Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Menikahlah Denganku"

19 Agustus 2020   18:16 Diperbarui: 19 Agustus 2020   18:36 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Menikahlah denganku!" Begitu rayu seorang perempuan teramat cantik kepada setiap lelaki yang melewati jalan itu. Rayuan yang boleh dikata mustahil diabaikan. Banyak sudah lelaki yang terpikat rayuan itu. Semuanya bernasib merana.

Setiap kali seorang lelaki menyambut rayuan itu, sang perempuan akan mengajak si lelaki ke rumah penghulu untuk melangsungkan pernikahan. Akan tetapi, di tengah perjalanan selalu saja terjadi hal buruk pada si lelaki. Ada yang tiba-tiba berteriak ketakutan seperti habis melihat hantu atau monster. Ada yang menjerit-jerit atau menangis pilu. Ada yang mengamuk, mencakar-cakar atau menumbuk-numbuk jalan. Kemudian semua lelaki itu berlari tunggang langgang dan sesudahnya terlihat seperti orang yang tak waras.

Perempuan perayu yang sangat cantik itu bukanlah orang asing di kampung itu, meski mungkin tak banyak yang mengenalnya. Namanya Cempaka. Anak perempuan allahuyarhamah Rugayah, seorang gadis asli kampung itu yang jelita parasnya tapi malang sungguh nasibnya.

Suatu hari petaka menimpanya. Ia ditemukan tak sadarkan diri dengan pakaian yang tak karuan di semak-semak tak jauh dari jalan depan rumahnya.  Entah siapa yang telah berbuat laknat kepada gadis kampung itu. Ada orang bilang ia diperkosa seorang pengelana yang kebetulan melintas. Ada yang percaya orang kampung itu sendiri pelakunya. Tetapi yang paling dipercaya oleh banyak orang kampung, walau tak ada buktinya, adalah Rugayah telah dicelakai oleh seseorang dari istana. Ada bisik-bisik beredar bahwa beberapa hari sebelum ditemukan di semak-semak, Rugayah diculik oleh dua orang bersenjata. Abah dan emaknya tak pernah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Setiap kali ada yang berani atau sampai hati menyinggung masalah ini keduanya hanya murung dan diam.

Sembilan bulan kemudian Rugayah melahirkan, tapi ia sendiri tak sanggup bertahan. Selepas persalinan, ia meninggal dunia. Bayi perempuan yang kemudian diberi nama Cempaka itu, dibesarkan oleh atok dan neneknya. Pada usia sepuluh tahun Cempaka dikirim oleh atok dan neneknya entah ke mana.

"Menuntut ilmu di sebuah tempat." Itu saja yang dikatakan oleh Mat Gani, atok Cempaka, kepada orang kampung. Orang kampung lama menaruh heran, darimana Mat Gani punya harta untuk membiayai pendidikan cucunya. Terlebih lagi tersebar kabar yang dibawa oleh angin bahwa Cempaka dididik di perguruan khusus untuk keluarga bangsawan.

Sekitar satu purnama yang lalu Cempaka kembali ke kampungnya. Usianya sudah dua puluh tahun sekarang. Parasnya sangatlah jelita, melebihi Rugayah emaknya. Banyak pemuda yang pura-pura melewati jalan depan rumah atoknya dan mencuri-curi pandang ke arahnya. Biasanya Cempaka membantu nenek menenun kain.

Akan tetapi, suatu hari kelakuan Cempaka sangat berubah. Sungguh ganjil dan tak kena di akal. Setiap hari, tak pagi tak petang, ia berbaju kurung putih dengan kerudung yang juga putih berdiri di tepi jalan depan rumah atoknya, merayu setiap lelaki yang melintas untuk menikahinya. Setiap lelaki. Tak tua tak muda. Tak perjaka, duda, ataupun suami orang.

Banyak sudah lelaki yang menjadi korban. Hampir setengah laki-laki dewasa di kampung itu sudah tak waras dibuatnya. Sekarang, para orang tua melarang anak lelaki mereka melintasi jalan itu. Para istri mengawasi lekat-lekat suami mereka. Jalan itu menjadi sunyi dan menakutkan. Cempaka telah menjadi seperti bunga cempaka. Wangi, tapi menyeramkan.

Suatu hari lewatlah di jalan itu seorang pemuda. Pasti anak muda bukanlah berasal dari dekat-dekat kampung itu sehingga tak tahu betapa berbahayanya jalan yang tengah dilintasinya itu.

Cempaka, berbaju kurung putih dengan kerudung yang juga putih, tiba-tiba mencegatnya, "Menikahlah denganku!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun