Mohon tunggu...
Bang Aswi
Bang Aswi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger Bandung | Kompasianer Bandung

Seorang penggila olahraga, tukang ulin, dan desainer yang menggemari dunia kepenulisan. Aktif sebagai pengurus #BloggerBDG dan konsultan marketing digital | Kontak: bangaswi@yahoo.com | T/IG: @bangaswi ... ^_^

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

The Best Western at The Best Land

25 Februari 2016   12:20 Diperbarui: 26 Februari 2016   23:53 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hmmm .... shhh
Hawa segar merasuk
Menyebarkan oksitosin ke seluruh jejaring darah
Menyamankan kerja otak yang penat
dan ... sosok itu kembali menarik nafas dalam
lalu menghembuskannya secara perlahan-lahan

[caption caption="Kompasianer Goes to Malabar"][/caption]Jujur. Dinginnya AC (meski memberikan kesejukan dari serangan polusi yang hampir selalu ada di perkotaan yang padat) tidak pernah bisa mengalahkan kesegaran udara pegunungan. Kesegaran yang makin paripurna dengan adanya desain visual dan audio alam yang apa adanya. Pepohonan hijau, kebun teh, langit biru, ulat bulu, jalan setapak, cecuit burung, hembusan angin, rerontok dedaun, kehangatan matahari, wajah-wajah yang tetiba menampilkan raut manis penuh senyum. Tidak ada topeng di sana.

Semua ditampilkan dengan penuh kejujuran. Kebahagiaan sejati. Jalan-jalan santai mengunjungi pabrik teh dan 'tea walk' memberangus semua sekat-sekat yang biasanya ada di jejaring bisnis. Senyum. Tawa. Canda. Ahh ... dua hari yang menyenangkan. Dua hari yang tidak ingin ditinggalkan. Dua hari yang menciptakan kenangan manis, lalu ingin dibekukan dan disimpan di dalam sebuah kotak kecil, kemudian disimpan rapat-rapat di sebuah taman kebahagiaan.

Menyejarah di alam pedesaan bernuansa perkebunan. Klop. Manis. Mengenal siapa K.A.R. Bosscha, mengenal orang-orang sederhana bernama Pak Jani dan Pak Suhara namun tongkat komando berada di tangan mereka, mengenal Pak Komang dan Teh Venta, mengenal beberapa perwakilan Best Western Group dari Jakarta/Surabaya, mengenal Miss Mimin Kompasiana yang anggun nan ayu, mengenal para kuli tinta dari berbagai media massa/online, serta mengenal dan bercanda ria dengan Para Kompasianer. Semua menyatu.

Sharing kamar, makan bersama, berenang bersama setelah sebelumnya ber-Aqua Zumba, jalan bareng, dan semua keindahan yang hanya terjadi selama dua hari kemarin. Mimpi. Yup, inilah yang dirasakan saat ini. Mimpi indah yang terus terbayang dan ingin di-rewind. Namun bisakah? Semoga saja. Siapa tahu bukan di Bandung, tetapi berpindah ke Surabaya ... atau bahkan sampai ke luar Pulau Jawa. Amiiin.

[caption caption="3 Jenis Teh Kualitas Ekspor"]

[/caption]

SUMBER ILMU DI TENGAH PEDESAAN

"Pohon tehnya sama. Cara metiknya sama. Hanya saja nanti yang membedakan adalah pengolahannya," ujar Pak Jani, Operator Pabrik Teh Orthodoks PTPN VIII, dengan semangat menggebu. "Petaninya sih metik biasanya aja, yang diambil hanya lima helai daun teh teratas, baru nanti disortir di pabrik. Waktu metik yang paling baik adalah mulai dari Subuh sampai jam sembilan. Kenapa? Karena khusus 'White Tea' memang harus dipetik pada waktu-waktu tersebut." Pak Jani kemudian mempersilakan para blogger dan kuli tinta untuk merasakan seduan teh yang sudah disiapkan. "Itu adalah Black Orange Peco alias BOP. Teh berkualitas nomor satu yang dijual di Indonesia. Peco itu pucuk daun. Khusus BOP, pucuknya sudah menjadi daun. Sedang 'Black Tea' diproses dari dua daun di bawahnya."

"White Tea diproses dari pucuk daun yang masih kuncup, itulah mengapa bentuk jadinya seperti bentuknya semula. Waktu pemetikannya khusus karena tidak boleh lewat dari jam sembilan pagi. Setelah dipisahkan dari daun-daun di bawahnya, peco yang kuncup dikeringkan pada suhu sedikit di atas suhu ruangan selama 18 jam. Bukan dengan pemanasan cepat atau oven agar tidak ada zat-zat penting yang hilang. Oleh karena proses yang lama inilah harga 'White Tea' menjadi paling mahal, yaitu $200 per kilogram. White Tea ini hanya diekspor ke Jepang," ujar Pak Jani tersenyum. Pada saat mencobanya, sosok itu merasakan kesegaran yang berbeda. Dengan kualitas seperti yang sudah dijelaskan itu, tentu tidak perlu ada penambah rasa lagi. Benar-benar juara! Sebuah pabrik sederhana, pabrik tua, dengan peralatan yang seadanya, namun bisa mengekspor jenis teh yang berkualitas dunia.

Masih ada dua lagi jenis teh yang diekspor, yaitu Orange Peco Super (OPS) dan Orange Peco (OP). OPS adalah campuran white tea dengan black tea (lebih tinggi kadarnya). 'Black Tea' sendiri diproses atau difermentasi dengan menggunakan oven selama beberapa menit, sehingga hasilnya menjadi berwarna hitam. OPS diekspor ke Jepang dan Timur Tengah. Sedangkan OP adalah campuran black tea dengan peco yang sudah menjadi daun (tidak kuncup lagi). Jadi bukan dengan white tea. Penyebutan 'orange' sendiri berasal dari warna teh yang sudah diseduh dengan air panas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun