Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Statistik Peribahasa

22 Oktober 2023   06:42 Diperbarui: 22 Oktober 2023   07:09 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senada dengan kedua kelompok peribahasa tadi, tetapi pada sisi yang berbeda, terdapat 26 peribahasa yang menyindir tabiat yang banyak bual, sombong dan tak tahu diri. Misalnya katak hendak jadi lembu, seperti lonjak alu penumbuk padi, kadok naik junjung, dan cakap berlauk makan dengan sambal lada.

Sebagian besar peribahasa yang kita kenal saat ini berasal dari kebudayaan Melayu. Sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa peribahasa-peribahasa itu merupakan potret kehidupan masyarakat Melayu di masa yang lalu. Pada ketiga kelompok peribahasa tadi dapat ditangkap nuansa yang mendorong bangsa Melayu untuk hidup mengikuti aturan dan menghindari impian, harapan, atau keinginan yang terlalu tinggi atau tak lazim. Mematut diri, tampaknya menjadi pesan utama yang dititipkan melalui peribahasa.

Adapun kata ada pangkalnya. Segala sesuatu ada mulanya. Banyaknya pesan untuk mematut diri di dalam peribahasa Indonesia tentu ada sebabnya. Kajian antropologi akan membantu mengungkap kehidupan masyarakat Melayu di abad-abad yang lalu. Adakah fenomena sebagaimana yang terlihat hari ini -- orang ingin mencapai puncak kejayaan dalam seketika -- juga telah terjadi di masa yang lalu, sehingga perlu ditegur untuk realistis melalui peribahasa?

Pintu-pintu yang Terbuka

Pemaparan koleksi peribahasa dalam angka-angka statistik boleh jadi membuka berbagai pintu untuk kita lebih mengenali masa lalu. Banyaknya jenis tumbuhan dan hewan yang disebut di dalam peribahasa sedikit banyak telah menggambarkan bahwa para pendahulu kita adalah pengamat yang andal. Penggunaan kata air, laut, dan ikan dengan frekuensi relatif tinggi mengindikasikan kehidupan para leluhur kita sebagai pelaut. Indikasi ini diperkuat pula dengan seringnya dijumpai kata yang berkenaan dengan transportasi laut seperti pada peribahasa sampan rompong, pengayuh sompek; padang perahu di lautan, padang hati dipikirkan; jung pecah, yu yang kenyang; kapal besar ditunda jongkong; dan laksana pencalang tersarat, tiada ke timur, tiada ke barat.

Kumpulan-kumpulan pesan yang serumpun secara kasar telah mendeskripsikan konfigurasi sosial masyarakat di masa yang lalu. Selain pesan untuk mematut diri, juga banyak dijumpai peribahasa yang menyiratkan hubungan yang rukun dan harmonis (25 peribahasa) seperti berselubung sama bungkuk, melompat sama patah; rentak sedegam, langkah sepijak; dan bersua beliung dengan sangkal.

Apakah kehidupan masyarakat bahari yang rukun, harmonis, berteguh kepada adat dan kebiasaan, realistis tanpa impian muluk dengan dikelilingi oleh keindahan keragaman hayati merupakan cita-cita ideal para pendahulu kita, tentu statistik peribahasa ini belum dapat menjawabnya.

catatan: Artikel ini telah dimuat di Republika Kamis, 19 Oktober 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun