Mohon tunggu...
setio sulis
setio sulis Mohon Tunggu... -

Tinggal di Yogyakarta, Ngekos di pinggir jalan, kawasan Umbulharjo.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indoktrinasi Revolusi Nasional, Catatan Penting Memilih Presiden

6 Juni 2014   22:58 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:58 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


AKHIR-akhir ini kok rasanya jenuh nonton televisi. Setiap melihat tayangan berita ada saja laporan tentang aktivitas calon presiden-calon wakil presiden. Masalahnya bukan pada program siarannya, tapi faktor kontennya.

Kita tahu kalau hampir semua juragan televisi di Tanah Air ini terlibat politik praktis. Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sangat diuntungkan karena mendapat dukungan Aburizal Bakrie (bos TVOne, ANTV) dan Hary Tanoesoedibyo (MNC Grup).

Sementara pasangan Jokowi-Jusuf Kalla didukung Surya Paloh (bos MetroTV). Belakangan Jokowi mendapat dukungan Dahlan Iskan (bos Jawa Pos grup), tapi sayangnya Dahlan tak punya televisi nasional.

Saya jenuh lantaran televisi yang bosnya mendukung Prabowo-Hatta terkesan mempromosikan capres poros Gerindra itu dan memojokkan Jokowi, capres poros PDI Perjuangan.

Namun, saat mau menonton MetroTV guna menyeimbangkan informasi, salurannya bruwet. Setelah memutar-mutar antena, terkadang bisa menonton siarannya, meski juga masih bruwet.

Ternyata sma saja. Berita di MetroTV juga menonjolkan Jokowi, tapi menyudutkan Prabowo. Akhirnya mual juga dengan berita-berita Pemilu yang terkesan tidak fair.

Setelah dijejali berita Pemilu saya menangkap satu fenomena Pilpres tahun ini. Terutama masalah lifestyle kedua capres.

Prabowo dandanannya dikesankan mirip Soekarno, presiden pertama RI. Sedangkan Jokowi adalah capres yang ditunjuk anaknya Soekarno, Megawati Soekarnoputri. Jadi, kedua tokoh ini cita rasanya sama-sama Soekarnois.

Tapi saya masih sangsi, apakah keduanya benar-benar akan melanjutkan cita-cita Soekarno?

Menangkap aroma Soekarno dalam Pilpres tahun ini, saya jadi ingat pesan sang proklamator itu tentang semangat revolusi. Bagi Bung Karno, sapaan Soekarno, revolusi adalah menjebol dan membangun. Membangun dan menjebol.

Revolusi adalah "build tomorrow" and "reject yesterday". Revolusi adalah "construct tomorrow" and "pull down yesterday".Revolusi itu laksana gelombang samudera yang selalu mengalir, laksana angin topan yang selalu meniup.

Semboyan revolusi itu mandek-amblek, mundur-hancur! Untuk itu revolusi tidak boleh gagal dan terus berlanjut sampai kapanpun.

Logika revolusi itu adalah sekali kita mencetuskan revolusi, kita harus meneruskan revolusi itu sampai cita-cita proklamasi terpenuhi, menuju masyarakat adil dan makmur, tata tentrem kerta raharja.

Merunut sejarah revolusi. Keputusan Dewan Pertimbangan Agung tentang perincian manifesto politik RI 17 Agustus 1945. Singkatnya, manifesto politik memuat dua hal yang sangat dibutuhkan untuk melancarkan jalannya revolusi.

Pertama, persoalan-persoalan pokok revolusi Indonesia. Kedua, program umum revolusi Indonesia.

Persoalan pokok revolusi Indonesia, antara lain, menyangkut dasar/tujuan dan kewajiban revolusi Indonesia. Untuk merealisasikannya butuh dua landasan. Pertama, landasan idiil yakni Pancasila. Kedua, landasan strukturil yakni pemerintahan yang stabil.

Kewajiban revolusi yang terpenting adalah pembentukan negara kesatuan dan negara kebangsaan yang demokratis, dengan wilayah kekuasaan dari sabang sampai merauke. Mewujudkan masyarakat adil dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, cinta damai dan bersahabat dengan negara lain demi mewujudkan dunia baru.

Persoalan pokok revolusi lainnya adalah tentang kekuatan sosial. Kekuatan sosial yang mendukung revolusi adalah kekuatan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia yang menentang imperialisme-kolonialisme. Kaum buruh, kaum tani, harus menjadi kekuatan pokok dan menjadikannya soko guru masyarakat adil dan makmur di Indonesia.

Persoalan pokok lainnya adalah tentang sifat revolusi yang demokratis, maka Indonesia harus mendirikan kekuasaan gotong royong, kekuasaan demokratis yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, yang menjamin terkonsentrasinya seluruh kekuatan nasional, seluruh kekuatan rakyat.

Tentang hari depan revolusi Indonesia, dalam manifesto politik dikatakan;

"Rakyat dimana-mana di bawah kolong langit ini tidak mau ditindas oleh bangsa lain, tak mau dieksploitasi oleh golongan apapun, meski golongan itu dari bangsanya sendiri"

"Rakyat dimana-mana di bawah kolong langit ini menuntut kebebasan dari kemiskinan dan rasa takut, baik karena ancaman di dalam negeri, maupun karena ancaman dari luar negeri"

"Rakyat dimana-mana di bawah kolong langit ini menuntut kebebasan menggerakkan secara konstruktif ia punya aktivitas sosial, untuk mempertinggi kebahagiaan individu dan masyarakat."

"Rakyar dimana-mana di bawah kolong langit ini menuntut kebebasan mengeluarkan pendapat, yaitu menuntut hak-hak yang lazimnya dinamakan demokrasi."

Persoalan pokok revolusi Indonesia juga harus mengenal musuh-musuhnya, yaitu mereka yang memperdayai republik dengan menjalankan sabotase-sabotase ekonomi.

Untuk berhasilnya revolusi, perlu ada usaha-usaha pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, mental-kebudayaan, dan keamanan.

Situasi sekarang ini, pada kesempatan Pilpres 2014. Kita semua perlu refleksi apa sekiranya hal-hal yang menjadi acuan memilih pemimpin nasional.

Sekarang ini kita butuh calon presiden yang memiliki semangat revolusi Indonesia, melanjutkan cita-cita proklamasi, dan meluruskan arah revolusi di era reformasi yang karut marut ini. Kita harus menentukan pemimpin baru nan revolusioner. Jiwa dan raganya hanya untuk melayani rakyat.

Di bidang sosial daripada usaha-usaha pokok revolusi saat ini adalah bagaimana menetapkan pentingnya kesadaran sosial. Pemimpin masa depan harus bisa menggerakan rakyat memiliki kesadaran nasional, kesadaran bernegara, kesadaran berpemerintah, kesadaran berangkat perang, dan kesadaran sosial.

Kesadaran sosial itu adalah semangat persatuan, semangat gotong royong, dan semangat "ho lopis kuntul baris".

Kita harus sadar bahwa revolusi kita tak hanya revolusi materiil, tetapi juga revolusi mental. Kita harus berani membongkar kebiasaan-kebiasaan lama yang buruk dan membangunnya dengan yang baru untuk meneruskan perjuangan revolusi.

Sekarang Pilpres sudah di depan mata. Sudah sangat mendesak rakyat menentukan sikap politik. Hanya ada dua kandidat. Suka atau tidak, kita harus memilih satu pemimpin.

Satu di antara dua capres yang harus dipilih adalah yang punya jiwa revolusi, menuju gerakan masyarakat adil dan makmur. Presiden periode 2014-2019 yang kita butuhkan adalah pemimpin beorientasi kerja, kerja, kerja! Demi menyejahterakan rakyat.

Bukan pemimpin yang memberikan janji-janji tanpa kita tahu kapan itu bisa terealisasi. Oleh karena itu kita harus hati-hati mencoblos capres di bilik suara pada 9 Juli nanti.

Menjadi pemimpin itu tidak bisa direkayasa. Semisal memoles personal branding bertahun-tahun dengan modal besar hanya untuk memenuhi ambisinya menjadi presiden.

Pemimpin itu lahir bersama rakyat. Hanya pemimpin yang tumbuh dan besar bersama rakyat lah yang bisa merasakan penderitaan rakyat. Sehingga dia memiliki empati dan wawasan untuk menyejahterakan rakyat.

Dari dua capres yang bakal bertarung tahun ini. Silakan pilih capres yang jelas-jelas merakyat! Menurut Anda, nomor satu atau nomor dua? Selamat memilih... (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun