Proses panjang yang dilalui dengan penuh kesabaran menjadi sebuah pelajaran bagi para santri untuk tidak terburu-buru dalam mencapai tujuan. Mereka diajarkan untuk menikmati proses, karena hasil yang terbaik hanya bisa dicapai melalui kerja keras dan kesabaran.
Tgk. Siti Halimah, salah satu dewan guru, menjelaskan bahwa kebersamaan ini adalah salah satu ajaran penting di dayah. "Dalam memasak, kami merasakan nikmat kebersamaan yang tak ternilai. Ini adalah waktu bagi kami untuk belajar bekerja sama, saling menguatkan, dan menghargai proses," ungkapnya.
Menurutnya, kuah tuhe bukan hanya makanan, tetapi simbol dari gotong royong yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Melalui acara ini, santri belajar tentang pentingnya saling mendukung dan menghargai peran masing-masing.
Kuah Tuhe sebagai Simbol Kesabaran
Kesabaran adalah salah satu nilai utama yang diajarkan di dayah, dan pembuatan bulukat kuah tuhe mencerminkan nilai ini dengan sempurna. Proses memasak yang panjang dan memerlukan ketelitian mengajarkan para santriwati bahwa segala sesuatu yang bernilai membutuhkan waktu dan usaha. Tidak ada langkah yang bisa diabaikan atau dipercepat. Setiap komponen dari hidangan ini, mulai dari santan hingga potongan pisang dan nangka, harus diperlakukan dengan penuh perhatian.
Bagi santriwati, memasak kuah tuhe adalah pelajaran tentang ketelatenan dan dedikasi. Seperti yang diungkapkan oleh Tgk. Siti Halimah bahwa proses panjang ini mengajarkan kami untuk menghargai setiap bagian dari pekerjaan kami. Tidak ada hasil yang instan, semuanya membutuhkan usaha yang serius.
'' Kesabaran ini bukan hanya berlaku dalam memasak, tetapi juga menjadi prinsip yang dipegang dalam kehidupan mereka sehari-hari di dayah. Namun, di balik semua nilai positif yang terkandung dalam tradisi pembuatan bulukat kuah tuhe, ada juga tantangan dan kontroversi yang muncul,''ulasnya
Di era digital seperti saat ini, banyak orang yang lebih memilih cara-cara praktis dan cepat dalam melakukan segala sesuatu, termasuk dalam hal memasak. Tradisi pembuatan kuah tuhe yang memakan waktu lama mungkin dianggap tidak relevan lagi oleh sebagian orang. Terlebih dengan kemajuan teknologi, banyak yang merasa bahwa cara-cara tradisional seperti ini sudah ketinggalan zaman.
Di satu sisi, ada pandangan bahwa mempertahankan tradisi seperti kuah tuhe adalah cara untuk menjaga identitas budaya dan mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang penting. Namun di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa kehidupan modern menuntut efisiensi, dan cara-cara tradisional seperti ini bisa menghambat kemajuan. Kontroversi ini mencerminkan dilema yang sering dihadapi oleh masyarakat yang berusaha menjaga warisan budaya di tengah perkembangan zaman.
Tgk. Muhammad Aminullah, MA, pakar Alamtologi Dunia yang juga pengasuh Dayah Putri Muslimat, menanggapi kontroversi ini dengan bijaksana. Menurutnya, tradisi dan modernitas tidak harus saling bertentangan.
"Kita bisa menjaga tradisi tanpa harus mengorbankan kemajuan. Yang penting adalah bagaimana kita menanamkan nilai-nilai yang ada di balik tradisi itu ke dalam kehidupan modern kita," jelasnya.