Jika mendengar atau membahas sedikit tentang B.J. Habibie, mungkin sebagian dari kita sebagai masyarakat Indonesia khususnya  yang lahir sebelum tahun 2000-an akan mengingat satu nama negara yang akrab pada saat masa pemerintahan ketiga RI tersebut yakni Timur Leste.Â
Mengapa B.J. Habibie begitu akrab jika kita kaitkan dengan Timor Leste?
Sebelum membahas lebih jauh tentang kaitan Habibie dengan Timor Leste. Ada baiknya kita pelajari dengan seksama tentang pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden Indonesia ke-3 menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri pada tahun yang sama.
Latar BelakangÂ
Munculnya era reformasi pada tahun 1998 dimulai pasca lengsernya masa pemerintahan Orde Baru dan ditandai dengan pengunduran diri Presiden yang menjabat pada saat itu, yakni Soeharto pada 21 Mei 1998. Masifnya pergolakan dan aksi demonstrasi yang pecah dalam kurun waktu dari 1997 hingga 1998 menyebabkan keadaan negara pada saat itu carut-marut.Â
Gesekan sosial antar anggota kelompok masyarakat, maraknya isu-isu SARA, tingginya tingkat kejahatan dan kriminalitas di masa akhir pemerintahan Orde Baru, hingga konflik kepentingan yang terjadi antara berbagai elite politik dan diperparah dengan propaganda yang dilancarkan guna merusak hubungan antara masyarakat sipil dengan anggota militer menjadi bumbu pahit yang mewarnai perjalanan politik Indonesia.Â
Setelah lengsernya Soeharto dari panggung kepemimpinan, maka sesuai dengan Tap MPR-RI No VII/MPR/1973 yang menyatakan bahwa "jika presiden berhalangan, maka wakil presiden ditetapkan menjadi presiden". Pada 21 Mei 1998, pukul 09.10 WIB berlangsung di Istana Kepresidenan, diadakanlah pelantikan sekaligus pengambilan sumpah presiden guna mengesahkan masa pemerintahan reformasi yang dipimpin oleh B.J. Habibie.Â
Walau masa pemerintahan Soeharto telah berakhir dan digantikan oleh B.J. Habibie, penolakan dari masyarakat dan mahasiswa terkait dengan akan berjalannya masa pemerintahan B.J. Habibie terus terjadi secara masif. Para mahasiswa dan masyarakat beranggapan, jika presiden B.J. Habibie masih menjadi bagian kroni atau sisa-sisa rezim orde baru.
Sehingga mereka menolak tegas masa kepemimpinan beliau dan khawatir akan terjadi lagi masa rezim orba jilid kedua setelah tumbangnya rezim orba di bawah kepemimpinan Soeharto.Walau terjadi penolakan dan pergolakan di sana-sini, pemerintahan B. J. Habibie tetap berjalan.Â
Perlu diketahui, walau baru saja dilantik sebagai presiden. B. J. Habibie dan para anggota kabinet sudah dihadapkan pada situasi sangat sulit untuk membantu Indonesia keluar dari jurang permasalahan pelik. Salah satunya, krisis moneter terparah yang terjadi pada 1998. Â
Tak cukup sampai di situ, turunnya nilai mata uang rupiah yang diakibatkan utang luar negeri yang telah menumpuk menyebabkan rusaknya daya produksi baik di sektor industri, usaha kecil, hingga menengah dan ditambah turunnya produksi beras pada saat itu.Â
Hantaman musim kemarau di tahun itu, serta maraknya kerusuhan di beberapa titik kota di Jakarta selama tahun 1997-1998 menyebabkan keadaan Indonesia pada saat itu menjadi tak terkendali.
Walau dihadapkan pada banyak masalah rumit, perlahan-lahan Indonesia mulai bangkit di masa pemerintahan B.J. Habibie. Beliau beserta kabinetnya mampu menjalankan beberapa kebijakan di antaranya yang utama yakni reformasi ekonomi dengan tiga tujuan utama, yaitu merekstrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan, memperkuat basis sektor riil ekonomi,dan menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling terdampak krisis ekonomi.
Selain itu, prestasi yang diperoleh selama masa pemerintahan Habibie antara lain kembalinya kebebasan dan kewenangan PERS atau media berita untuk menerbitkan segala berita tanpa harus menghadapi intimidasi dan intervensi pemerintah, menurunnya laju inflasi dan nilai tukar rupiah, dilepaskannya BI (Bank Indonesia)  dari pemerintah sehingga dapat menentukan kebijakan yang independen, dan  dilaksanakannya pemilu besar dan demokratis dengan 48 partai peserta.
Walau menghasilkan beberapa prestasi jabatan selama masa singkat pemrintahannya, Habibie sendiri pernah mengambil beberapa kebijakan yang dianggap kontroversial. Salah satunya yakni pelepasan atau kebijakan referendum yang diberikan kepada Timor Leste.Â
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi mengapa kebijakan tersebut harus diambil. Melalui surat resmi yang disampaikan pada 27 Januari 1999 yang dutujukan kepada Sekretaris Jenderal PBB yaitu Kofi Annan, Habibie menyampaikan bahwa subsidi moneter yang diberikan pemerintah Indonesia selama ini tak sebanding dengan manfaat yang didapatkan oleh Timor Timur.Â
Maka dari itu, perlu diadakan referendum bagi Timor Timur pada waktu itu. Pada 5 Mei 1999, PBB mengadakan pertemuan dengan pemerintahan Indonesia dan pemerintahan Portugis di New York guna membahas pelaksanakan referendum Timor Timur.
Kebijakan Referendum bagi Timor Timur
Pada akhirnya, tepatnya tanggal 30 Agustus 1999 referendum pun digelar. Masyarakat Timor Timur pun resmi mengikuti prosesi jajak pendapat dengan disodorkan dua pertanyaan. Pertama, apakah Anda menerima otonomi khusus untuk Timor Timur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia? dan opsi kedua, apakah Anda menolak otonomi khusus yang diusulkan untuk Timor Timur, yang menyebabkan pemisahan Timor Timur dari Indonesia?.
Mengutip dari pendapat yang disampaikan Juru Bicara Pemerintah RI pada saat pelaksanaan jajak pendapat di Timor Timur, yakni Dino Patti Djalal, ia menyatakan bahwa penyebab dari kurang siapnya referendum yang diberikan kepada Timor Timur berdampak pada meningkatnya polarisasi antar kelompok masyarakat, konflik yang kian sengit dan situasi yang kian panas sehingga menyebabkan kalkulasi dan tragedi yang banyak terjadi.Â
Dino Patti Djalal juga menambahkan bahwa persiapan referendum harusnya dilaksanakan kurang lebih dua tahun bukan empat bulan.Â
Selain pendapat tersebut, Papang Hidayat selaku aktivis Amnesty International Indonesia juga menyatakan bahwa, referendum Timor Timur merupakan konsekuensi dari resolusi-resolusi PBB yang menyerukan akan hak menentukan nasib selama 24 tahun terakhir.Â
Hal itu kian dipertegas dengan situasi krisis moneter yang dialami Indonesia pada 1997, dan reformasi politik pada Mei 1998 sehingga perlu diadakan referendum bagi Timor Timur dengan diawasi penuh oleh PBB, ujarnya.
Referendum Timor Timur sendiri diadakan oleh UNAMET (United Nations Mission in East Timor) yang dibentuk oleh PBB. Hasilnya, dari total 438.968 suara sah , sebanyak 344.580 suara (78,50%) menyatakan opsi memilih merdeka, sedangkan 95.388 suara (21,50%) memilih untuk tetap bergabung dengan Indonesia.Â
Dengan animo dan antusiame yang tinggi dari masyarakat Timor Timur untuk mengikuti jajak pendapat pada saat itu, maka resmilah Timor Timur lepas dari pemerintahan Indonesia dan sementara berada di bawah otoritas PBB. Pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Leste resmi mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka dan berdaulat. Selain itu mereka juga menetapkan presiden pertama terpilih yakni aktivis sekaligus tokoh pembebasan yakni Xanana Gusmao.
20 Tahun Berlalu Pasca Referendum
Banyak hal yang telah berubah selama 20 tahun era kemerdekaan dikumandangkan sejak 2002 lalu oleh Timor Leste. Negara yang saat ini dipimpin oleh presiden terpilih yakni Jose Ramos Horta telah banyak mengalami perubahan. Hal yang paling nyata dari proses panjang pembangunan negara Timor Leste adalah menurunnya angka kriminalitas dan mulai terbentuknya perdamaian di negara tersebut pasca memisahkan diri dari Indonesia.Â
Jose Manual Ram0s-Horta juga menyampaikan jika dalam kurun waktu 15 tahun terakhir negaranya telah mengalami perkembangan yang pesat terkait pengembangan energi listrik dan cyber optic.Â
Berdasarkan sebuah penelitian yang diadakan oleh WHO (World Health Organization) mengungkapkan bahwa pada tahun 2018, Timor Leste telah menyelesaikan kasus wabah malaria yang sebelumnya telah membunuh banyak orang. Meningkatnya jumlah dokter di negara tersebut yang hanya berjumlah 19 dokter pada tahun 2002, menjadi lebih dari 1000 dokter di tahun 2019, menjadi pemicu utama kesehatan di Timor Leste kian meningkat.Â
Selain itu, Timor Leste juga telah mampu menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang stabil. Banyak generasi muda Timor Leste telah banyak melek tentang teknologi dan pentingnya meningkatkan kualitas diri dan menciptakan masa depan negara yang lebih cera melalui pendidikan.Â
Dari peristiwa sejarah tentang referendum Timor Leste tersebut, dapat kita pahami bersama bahwasannya suatu negara berhak mendapatkan apa yang telah menjadi haknya demi dapat hidup ke arah yang lebih baik.
Walau banyak yang beranggapan pisahnya Timor Leste dari Indonesia akibat dari kecerobohan Habibie dan ketidakmampuan Habibie, namun hal tersebut tak terbukti benar. sebagai bangsa yang beradab, Timor Leste tentu memiliki alasan utama mengapa mereka perlu merdeka dari Indonesia.Â
Alasan pembangunan yang hingga saat ini belum merata di Indonesia, isu rasisme dan intimidasi yang tak kunjung usai, meningkatnya kejahatan HAM, serta lainnya menjadi alasan dari referendum Timor Leste dilakukan.
#SalamLiterasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI