Mohon tunggu...
Bangkit Raharja
Bangkit Raharja Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Sastra mengajarkan saya cara hidup yang berbeda dari biasanya,melihat orang lain dari berbagai sudut pandang. Sehingga ini membuat saya lebih banyak beryukur. Dari sastra pulalah kegemaran saya dalam menulis menjadi semakin termotivasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ilusi Cinta

9 Agustus 2016   07:59 Diperbarui: 9 Agustus 2016   08:20 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pelajaran biologi telah usai, hukuman ku telah di berhentikan oleh guru. Waktunya istirahat bagi para murid dan guru-guru. Aku keluar kelas menuju kantin sekolah dekat masjid, disana sudah ada seseorang yang menunggu yaitu si dia. Kita membeli baso sepiring berdua, niat ini dilakukan bukan karena aku so romantis tapi ketika itu aku dan si dia sedang krisis keuangan karena telat membayar iuran. Jadi kita berdua berencana untuk menghemat dengan cara seperti ini. 

Lalu kita duduk berdua bawah tangga depan perpustakaan, kita suap-suapan, ketawa bersama, dan lebih asyk legi ketika basonya jatuh kita malah melihat saja setelah itu ketawa deh. Itu adalah masa yang ga bisa aku lupakan. Tidak lama kemudian bel masuk berbunyi dan kita kembali ke kelas masing-masing.

Kelas begitu sunyi, guru mulai membagikan kertas ulangan dadakanya. Mulai terdengar suara-suara kecil yang sedikit gelisah dan gaduh. “apaan ini? Pake ada acara ulangan dadakan segala” gerutu para murid dengan suara berbisik. Aku memulai mengerjakan soal yang dibagikan oleh guruku, dimulai dari no urut 1 ke 2 ke 3 lanjut dan begitu seterusnya tapi tidak ada yang aku mengerti dari semua soal itu. Pikiranku buntu, mataku gelap, yang terbayang hanya si did an si dia. Tiba-tiba ide muncul cara untuk mengerjakan soal ini, aku coba mengirim pesan pendek ke si dia dan menuliskan soal no urut 1, dia membalasnya dan memberiku sebuah pencerahan yaitu jawaban yang aku nanti-nanti akhirnya datang juga. 

Satu persatu soal mulai terisi dengan jawaban, aku sedikit tenang dengan keadaan ini dan menyelesaikan semua pertanyaanya. Ulangan telah usai aku beregegas pergi meninggalkan kelas menuju warung belakang bersama teman satu club ku di kelas. Setelah sampai kantin ternyata aku mendapatkan kabar dari rekan ku dan ternyata pacar ku itu ketahuan berselingkuh dengan kaka tingkatku di SMA. Walaupun itu kabar masih simpang siur tapi aku belum begitu percaya dengan omongan temanku. Lalu aku mencoba membuktikan apakah benar semua yang dikatakan oleh temanku.

Tiba-tiba bel berbunyi 1, 2, 3, dan 4 kali, saat bel ke 4 berbunyi itu tandanya semua pelajaran usai dan aku berlari ke belakang pohon dekat gerbang sambil memata-matai si dia. Ternyata benar dia pulang dengan kakak kelas ku bernama Jawa. Dia di bonceng menggunakan Ninja RR dengan begitu mesranya. Padahal baru kemarin kita berjanji saling melengkapi kekurangan kita tapi hanya beberepa jam dia telah mendustaiku. 

Dari situ akhirnya aku percaya, lalu ku menghubunginya dan memutuskanya segera, walaupun hati ini ada rasa tapi mau bagaimana lagi, luka yang dipaksakan akan mengalir deras sampai ke akhir khayat. Dia pun hanya menjawab “yasudah gapapa”. Dingin dan nusuk sekali mendengar jawaban yang begitu singkat dan padat itu. Ternyata benar dia memang sudah melupakanku yang dulu telah berjuang lebih untuknya, tapi pengorbananku ini hanya di anggap angin lalu saja.

Menuju rumah tanpa si dia, berjalan kaki sendirian tiada lagi bayang yang akan selalu menemaniku pulang, kini tinggalah puing-puing kenangan yang tercampuri oleh dusta. Cinta yang suci ini telah ternodai oleh debu penghianatan, sesekali aku pernah berharap kalau ini hanyalah ilusi dari ketakutanku saja. Tapi tuhan berkehendak lain menjadikan ini sebuah realita cinta yang menyesatkan jiwa dan menyiksa alam bawah sadarku. 

Apa benar cinta ini buta? Atau hanya manusialah yang membutakan cinta? Hati ini terombang-ambing, pikiran ini melayang-layang, jiwa ini telah mati, padam, gelap, di terpa badai asmara yang memilukann apakah gerangan yang terjadi pada Dewa Asmara dan Dewi Cinta sehingga membuatku gundah gulana.

Malam di sudut kota kembang ini aku terus memikirkanya, padahal dia telah menghianati cinta ini, yang membuatku sulit tuk melupakanya hanyalah sebuah memori masa lalu tentangku denganya di kala canda, tawa, dan duka bersama. Mata ini buta, ternyata dia hanya memperlihatkan senyum palsu yang menusuk tepat di ulu hati ini. Aku lebih baik sengsara dalam kegelapan walau hanya sekejap, daripada harus terluka oleh bayanganmu yang semu di bawah terik sinar mentari.

Hari-hari tanpa si dia membuatku tak berdaya, saat di sekolah dan aku sedang berjalan, terlihat dari kejauhan si dia sedang berboncengan dengan cowo yang kemarin lusa menikung dari belakang. Aku bukanya tidak berani tapi untuk apa aku berkelahi hanya untuk perempuan penghianat seperti itu. Lalu kenapa aku harus terus juga memikirkanya. Kejadian ini membuatku gila, hingga tak bisa membedakan mana khayalan mana kenyataan. Apakah ini mimpi? Ilusi? Atau hanya pertunjukan seni? Yang jelas ini begitu menyakitkan.

Hari berganti minggu masih tetap belum bisa menghapuskan kenangan yang telah kita lewati, minggu berganti bulan sedikit-sedikit memori mulai terhapus walau masih pahit di lidah asam di kerongkongan, bulan berganti tahun akhirnya sukses menghapus semua memori yang tersimpan dalam bentuk kenangan dan ingatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun