Empat tahun berlalu, Diana berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan predikat cum laude. Pada saat wisuda, ayah dan Bima duduk di barisan depan, menyaksikan dengan bangga saat Diana menerima ijazahnya. Itu adalah momen yang paling membahagiakan dalam hidup mereka, momen yang penuh dengan rasa syukur atas segala yang telah dilalui.
Setelah lulus, Diana mendapat tawaran bekerja di sebuah perusahaan arsitektur ternama. Gajinya jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan, dan ia mampu memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya. Diana membangun kembali rumah kecil mereka, menjadikannya tempat yang nyaman bagi ayah dan Bima.
Diana tidak pernah melupakan pesan ibunya. Ia tahu bahwa semua keberhasilan ini bukan hanya hasil dari kerja kerasnya sendiri, tetapi juga karena keyakinannya pada Tuhan dan semesta yang selalu membimbing langkahnya.
Kini, Diana dikenal sebagai seorang arsitek yang sukses. Namun, di balik semua kesuksesannya, ia tetaplah Diana yang sederhana, yang selalu percaya bahwa setiap perjuangan akan menemukan jalannya, asalkan kita tidak pernah berhenti berusaha dan berdoa.
Suatu sore, saat matahari hampir tenggelam, Diana duduk di beranda rumah bersama ayah dan Bima. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, membawa rasa damai yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Â
Ia menatap langit yang mulai gelap, dan sejenak, ia merasa ibunya hadir di sana, tersenyum bangga melihat putrinya yang telah tumbuh menjadi perempuan yang kuat dan mandiri.
Di dalam hati, Diana berbisik, "Terima kasih, Ibu. Aku tahu kau selalu ada bersamaku, seperti Tuhan dan semesta yang selalu menjagaku."