Foto ini adalah pemandangan ribuan pelayat datang berbondong-bondong untuk melihat pemakaman salah seorang dermawan Mesir ustadz Shalah Athiyyah (semoga Allah merahmatinya) yang meninggal dunia kemarin (11/1/2016) di Mesir.
Masih segar di ingatan saya akan kasih sayangnya nan tulus membantu masyarakat Mesir dan dari dulu hingga sekarang beliau rutin tiap bulannya memberikan bantuan sembako berupa minyak goreng, mentega, beras dan sembako lainnya termasuk juga uang untuk mahasiswa Indonesia terutama yang berdomisili di daerah Tafahna dan Zagazig yang kuliah di universitas al Azhar.
Ya Allah tempatkan ia di surga firdausMu dan jadikan kami sosok seperti almarhum, milyader muslim yang dermawan. Amin. (dilaporkan Adi Sucipto Alumni Al-Azhar Cairo)
KAYA DAN HUSNUL KHOTIMAH KARENA ADA SAHAM UNTUK ALLAH
Di wilayah Mesir ada satu kota kecil bernama tafahna. Mula-mula kota ini sepi dan sebagaimana kota kecil di Indonesia, akses ke mana2 sulit.
Hingga pada saat saya mengikuti sebuah pelatihan, dikisahkan oleh Syaikh DR. Musthafa Dasuki Kasbah, pakar wakaf dari al-azhar University, bahwa di kota kecil itu ada seorang anak muda bernama Sholah Atiyah.
Ketika kuliah anak muda ini sangat miskin. Diceritakan bahwa ia hanya mempunyai satu celana panjang. Bayangkan saudara-saudara, ada mahasiswa yg celana jarang gonta-gonti karena punyanya hanya itu. Bayangkan pula bagaimana ia makan, bergaya hidup dan sebagainya pastilah khas orang miskin kebanyakan.
Dahsyatnya, saat ia lulus dan mendapat gelar insinyur, ia mengajak temannya yg sama-sama miskin, berbisnis. Ia berkata pada temannya:
"Ayo kita bisnis bareng, nanti sahamnya kita bagi tiga"
"lho bukannya kita cuma berdua? Siapa yg ketiga? " tanya temannya, penasaran.
"yg ketiga adalah Alloh. Ayo kita berbisnis bersama Alloh. Dia, Tuhan kita semua, sahamnya adalah sepertiga" Jawab Sholah Atiyah yg langsung disetujui temannya.
Saat usahanya masih kecil, saham Alloh diberikan menyesuaikan hasil. Beliau tidak peduli besar atau kecilnya pendapatan yg penting sepertiganya selalu untuk sedekah jariyah.
Kata-kata sepertiga membuat ingatan saya menerawang jauh hingga ke Jaman Nabi, bahwa ada kisah seorang petani yg kisahnya diabadikan dalam hadist riwayat Imam Muslim.
Rasulullah bersabda: "Ketika ada seorang sedang berjalan di sebuah padang yg luas, tak berair dan sunyi, tiba-tiba dia mendengar suara dari awan:
'Siramilah kebun si fulan!'
Maka awan itu menepi (menjauh) lalu menumpahkan airnya di tanah dg bebatuan hitam. Ternyata ada saluran air yg telah dipenuhi dg air. Maka ia menelusuri (mengikuti) jalannya air tersebut. Ternyata ada seorang laki-laki yg sedang berada di kebunnya, dia sedang mengalirkan air dg menggunakan cangkulnya.
Kemudian dia bertanya, 'Wahai hamba Alloh, siapakah nama anda?' dia menjawab, 'Fulan.' Sebuah nama yg didengar dari suara awan tadi.
Kemudian orang itu balik bertanya, 'Mengapa anda menanyakan namaku?' dia menjawab, 'Saya mendengar suara dari awan yg ini adalah airnya, mengatakan 'Siramilah kebun si fulan!' yaitu nama anda. Maka apakah yg telah anda kerjakan?.'
Dia menjawab, 'Karena anda telah mengatakan hal ini maka akan saya, ceritakan bahwa saya memperhitungkan (membagi) apa yg dihasilkan oleh kebun ini; sepertiganya saya berikan kepada Allah dg sedekah; sepertiganya lagi saya makan bersama keluarga dan sepertiganya lagi saya kembalikan lagi ke kebun (untuk ditanam kembali)."
Subhanalloh, kita tahu bahwa hujan adalah rezeki yg paling sulit diprediksi. Itu saja bisa digiring dan di istimewakan untuk orang yg menginfakkan sepertiga hartanya. Bagaimana dg rezeki yg lain? Uang, properti dan aset-aset lain yg relatif bisa dihitung matematis. Tentu lebih mudah bagi Allah untuk digiring dan di istimewakan bagi mereka yg mau memberi sepertiga sahamnya kepada Allah.
Saya pikir wajar bila kesuksesan bisnis Sholah Atiyah diatas, makin meroket. Hari berganti hari, tahun demi tahun, secara istiqomah saham Allah dari usahanya itu beliau bangunkan gedung-gedung pendidikan. Kenyataannya usaha beliau bukan surut tapi makin maju. Makin menggurita.
Padahal yg beliau inginkan dari tiap wakafnya adalah ridho Alloh dan Negeri akhirat. Eh malah di dunia sudah terbalas belipat ganda. Memang kejar akhirat, dunia mendekat. Kejar akhirat dua keuntungan didapat; keuntungan dunia sebagai DP dan keuntungan sempurna saat di akhirat.
Bahkan kini kota tafahna yg dulunya sepi jadi ramai. Beliau berwakaf dg membangun gedung cabang Al-Azhar di kota tersebut. Tidak tanggung-tanggung. Ada lima fakultas yg beliau bangun.
Dulunya mahasiswa sedikit, tapi kini lebih dari 50 ribu mahasiswa di kota kecil itu. Subhanalloh ini setara dg UNDIP atau UGM atau yg lain di Indonesia.
Bukan hanya itu, karena tiap usaha, yg makin beragam dan menggurita itu, selalu sepertiga sahamnya untuk wakaf, maka selain gedung-gedung fakultas beliau juga menggratisi siapa saja yg sekolah tingkat SD, SMP, SMA di kota kecil itu.
Kota kecil itu, kini telah ramai, saudagar super kaya bernama Sholah Atiyah inilah yg punya peran penting dalam pembangunan dan pengadaan fasilitas umum seperti stasiun kereta api dan lain-lain. Melalui harta-harta wakaf beliau.
Belum lama ini, baru 2 tahun yg lalu (dari tahun 2016, saya mengikuti pelatihan) saudagar besar ini meninggal dunia.
Ribuan orang turut berduka cita atas kepergiannya. Kata DR. Musthofa Syaikh Al-Azhar itu, belum pernah ada prosesi mengantar jenazah yg seramai Sholah Athiyah.
Dzahirnya beliau telah mati. Tapi hakikinya beliau abadi. Gedung-gedung pendidikan dan fasilitas-fasilitas umum yg dibangun dg wakafnya itulah yg menjadi saksi.
Semoga kita bisa meneladaninya. Aamiin.
Sumber : pesantrenbisnis.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H