik 600 hektar perkebunan kelapa sawit. Tanaman kelapa sawitnya sudah berproduksi maksimal. Tetapi sang pemilik tak bisa menikmati hasil perkebunannya. Ongkos angkut dari lapangan ke PKS terdekat  mencapai Rp.400/kg TBS. Sesampainya di peron tunggu PKS, truk tertahan di panjangnya antrian. Kadang bisa sampai tiga hari. Yakni saat panen raya. Pemilik PKS lebih mengutamakan pengolahan TBS dari perkebunan miliknya sendiri. Sedangkan kapasitas PKS masih terbatas. Meski sudah dioperasikan selama 24 jam setiap harinya. TBS tetap over load.  

 

TBS yang sudah terlalu lama antri itu pun akhirnya ditimbang. Tonase susut jauh. TBS yang awalnya grade A, kini turun jadi grade B, kadang jatuh jadi grade C, karena sudah mulai terdekomposisi. Bila harga normal TBS itu adalah di kisaran Rp.1.300/kg, kini Pak Anton Chan hanya menerima nilai di seputaran Rp.700-800/kg. Dipotong ongkos angkut, upah panen, biaya perawatan kebun  dan persentase refund investasi, jangankan untung, bisa-bisa buntung. 

 

TBS bukanlah bahan mentah yang tahan lama. Maksimal 24 jam setelah panen, ia harus diolah. Jika tidak, maka kandungan asamnya akan naik. Akibatnya CPO yang dihasilkan tidak layak untuk dijadikan bahan pangan. CPO jenis ini biasa disebut dengan Asam Tinggi (AT).  AT hanya layak untuk bahan baku biodiesel. Sementara harga biodiesel di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan minyak makan curah, misalnya. Apalagi kalau dibandingkan dengan harga minyak makan dalam kemasan.

 

Salah satu dari solusi masalah di atas adalah dengan membangun PKSM.  Pabrik kelapa sawit mini, yang mampu mengolah TBS antara lima ton sampai dengan lima belas ton perjam.  Dibawahnya lagi ada pabrik kelapa sawit mikro, yang kapasitas olahnya antara 0,5 ton s/d 5 ton perjam.

 

Lalu apa kendalanya?

 

1.Biaya mendirikan PKSM itu cukup mahal. Untuk wilayah Sumatera daratan saja, perkiraan kasarnya adalah Rp.2 miliar/ton/jam. Artinya, untuk membangun satu unit PKSM berkapasitas olah TBS 5 ton/jam, dibutuhkan dana sekitar 10 miliar rupiah. Itu belum termasuk :

 

2.Mahalnya izin. Ada sederet panjang izin yang harus diurus sebelum mendirikan PKS/PKSM. Ini daftarnya :

 

  1. UKL – UPL / RKL – RPL / AMDAL.
  2. SIUPP.
  3. SITU.
  4. HGB.
  5. IMB PABRIK.
  6. IMB Perumahan.
  7. Izin Gangguan HO.
  8. Izin Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah  (IPAL).
  9. Izin Radio.
10. Izin Land Aplikasi (jika ada).
11. Izin Mesin-mesin Pabrik :
12. Izin Timbangan.

 

Panjangnya daftar izin itu jelas mencerminkan panjangnya jalur birokrasi, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan.  Akibat hal ini, tak jarang para calon investor kelas menengah yang semula berminat untuk menanamkan modalnya dengan mendirikan PKSM di daerah terpencil, jadi mundur teratur.

 

Akibatnya dapat diduga, TBS milik petani rakyat menumpuk, sering malah tak jadi diangkut. Bila musim penghujan tiba, kondisi ini pun akan makin parah.

 

Rakyat yang tadinya gegap gempita beriang hati mengikuti program transmigrasi, menanam kelapa sawit, kini hanya bisa gigit dua jari, karena TBS miliknya tidak laku dijual.

 

Sudah saatnya pemerintah, pusat dan daerah, untuk menyederhanakan perizinan pendirian PKSM. Memangkas biayanya, bila perlu, tergantung kondisi,  mencukur gundul. Jangan lagi melihat pengusaha calon investor pendirian PKS mini itu laksana melihat rendang siap santap. Betapa pun mereka berniat mencari keuntungan, tetapi terlebih lagi pikirkanlah sisi terbantunya petani kelapa sawit di daerah terpencil. 

 

Patut dicatat, sebuah PKSM tidak akan dibangun di daerah yang moda transportasinya lancar dan jumlah PKS yang sudah ada telah mencukupi. PKSM itu padat modal dan padat karya, tidak akan mampu bersaing dengan PKS besar. Sehingga sudah selayaknya pemerintah turun tangan membantu.

 

Petani rakyat di pedalaman yang sedang sekarat karena hasil buminya tak laku itu, wajiblah dibantu. Bila tak mampu atau tak mau membantu, setidaknya biarkanlah pihak swasta yang membantu. Jangan malah dipersulit, atau dianggap sebagai ladang bancakan baru.

 

***

 

Ditulis oleh : Muhammad Isnaini alias Bang Pilot, seorang penulis, blogger dan wartawan.

Foto : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/2015/06/mendirikan-pabrik-kelapa-sawit-mini.html

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun