Mohon tunggu...
Helmi Abu Bakar elLangkawi
Helmi Abu Bakar elLangkawi Mohon Tunggu... Penulis - Pengiat Sosial Kegamaan dan Esais di berbagai Media serta Pendidik di Lembaga Pendidikan Islam

Khairunnas Affa' linnas

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Keuchik Blang Dalam Taklukkan DTD Ansor Pijay di Usia Jelang Seabad, Instruktur Apresiasinya

30 Januari 2025   04:29 Diperbarui: 30 Januari 2025   04:40 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keuchik Mukhtar dengan Waled NU (Dokpri) 

Nun jauh di dekat perbukitan ada sebuah kluster kecil atau disebut dengan Gampong yang telah banyak melahirkan banyak tokoh, intelektual ulama, serta kampium banyak lintas tepatnya Blang Dalam, Bandar Dua, Pidie Jaya, terdapat sosok yang membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk terus belajar dan mengabdi. Keuchik Mukhtar, seorang pemimpin desa (Keuchik) yang telah melewati masa mudanya, tampil sebagai inspirasi ketika berhasil menyelesaikan Diklat Terpadu Dasar (DTD) III Ansor Pidie Jaya, sebuah pelatihan kader yang dikenal berat dan penuh disiplin. Di usia senja, ia tetap teguh, menjalani setiap proses hingga akhir, sementara peserta lainnya, termasuk seorang keuchik, terpaksa harus menyerah di tengah jalan.
S

ebuah kisah inspiratif lahir dari tanah Blang Dalam, Bandar Dua, Pidie Jaya. Sosok Keuchik Mukhtar, seorang pemimpin desa yang sudah memasuki usia lanjut, berhasil menuntaskan Diklat Terpadu Dasar (DTD) III Ansor Pidie Jaya pada 26-28 Januari 2025 yang digelar di SMKN 1 Bandar Dua.. Program pengkaderan yang dikenal dengan disiplin ketat dan tantangan berat ini tidak hanya membentuk fisik dan mental peserta, tetapi juga melibatkan aspek spiritual yang mendalam. Meski usianya tidak lagi muda, tekad dan keikhlasan Keuchik Mukhtar membuktikan bahwa pengabdian tidak pernah mengenal batas usia.

Ironisnya, di antara peserta lainnya, termasuk salah seorang keuchik yang juga mengikuti pelatihan, ada yang harus menyerah sebelum garis akhir. Namun, Keuchik Mukhtar tetap bertahan hingga tuntas, menjadikannya simbol ketangguhan dan dedikasi.

Awal Mula yang Biasa-Biasa Saja

Seperti banyak pemimpin desa lainnya, Keuchik Mukhtar awalnya menganggap pelatihan ini sebagai formalitas. Ia mengikuti DTD III Ansor dengan pemikiran sederhana: untuk menjalankan tugas dan memberikan contoh kepada masyarakat yang dipimpinnya. Namun, setelah hari pertama berlalu, pandangannya berubah drastis.

"Awalnya saya pikir ini hanya program biasa, tetapi ternyata ini jauh lebih berat. Dari baris-berbaris, latihan fisik, hingga waktu istirahat yang sangat minim, semua ini benar-benar menguji kemampuan," ungkapnya dengan nada rendah hati.

DTD III Ansor dirancang dengan metode semi-militer. Latihan ini melibatkan instruktur profesional yang bekerja sama dengan aparat Polsek setempat. Para peserta tidak hanya dilatih baris-berbaris, tetapi juga diajarkan bertahan dalam kondisi sulit, menjaga kedisiplinan, hingga menghadapi simulasi pengambilan keputusan darurat.

Namun, tantangan fisik hanyalah satu bagian dari proses. Ada dimensi lain yang lebih dalam, yaitu spiritualitas dan penguatan mental. Keuchik Mukhtar menyadari bahwa di balik semua latihan fisik yang berat, ada pesan moral yang ingin disampaikan: seorang kader harus memiliki ketaatan, keikhlasan, dan kemampuan untuk menghadapi berbagai ujian hidup.

Kuncinya Ada pada Niat Tulus

Ketika ditanya apa yang membuatnya mampu bertahan di tengah tantangan berat, Keuchik Mukhtar menjawab dengan singkat, "Niat."

Baginya, segala hal yang dilakukan dengan niat yang baik akan selalu dimudahkan. Keuchik Mukhtar mengungkapkan bahwa niat awalnya adalah untuk memberikan teladan kepada warga desanya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa pelatihan ini juga menjadi momen untuk memperbaiki diri.

"Nawaitu saya sederhana, ingin menjadi lebih baik dan memberikan contoh bagi generasi muda di desa. Namun, niat itu harus terus diperbarui. Tanpa niat yang tulus, mungkin saya sudah menyerah di hari pertama," jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa keikhlasan adalah kunci utama dalam menjalani setiap proses. "Ikhlas itu tidak mudah, tetapi jika kita benar-benar taat dan percaya pada Allah, semua akan terasa ringan," tambahnya.

Ujian Fisik yang Menguras Energi

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Keuchik Mukhtar adalah ujian fisik. Tidur di atas tikar seadanya, bangun dini hari untuk mengikuti kegiatan, dan menjalani latihan fisik yang intens menjadi bagian dari keseharian selama pelatihan.

"Pada malam pertama, saya hampir menyerah. Tidur di lantai dengan tikar tipis bukan sesuatu yang mudah, apalagi di usia saya yang sudah tidak muda lagi. Tetapi saya ingat, ini adalah bagian dari proses yang harus saya lalui," katanya sambil tersenyum.

Hari kedua pelatihan menjadi semakin berat. Para peserta diajak untuk menjalani simulasi situasi darurat yang menuntut kekompakan dan kedisiplinan tinggi. Beberapa peserta mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan, termasuk seorang keuchik lainnya yang akhirnya tidak dapat melanjutkan pelatihan.

"Melihat peserta lain menyerah, saya merasa khawatir apakah saya juga bisa bertahan. Tapi saya selalu ingat pesan ulama, kalau kita ikhlas dan niatnya baik, Allah pasti membantu," ungkap Keuchik Mukhtar.

Dimensi Spiritual yang Mendalam

Selain tantangan fisik, pelatihan ini juga memberikan pengalaman spiritual yang mendalam. Salah satu momen yang paling berkesan bagi Keuchik Mukhtar adalah ketika para peserta diajak untuk merenungi peran mereka sebagai kader Ansor.

Dalam sesi tersebut, mereka diingatkan tentang pesan Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama: "Barang siapa yang ikut mengurus NU, termasuk Ansor, ia dianggap menjadi santri dan akan didoakan husnul khatimah." Pesan ini memberikan motivasi luar biasa bagi Keuchik Mukhtar dan peserta lainnya.

"Bagi saya, menjadi santri bukan hanya soal belajar ilmu agama, tetapi juga tentang mengabdi. Pesan Hadratus Syekh itu selalu saya ingat di setiap langkah," ujarnya dengan nada haru.

Pelajaran Berharga dari Pengkaderan Ansor

Setelah menyelesaikan pelatihan, Keuchik Mukhtar merasa bahwa pengalaman ini memberikan banyak pelajaran berharga. Tidak hanya soal kedisiplinan dan tanggung jawab, tetapi juga tentang pentingnya solidaritas dan keikhlasan.

"Program ini mengajarkan saya bahwa seorang pemimpin harus kuat, tidak hanya fisik tetapi juga mental dan spiritual. Jika pemimpinnya kuat, insya Allah masyarakat yang dipimpinnya juga akan ikut kuat," katanya.

Ia juga menyampaikan rasa terima kasih kepada para pelatih yang telah membimbingnya selama pelatihan. Menurutnya, para pelatih tidak hanya berperan sebagai instruktur, tetapi juga sebagai inspirator yang memberikan banyak wawasan dan motivasi.

Pesan untuk Generasi Muda

Sebagai seorang yang telah menempuh jalan yang tidak mudah, Keuchik Mukhtar memiliki pesan penting untuk generasi muda di Pidie Jaya. Ia berharap para pemuda tidak takut untuk mencoba hal baru dan terus berkontribusi untuk masyarakat.

"Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga persatuan dan memajukan gampong. Jangan takut menghadapi tantangan, karena setiap kesulitan pasti ada hikmahnya," pesannya.

Ia juga menambahkan bahwa pelatihan seperti DTD Ansor ini bukan hanya untuk membentuk fisik yang kuat, tetapi juga mental dan spiritual yang kokoh. Menurutnya, generasi muda harus mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang berintegritas.

"Jangan pernah merasa cukup dengan apa yang sudah kita miliki. Teruslah belajar, teruslah berjuang. Jika saya yang sudah tua ini bisa melakukannya, kalian yang muda tentu bisa lebih baik lagi," tambahnya dengan penuh semangat.

Inspirasi dari Keuchik Mukhtar

Kisah Keuchik Mukhtar adalah bukti nyata bahwa pengabdian tidak mengenal batas usia. Di tengah kesibukannya sebagai pemimpin desa, ia masih menyempatkan diri untuk belajar dan meningkatkan kapasitas dirinya. Semangat dan ketangguhannya menjadi teladan bagi banyak orang, khususnya di lingkungan Ansor dan masyarakat Pidie Jaya.

Melalui pelatihan ini, ia tidak hanya memperoleh keterampilan baru, tetapi juga memperkuat komitmennya untuk terus mengabdi kepada masyarakat. Sosoknya mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus selalu siap belajar, bekerja keras, dan memberikan contoh nyata bagi generasi penerus.

Dengan keberhasilannya menyelesaikan DTD III Ansor, Keuchik Mukhtar telah membuktikan bahwa usia bukanlah hambatan untuk terus maju. Ia adalah inspirasi bagi siapa saja yang ingin memberikan yang terbaik untuk masyarakat, tidak peduli seberapa berat tantangan yang harus dihadapi.

Di Blang Dalam, Bandar Dua, Pidie Jaya, cerita tentang Keuchik Mukhtar akan terus dikenang. Bukan hanya sebagai seorang pemimpin desa, tetapi juga sebagai simbol ketangguhan, keikhlasan, dan dedikasi. Ia adalah santri kehidupan yang mengajarkan bahwa pengabdian adalah jalan menuju keberkahan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun