Kepala SMAS Muslimat Samalanga ini menyebutkan pada akhirnya, estetika yang tercipta dalam pembuatan bulukat kuah tuhe ini bukan hanya soal tampilan atau rasa, tetapi juga tentang proses. Kesabaran, gotong royong, dan kebersamaan adalah nilai-nilai yang menghidupkan estetika tersebut.
Bagi para santriwati di Dayah Putri Muslimat, memasak kuah tuhe bukan hanya sekadar menyajikan makanan, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai luhur yang telah diajarkan oleh para leluhur mereka.
''Hari Santri Nasional 2024 ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa dalam setiap tradisi, terdapat nilai-nilai penting yang harus dijaga dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,' sambungnya
Dosen UNISAI Samalanga yang juga dosen pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh menguraikan bahwa relevansi tradisi di era digital  tidak boleh membuat kita melupakan esensi dari tradisi itu sendiri.
''Bulukat kuah tuhe adalah simbol dari kesabaran, gotong royong, dan kebersamaan yang tetap relevan di tengah dinamika dunia yang terus berubah,'' paparnya.
Abah H. Tu Ahmadallah, pimpinan Dayah Putri Muslimat, memberikan pandangannya yang mendalam terkait kuliner tradisional bulukat kuah tuhe dan kaitannya dengan Hari Santri Nasional (HSN). Menurutnya, kuah tuhe bukan hanya sekadar makanan, tetapi simbol dari warisan budaya Aceh yang kaya akan nilai-nilai luhur, terutama yang berkaitan dengan kebersamaan dan gotong royong.
"Kuliner endatu seperti kuah tuhe ini mengajarkan kita banyak hal. Dalam setiap prosesnya, ada nilai kesabaran, keikhlasan, dan kerjasama yang selalu diajarkan oleh para leluhur kita. Ini sangat sesuai dengan semangat yang kita junjung tinggi dalam peringatan Hari Santri Nasional," ujar Abah H. Tu Ahmadallah dengan penuh kebanggaan.
Ia juga menegaskan bahwa momen seperti HSN adalah waktu yang tepat untuk mengenang kembali perjuangan dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh generasi terdahulu, termasuk tradisi kuliner. "Kita merayakan HSN bukan hanya untuk mengenang perjuangan santri di masa lalu, tetapi juga untuk melanjutkan warisan budaya kita yang kaya, seperti bulukat kuah tuhe. Dengan cara ini, santri tidak hanya belajar ilmu agama, tetapi juga melestarikan kearifan lokal yang menjadi identitas kita," tambahnya.
Abah H. Tu Ahmadallah berharap bahwa dengan peringatan HSN dan kegiatan memasak kuah tuhe bersama, para santri bisa semakin memahami pentingnya menjaga tradisi leluhur sambil tetap relevan di zaman modern.
"Semoga santri dan masyarakat tidak hanya menikmati lezatnya kuah tuhe, tetapi juga merenungkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Tradisi ini adalah bagian dari identitas kita yang harus terus kita lestarikan, terutama di tengah dinamika dunia yang semakin modern," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H