matahari harga tahta
koloseum bersimaharajalela
kerandalah milik pemberi hadiah
pangkuan mayapada, roti, darah, nama
merona dan senyumlah laksana bayi, tah-tah
di pangkuan firdausi, membasuh kaki jiwa bersahaja
jadikan iman perisai berpegang teguh, genderang lengang telinga
********
Seandainya dulu kita bersuah
Kondrad kecil akan getarkan pita suara. Ibarat gema-gema dari senar baja terlapis tembaga, "Selamat malam saudara terkasih. Sungguh, dari dulu akulah si gilamu. Inilah hamparan taman sari mimpi indah di belakang singgasana matahari, hari ini. Mereka meninabobokan dengan senandung Dreamland. Entahlah di mana negeri itu berada. Selalu diam membisu. Ternyata terdengar sama dan sahih. Tersibaklah tabir mega hukum kekekalan. Seandaikan engkau ikut ke dunia kecilku, kamulah the girl itu. Kemana saja. Kita terbang bagai sepasang malaikat kecil. Menjelajahi tanpa terhalang serambi waktu. Ke perpustakaanmu, Â melayang ke pustaka maya. Mendengar dan mengerti latar kisah-kisah lara para sahabat. Di bawah langit kita tetap sama. Lumpuh igal dan sayap-sayap tuk mengerti waktu. Ayah dan ibu kan berdendang merdu. Membelai rambut di setiap tidurmu berajak.... Berbisiklah mereka perlahan. Saat kami telah memetik satu bIntang kesayangan kami, saling percaya selamanya menjadi cahaya."
Kala bimbang inginkan tangannya utuh tergenggam. Memetik bunga pink anyelir dan lili putih. Bersama semangkok bakso* untukmu. Ucaplah hanya dari nada denyut nadi. Apa yang pernah ia ketahui dari arti yang pernah terucap, "Di balik keras karang dusta di atas kata-kata damai. Kita akan merendai jubah kasih ketika "waktu" versus "seandainya" adalah kejujuran suara hati. Dan sepenggal waktu akan lebih merajut rasa. Betapa surganya arti ketika memberi tanpa menoleh lagi ke neraca-neraca harga diri dan toleransi, selain peneguhan. Seraya heningku berpangku di pangkuan jiwamu, lihatlah satu nyala api lilin laraskan doaku-doamu. Cahaya mereka menyatu".