Pemandangan yang menakjubkan tiba di toko yang lumayan luas dengan barang dagangan dengan serba bordir baik pakaian, peci adat, aksesoris dan beragam jenisnya dengan jahitan bordir khas Lampung. Seakan tidak percaya bahwa pakaian dan sejenisnya  khas Lampung yang dikenal dengan tapis Lampung lengkap di toko yang tertulis di papan nama toko sovenir dengan nama "Sam Bordir yang terletak di jalan Imam Bonjol No.24, Bambu kuning, Kec. Tj. Karang Pusat, Kota Bandar Lampung.
Asbabul wurud (asal usul) penamaan dengan "Sam Bordir" mempunyai sejarah panjang menurut pemiliknya Hj. Syamsidar kelahiran Pidie itu saat penulis dan rombongan menceritakan sekilas perjuangannya di Provinsi yang  julukan "Tapis Berseri" itu.  Ungkapan "Sam Bordir" merupakan kepanjangan dari "Sulaman Aceh Masgar", sedangkan bordir memang usahanya seputar bordiran,  sejarahnya awalnya ia memulai usaha dengan membuat sulaman atau bordiran khas Aceh tepatnya di wilayah Masgar yang merupakan tempat perdana memulai usaha tersebut.
Ibu yang memiliki tiga anak yang telah sukses  perantauan di negeri Lampung itu mengatakan dalam dunia bisnis tidak harus dimulai dari modal besar. Hal inilah yang dibuktikan oleh Syamsidar. Hj. Syamsidar mengatakan perantauan ke Lampung di awali saat Aceh sedang konflik tepatnya tahun 1992 bersama suaminya, berbekal kepandaian kerajinan tangan yang sempat belajar di gampong asalnya Keurumpok, Kemukiman Aree Kecamatan Delima, Pidie.
Hanya dengan modal Rp 5 ribu ia berhasil membangun bisnis Tapis Lampung dan songket yang ia beri nama Sam Bordir. Wanita Pidie berusia sekitar 51 tahun ini memulai bisnis pada tahun 1992 di Tegineneng, Kabupaten Pesawaran. Namun, saat itu ia belum berbisnis Tapis lampung dan songket melainkan dompet Aceh.
Orang tua dari salah seorang anaknya alumni Dayah Ummul Ayman Samalanga itu menyebutkan bahwa berbisnis dengan keahlian tersebut  karena ia sangat membutuhkan uang untuk menyambung hidupnya dan keluarganya. Syamsidar mengatakan ketika  memulai usaha hanya punya uang Rp 5 ribu untuk modal. Dengan modal itu  dibeli bahan murah untuk membuat dompet seperti benang beludru dan kancing. Dompet itu lalu  dijual ke tetangga dan laku. Seiring dengan berjalannya waktu, dompet yang  dijualnya mulai bertambah dan juga membuat tas khas Aceh.
Syamsidar sebagai keturunan Pidie tentunya selalu melihat peluang dan terus berputar pemikirannya untuk lebih maju dan merupakan ciri khas dari endatu Pidie sejak dulu terlebih bergelut di dunia dagang, Hj. Syamsidar melakukan inovasi dalam dunia dagangnya mengantikan barang khas Aceh dengan tapis Lampung, ni ia teringat dengan salah satu  satu peribahasa yang populer di saat belajar bersama Amiruddin Gade dan kawan lainnya termasuk dengan  Hasan Basri M. Nur  yang merupakan dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu dengan ungkapan 'di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung" dalam esensinya menyesuaikan usaha sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.