Saya akhirnya masuk UGM. Pun begitu dengan empat adik saya. Sedangkan satu adik saya yang lain tidak kuliah di UGM. Uniknya, selama saya kuliah, Bapak tak pernah lagi mempersoalkan nilai akademik saya. "Yang penting UGM kau." Begitu kira-kira pandangan Bapak. Bapak punya keyakinan bahwa keberhasilan si sulung akan mengilhami adik-adiknya. Terbukti.
Kegigihan Bapak dalam hal pendidikan menjadi teladan bagi saya untuk melanjutkan kuliah. Setelah sekitar dua puluh tahun melanglang-buana di dunia profesional, saya kembali ke bangku kuliah. Saya mulai mengambil master pada usia 43 tahun di IPB, tarik nafas sebentar, lalu melanjutkan kuliah doktoral pada usia 46 tahun. Juga di IPB. Saya berhasil menjadi Doktor pada usia 50 tahun. Keberhasilan ini ingin saya bagi dengan Bapak. "Pak, Doktor anak bapak yang bandal ini.." Tapi Bapak sudah pergi untuk selamanya saat saya masih mengerjakan penelitian untuk disertasi saya di laboratorium.
Tahun ketika Bapak pergi, adalah salah satu tahun paling lara dalam hidup saya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H