Bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal jauh dari Sumatera mungkin tidak terlalu mengenal Pulau Bintan. Jujur saja, nama putri sulung sosok itu sering salah disebut. Banyak yang menyebutnya dengan kata 'Bintang'. "Namanya Bintan, bukan Bintang," jelasnya dengan gemas. "Apa arti dari Bintan?" tanya mereka lagi.
Dirinya kemudian dengan sabar menjelaskan bahwa itu adalah nama sebuah pulau yang terdapat di Kepulauan Riau (Kepri). Inilah kepulauan yang dijuluki dengan 'Negeri Segantang Lada'. Apa maksudnya? Pulau yang ada di Kepri ini begitu banyak, dari yang besar sampai yang tidak berpenghuni, sehingga sering dikonotasikan harus memerlukan biji lada segantang untuk menghitungnya. Begitulah.
Letaknya adalah di tenggara Pulau Batam. Dianggap mutiara karena inilah pulau besar yang masih menyajikan wisata alam yang benar-benar indah. Sampai ada yang mengatakan bahwa Bintan adalah surga dunia yang tersembunyi. Itulah mengapa ada banyak pengembang internasional yang berlomba-lomba untuk menciptakan tempat wisata di sana. Salah satunya adalah Bintan Resorts yang menguasai daerah wisata di utara Pulau Bintan.
Setelah puas dengan perjalanan asyik ke Pulau Penyengat dan tinggal di Nirwana Gardens, rombongan Kompasianer pun bergerak ke Hutan Mangrove. Perlu diketahui bahwa hutan bakau yang ada di Pulau Bintan begitu luas dan menyebar merata. Mereka tersebar karena sungai-sungai tanpa hulu yang berkelok-kelok. Salah satu yang berhasil sosok itu kunjungi adalah yang masih dikelola oleh Bintan Resorts, tepatnya di kawasan Treasure Bay, Lagoi. Untuk dapat menikmati alam hutan bakau, tidak bisa dengan jalan darat.
Itulah mengapa rombongan dibagi menjadi dua, masing-masing perahu berisi 6 (enam) orang yang didampingi oleh tukang kemudi dan tour guide. Satu perahu dikenakan biaya Rp500.000. Demi keamanan dan keselamatan, semuanya harus memakai rompi pelampung karena namanya di sungai yang masih alami tentu tidak tahu apa yang bakal terjadi.
Perahu terus bergerak dan lebar sungai pun makin mengecil. Hingga akhirnya perahu berbelok ke sebuah cabang yang agak sempit. Hutan bakau yang padat. Sepi. Di beberapa tempat, ada beberapa ular pohon yang bergelung di atas dahan bakau. Katanya sedang tidur siang. Bakau yang tumbuh bisa berbeda jenis-jenisnya. Ada yang memiliki buah dengan sebutan apel laut, dan ada juga yang tidak berbuah. Begitu pula dengan jenis pandan yang daunnya berduri. Batang bakau yang besar biasanya telah berusia ratusan tahun, salah satunya sudah kering dan mati.
Makin ke dalam, sungai makin menyempit, bakau pun makin rapat dengan dahan yang makin rendah dan kadang saling berhubungan antara sisi kiri dan kanan. Beberapa kali seluruh penumpang harus menundukkan kepala saking rapatnya. Sosok itu sempat bisa berdiri untuk diambil foto, lalu duduk lagi dan menunduk untuk menghindari dahan yang rendah. Sebuah pengalaman yang amat mengesankan dan jelas-jelas tak terlupakan. Kelestarian hutan mangrove jelas harus dijaga karena di sanalah ekosistem alam dan satwanya hidup.
Tour guide mengatakan bahwa dirinya pernah menangkap seekor hiu yang lumayan besar. Kalau sedang surut, bahkan masih banyak terlihat monyet-monyet liar atau ular piton yang sedang mengincar ular pohon. Pada malam hari, ribuan kunang-kunang akan terlihat di sekujur hutan bakau. Ya, wisata malamnya juga ramai. Pada bagian sungai yang lebar, masih terlihat batu-batu besar yang bisa disinggahi untuk tempat berfoto. Tapi harus hati-hati karena berbahaya. Di satu tempat, juga ada bangunan batu yang berusia ratusan tahun dan dulunya biasa digunakan oleh penduduk lokal untuk mengasapi kayu-kayu bakau. Hanya kini tidak lagi digunakan karena larangan pemerintah agar tidak lagi mengambil kayu bakau.
Lapar menghampiri, dan ini sudah saatnya untuk makan siang. Beres berjalan-jalan di Hutan Mangrove, rombongan #BlogTrip bergerak ke Lagoi Plaza. Inilah mal satu-satunya di Pulau Bintan dengan fasilitas rumah makan, pertokoan, dan juga Pasaraya. Tempatnya sendiri ada di sebelah Hotel Swiss-Bel. Mampir ke salah satu restoran, ternyata mendapatkan menu yang tidak jauh berbeda dengan menu di The Kelong. Ada beberapa menu seafood yang disajikan satu persatu. Yang jelas dijamin kenyang dan langsung mengusap perut.
Hanya saja sayang tidak ada gong-gong, dan kepitingnya pun disajikan dengan bumbu yang berbeda. Tapi lebih enak dibandingkan The Kelong. Bagi sosok itu, ada satu hal yang istimewa di Lagoi Plaza, yaitu adanya gerbang finish ajang Ironman. Ironman adalah salah satu pertandingan olahraga triathlon mulai dari berenang, bersepeda, hingga lari. Dia suka ketiga-tiganya. Dan triathlon adalah sebuah mimpi. Sebuah doa. Sebuah harapan. Bahwa suatu saat nanti bisa kembali ke Pulau Bintan sebagai peserta Ironman. Amiiin.
Saat datang ke sana, sosok itu (bersama rombongan Kompasianer, Kementerian Pariwisata dan Indonesia Travel) melihat bahwa pembangunan tahap satu sudah dimulai. Sudah ada kamar-kamar penginapan Canopi yang berhadapan langsung dengan Crystal Lagoon seluas 6,3 hektar. Inilah kolam air laut yang digadang-gadang sebagai yang terluas dan pertama di Asia Tenggara.
Kelebihan dari Crystal Lagoon selain luasnya adalah air laut yang digunakan sudah diproses sedemikian rupa sehingga tampak bening/jernih seperti kristal dan menyehatkan. Di kolam raksasa ini tersedia berbagai macam olahraga air, atraksi, dan aktivitas hiburan air lainnya. Lantai dasarnya terbuat dari bahan semacam fiber yang aman untuk kaki (plus tidak licin) dan juga tidak ada hewan-hewan laut, sehingga dijamin keamanannya. Siapa pun bisa berenang, bermain kayak, bersepeda air, atau bahkan berperahu selancar.
Aktivitas lainnya adalah cable ski, shotover canyon swing, bungee jumping, dan water ZOVB. Penginapan Canopi berbentuk seperti tenda raksasa yang di dalamnya sudah tersedia satu tempat tidur besar, sofa, dan berbagai kebutuhan lainnya seperti halnya di kamar hotel. Desain perabotannya unik dan tidak ada duanya. Kamar mandinya dibuat dengan konsep outdoor tetapi tetap terjaga privasinya. Jelas berbeda dan tidak bisa dibandingkan dengan kamar hotel. Benar-benar eco-friendly.
Penggunaan energinya juga efisien, yaitu hanya mengkonsumsi 2% dari energi yang dibutuhkan jika dibandingkan dengan kolam renang konvensional. Jelas bahwa teknologinya sustainable dan aman bagi lingkungan. Kendaraan yang beroperasi di sekitarnya pun dibuat ramah lingkungan. Kendaraan beroda seperti segway, motor, dan mobil menggunakan tenaga listrik. Kapal ferry kecil sebagai kendaraan operasional juga menggunakan tenaga sinar matahari.
Bagaimana dengan lokasinya? Bayangkan saja, hanya 50 menit dari Singapura dengan menggunakan kapal ferry dan 75 menit atau bahkan kurang dari Bandara Raja Haji Fisabilillah dengan mobil. Namun sayang, karena waktu yang amat terbatas sosok itu tidak bisa menikmati kolam renang raksasa tersebut. Dia sudah harus meninggalkan tempat tersebut pukul 08.00 keesokan harinya. Mau berenang malam, khawatir sakit karena tubuh yang sudah lelah. Mau berenang pagi, hujan turun lumayan deras.
Untunglah sore hari menjelang maghrib dia masih sempat mencoba motor listrik dan sekuter beroda dua bernama Segway yang dikendalikan oleh tubuh. Kalau di Nirwana Gardens ada juga yang mirip, namanya Ninebot. Ramelah pokoknya. Paling tidak itu sudah bisa menutupi penyesalannya tidak sempat berenang di Pulau Bintan. Kapan lagi ya bisa ke sana?[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H