Dari kejauhan saya melihat langkahnya sudah tergopoh-gopoh. Sepertinya ada satu hal penting yang ingin disampaikan ibu paruh baya ini. Semakin mendekat, saya bisa tahu ia ingin segera menyampaikan sesuatu.
"Pak, nama Carwen kenapa enggak masuk?", sergahnya segera sebelum sempat duduk.
Ibu yang datang dengan tergopoh-gopoh ini merupakan tetangga dekat dari Ibu Carwen, namanya Ibu Kaminah. Dia mengambil kesempatan dari kunjungan saya ke ketua kelompok untuk menyampaikan perihal kekeliruan laporan yang telah saya ajukan ke kantor. Nama Carwen ternyata belum masuk ke laporan rekapitulasi nama-nama yang belum masuk di format susulan.
Kalau sudah begini, saya merasa bersalah. Ini karena ketiadaan nama mereka di format yang saya buat menentukan nasib mereka kedepan. Sementara tenggat waktu yang diberikan oleh kantor bakal habis beberapa menit lagi. Jadi agak mubazir seandainya saya mesti kembali ke kantor atau pulang ke rumah untuk mengambil format kemudian mengisinya dan meng-email-kan ke operator di kantor. Demi melihat optimisme Ibu Kaminah dalam memperjuangkan tetangganya, saya pun berupaya tak kehabisan akal.
Saya segera mencari flashdiskdi tas, kabel on the go (OTG), serta menyiapkan smartphone. Saya baru ingat kalau format yang sudah terisi nama-nama itu tersedia di flashdisk. Sementara itu, meskipun saya tak membawa laptop untuk mengubah data di format itu, saya membawa smartphonedan kabel OTG sebagai alternatif. Ya, masalah pun terpecahkan. Data milik Ibu Carwen sudah saya setorkan dalam waktu kurang dari lima menit.
"Data Ibu Carwen sudah saya setorkan, Bu Kaminah. Sekarang tinggal menunggu kebijakan pusat untuk merevisi datanya kembali," saya menjelaskan pada Ibu Kaminah. Ia menganggukkan kepala, yang sebetulnya bukan tanda dia telah paham apa yang terjadi, namun lebih kepada dia punya kabar baik untuk disampaikan kepada tetangganya tersebut.
Data Harus Selalu di Tangan
Sebagai Pendamping Sosial, lokasi pekerjaan memang selalu berada di lapangan. Banyak yang bilang sih asyik, bisa mengatur waktu sendiri. Mereka tentu tak pernah tahu kalau kami selalu diburu dengan tenggat waktu. Tuntutan agar selalu siap siaga menjadikan kami berupaya selalu komitmen terhadap tugas pokok pekerjaan, dimana salah satunya adalah soal data yang selalu di tangan.
Kejadian dengan Ibu Carwen itu merupakan satu fragmen yang menggambarkan tentang betapa beratnya kalau ketinggalan sebuah data. Saya akan merasa bersalah, manakala bantuan yang selayaknya diberikan oleh pemerintah, harus terhambat gara-gara keteledoran saya memasukkan satu nama saja. Ya, soal ini, saya tentu punya segudang alasan untuk disampaikan kepada atasan, namun soal pertanggungjawaban kerja kemanusiaan tentu hati jadi berbicara lain.
Data yang mesti saya bawa kemana-mana terdiri dari tiga jenis file: .doc, .xls, dan .jpeg. Untuk dua filepertama tentu tak sebesar yang ketiga, namun tetap saja memiliki peran vital bagi pekerjaan. Data itu mesti harus selalu bisa diakses kapan saja dan dimana saja. Artinya peralatan tempur untuk membacanya harus selalu tersedia. Saat ini saya selalu mengandalkan flashdisk, kabel OTG, dan smartphone.