Meluruskan Stigma Pidie Kriet Bu Ie Geukira dalam Perspektif Budaya dan Syariat Islam
Salah satu negeri di Nusantara ini yang memiliki ciri khas yang unik dan keberadaannya menjadi kunci untuk daerah lainnya dikenal dengan Pedir atau Pidie. Keunikan dan ketangguhan endatu Pidie yang sejak dulunya pernah menjadi wilayah kekuasaan kerajaan hebat bahkan keturunannya sebagai pejuang dan perantau masih terpatri dalam keturunan awak Pidie. Selain itu keberadaan adat istiadat dan keagamaan yang sudah menjadi tradisi di wilayah Pidie juga menjadi ikon dan pembahasan yang digali banyak orang.
Diantara sekian banyak keunikan masyarakat Pidie hingga era millenial ada salah satu stigma yang dikenal dengan ungkapan "Pidie Kriet," . Stigma ini seolah-olah anggapan bahwa masyarakat Pidie terkenal pelit atau enggan berbagi, sering kali muncul dari kesalahpahaman tentang nilai budaya lokal, terutama konsep "Bu Ie Geukira."
Budaya ini tidak dimaksudkan sebagai tindakan kikir, tetapi sebagai bentuk penghormatan kepada tamu dan anggota keluarga. Dalam masyarakat Pidie, "Bu Ie Geukira" menggambarkan nilai-nilai Islam yang menekankan keseimbangan, kedermawanan, serta kebijaksanaan dalam mengelola rezeki. Nilai ini bersumber dari ajaran Islam, yang mencakup panduan dari Al-Qur'an, hadits Nabi, serta pandangan para ulama klasik, seperti Imam Ghazali dan para imam empat mazhab.
Di bawah ini kita akan menguraikan konsep "Bu Ie Geukira" dengan tambahan referensi ayat Al-Qur'an, hadits, dan pandangan ulama untuk memperdalam pemahaman tentang pentingnya menjaga nilai-nilai mulia ini dalam Islam.
Penghormatan Terhadap Tamu dalam Islam
Konsep "Bu Ie Geukira," yang menekankan penghormatan dan pelayanan terhadap tamu, sejalan dengan ajaran Islam. Al-Qur'an dan hadits Rasulullah SAW memberikan panduan jelas tentang pentingnya memuliakan tamu. Dalam kisah Nabi Ibrahim yang tercantum dalam Al-Qur'an, Allah SWT menunjukkan bagaimana seharusnya kita menyambut tamu:
"Sudahkah sampai kepadamu cerita tamu Ibrahim yang dimuliakan? Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mereka mengucapkan, 'Salam'. Ibrahim menjawab, 'Salam'. (Mereka adalah) orang-orang yang tidak dikenal. Maka diam-diam dia pergi menemui keluarganya, lalu dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar)." (QS. Adz-Dzariyat: 24-27)
Nabi Ibrahim AS segera menyediakan makanan terbaik bagi tamunya, meski tamu-tamu itu orang asing baginya. Sikap ini menunjukkan bagaimana Islam mengajarkan kita untuk memperlakukan tamu dengan penghormatan dan kedermawanan. Dalam budaya Pidie, nilai ini hidup melalui konsep "Bu Ie Geukira," di mana masyarakat berusaha menyajikan yang terbaik demi membuat tamu merasa dihormati dan nyaman.